Drs. Agus
Heryana
ABSTRAK
Tritangtu di
bumi adalah sistem pemerintahan tradisional di tatar Sunda yang membagi
kekuasaan dalam tiga peran yaitu Rama (Tuhan), Prabu (manusia), dan Resi
(alam). Keberadaannya masih dapat dilacak di kampung-kampung adat, salah
satunya adalah Kampung Naga. Penelitian ini menggunakan metode deskripsi yang
mampu menjelaskan secara rinci perihal perikehidupan masyarakat Kampung Naga.
Di samping itu, penelusuran terhadap teks naskah-naskah Sunda Kuna masa
pra-Islam telah memberikan informasi lengkap terdapat keberadaan konsep
pemerintahan Sunda masa lampau. Tujuan penelitian ini adalah menemukenali
prinsip-prinsip pemerintahan tradisional dalam kerangka memahami kepemimpinan
orang Sunda. Kampung Naga dalam kesehariannya dewasa ini lebih kental dan
menonjol unsur keagamaannya, yaitu agama Islam. Akibatnya adalah konsep
tritangtu nyaris hilang dan tak dikenal lagi. Hasil penelusuran pada tatanan pemerintahan
dan ’artefak’ fisik Kampung Naga ciri pemerintahan tradisional masih terlihat
dalam bentuk lain.
Kata kunci:
Tritangtu, rama, prabu, resi, leuweung (hutan), kampung naga.
PENDAHULUAN
Keberadaan
Kampung Adat, khususnya di Jawa Barat, yang memiliki kekhasan dan kemandirian
sikap sangat menarik untuk dikaji. Kita tidak bisa menutup mata akan kemampuan
mereka mempertahankan diri di tempat yang jauh dari keramaian, bahkan
seringkali mencengangkan orang lain dan dianggap memiliki nilai budaya yang
tinggi. Misalnya makna yang dapat diambil dari ‘pikukuh’ (adat, aturan) orang
Kanekes (Baduy) yang berbunyi : Najan nepi ka mupak alam dunya, adat mah teu
wasa dirobah, lojor teu meunang dipotong, pandak (pondok) teu meunang
disambung, sajadina bae (Walau hingga alam dunia hancur, adat tak kuasa diubah,
panjang tak boleh dipotong, pendek pun tak boleh di sambung). Ungkapan ini
memberi petunjuk akan pola pikir positif yang merupakan dasar normatif bagi
kaedah dan hukum sebagai pedoman hidup warga masyarakat (Garna, 1994/1994:4).
Namun hal
terpenting bagi kita dalam kaitannya dengan keberadaan kampung adat adalah
menjadikan kampung adat sebagai "prototipe" masyarakat Sunda. Artinya
keberadaan kampung adat cukup representatif guna mewakili tata kehidupan orang
Sunda masa silam. Dalam pengertian, -walau tidak secara utuh- dapat memberikan
pemahaman atas sejumlah persoalan mengenai adat-istiadat, kepercayaan (religi),
pemerintahan, seni budaya, sistem pertanian dan berbagai aspek kehidupan orang
Sunda.
Kesalahan yang
tidak disengaja ketika sosok orang Sunda mencari jati dirinya adalah
mengabaikan peranan masyarakat adat. Ketika seorang budayawan berbicara tentang
budaya Sunda, seringkali menafikan atau mengabaikan tatanan kehidupan
masyarakat yang berada di kampung adat. Padahal tidak mustahil pada diri mereka
sebenarnya letak semua jawaban atas pertanyaan yang dicari orang Sunda masa
kini. Berdasarkan pendataan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
terdapat beberapa kampung adat yang memiliki pendukung cukup besar, salah
satunya adalah Kampung Naga di Tasikmalaya. Secara administratif kampung ini
masuk wilayah Kecamatan Salawu Desa Neglasari dan berada di tepi Sungai
Ciwulan.
Penelaahan atas
buku atau laporan penelitian mengenai Kampung Naga telah banyak dilakukan,
terutama dari sisi kultur dan sosial-budaya. Misalnya, Murniatmo G. et al.
(1987) mengenai Kehidupan Sosial Budaya Orang Naga, Salawu Tasikmalaya Jawa
Barat; Oyon Sofyan Umsari, dkk. (1985/1986) mengenai Bahasa Sunda Kampung Naga;
A. Suhandi Sumamihardja mengenai Kesenian, Arsitektur Rumah dan Upacara Adat
Kampung Naga Jawa Barat; di bidang lingkungan penelitian tercatat dilakukan
oleh Sony Suhandono (1996) tentang Etnobotani Orang se Naga yang mengemukakan
tumbuh-tumbuhan obat. Penelitian-penelitian lain pun yang berkaitan dengan
Kampung Naga masih banyak dan (sebaiknya) dijadikan acuan dalam meneliti
berbagai persoalan di Kampung Naga.
Persoalan lain
yang tak kalah menarik adalah sistem pemerintahannya, yakni pikukuh tilu atau
hukum tangtu yang merupakan sistem pemerintahan tradisional ala Sunda. Konsep
pemerintahan tersebut baik tersirat dalam sisa-sisa budaya maupun tersurat
dalam naskah-naskah Sunda menjadi pijakan awal dalam penelusuran sistem
(organisasi) pemerintahan masa lampau. Jadi, masalah yang akan dikaji adalah
apakah pikukuh tilu (Tritangtu di Bumi) - yang merupakan konsep pemerintahan
Sunda masa lalu - masih digunakan oleh penduduk Kampung Naga ? Atas dasar
tersebut maka tujuan penelitian adalah menemukenali prinsip-prinsip pemerintahan
dan kepemimpinan orang Sunda.
Selanjutnya,
guna mencapai tujuan yang diharapkan, penelitian menempuh pendekatan kualitatif
(Maryaeni, 2005: 3) yaitu memahami fakta yang ada di balik kenyataan yang dapat
diamati atau diindra secara langsung. Dengan bahasa lain penelitian kualitatif
adalah medan penemuan pemahaman yang merupakan kegiatan yang tersusun atas
sejumlah wawasan, disiplin, maupun wawasan filosofis sejalan dengan
kompleksitas pokok permasalahan yang digarap. Sementara itu Surakhmad,
(1982:139) mengemukakan metode deskriptif-kualitatif adalah suatu cara yang
digunakan untuk menyelidiki dan memecahkan masalah yang tidak terbatas pada
pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi meliputi analisis dan interpretasi
data sampai kepada kesimpulan yang didasarkan atas penelitian. Atas uraian
tersebut metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
PENUTUP
Konsep
Tritangtu di bumi merupakan rucita kepemimpinan masyarakat Sunda yang sangat
tua. Embaran-embaran mengenai Tritangtu di bumi ini ditunjang atau didasarkan
pada naskah-naskah Sunda Buhun dan perikehidupan masyarakat kampung adat yang
kini masih dapat kita saksikan salah satunya di Kampung Naga. Sementara itu,
embaran naskah yang memuat rucita Tritangtu di bumi dapat ditelusuri pada
naskah Siksa Kanda ng Karesian (1518), Carita Parahyangan (1580), dan
Sewekadarma (masih abad ke-15).
Secara rinci
Tritangtu di bumi terdiri atas 3 (tiga) unsur yairu : raja/ratu (prabu), rama,
dan resi. Kekuatan Tritangtu terletak pada kekukuhan atau keteguhannya pada
masing-masing unsur. Tidak ada diantara ketiga unsur tersebut saling berebut
kekuasaan, tetapi masing-masing berjalan pada tempatnya sesuai dengan kapasitas
dan profesialismenya masing-masing. Tujuannya adalah untuk menyentosakan pribadi
(seseorang). Ia harus sentosa bagaikan raja, ucapannya harus dapat dipegang
bagaikan petuah para tetua (rama), sedangkan budinya haruslah bagaikan budi
seorang resi.
Tritangtu Di
Bumi adalah sistem kepemimpinan Sunda secara tradisional, yaitu sistem kepemimpinan
yang dilakukan oleh tiga orang (Rama - Resi - Prabu). Meskipun tidak sama
persis, karena telah mengalami perubahan istilah dan ada sedikit perbedaan
dengan aslinya, sistem ini pada saat ini masih dipertahankan dan dijalankan
oleh warga Kampung Naga. Sistem organisasi pemerintahan Kampung Naga yang
terdiri atas tiga perangkat, yaitu Kuncen, Lebe dan Punduh telah
mengindikasikan penggunaan konsep tritangtu di bumi. Di samping itu, penerapan
tritangtu di bumi tidak terbatas dalam sistem pemerintahan saja, tetapi juga
telah merambah ke bidang kosmologi dan tata letak perkampungan.
Selanjutnya,
guna memahami lebih mendalam mengenai peran tritangtu pada masyarakat Sunda
tidak ada salahnya disarankan untuk melakukan 2 (dua) hal berikut.
Penelusuran
atas sejumlah kampung adat secara integral dan terpadu dari berbagai aspek
kehidupan sosial budaya, termasuk sejarah di dalamnya tidak menutup kemungkinan
akan memperjelas peranan tritangtu sesungguhnya.
Dalam cakupan
lebih luas konsep Tritangtu di bumi adalah konsep dasar dari berbagai sistem
dan subsistem budaya Sunda. Setiap budaya (Sunda) nyaris tidak bisa dilepaskan
dengan konsep yang dimaksud. Oleh karena itulah, upaya penggalian dan
penelusuran Tritangtu hakikatnya menelusuri benang merah kebudayaan Sunda yang
terputus selama ini. Dengan kata lain, konsep tritangtu dapat disarankan untuk
dijadikan media dalam memahami kearifan dan nilai filosofis yang terkandung
pada sebuah produk budaya Sunda.
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja,
Kusnaka dkk. 1984.
Sistem Kepemimpinan
di dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Jawa Barat. Depdikbud Ditjen Kebudayaan
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional
------------------.
1986.
Kesadaran
Budaya Tentang Ruang Pada Masyarakat di Daerah Jawa Barat. Depdikbud Ditjen
Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional
Ahman
Sya,M,dkk. 2008.
Sejarah Kampung
Naga. Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat Balai
Pengembangan Kemitraan dan Pelatihan Tenaga Kepariwisataan. Al-Bustomi, Ahmad
Gibson. Kamis, 30 Januari 2003.
Islam-Sunda
Bersahaja di Kampung Naga. Pikiran Rakyat, Ayatrohaedi. 2002.
Kepemimpinan
Dalam Masyarakat Sunda Berdasarkan Naskah. Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional Bandung.
---------------
1987.
Masyarakat
Sunda Sebelum Islam: Data Naskah. Laporan penelitian untuk Lembaga Penelitian
Universitas Indonesia.
---------------
2001.
Nganjang ka
Kalanggengan. Makalah disampaikan pada Konferensi Internasional Budaya Sunda.
Bandung
Asal usul
Kebudayaan dan Perkembangan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Dirjen
Kebudayaan Depdikbud.
Djati Sunda,
Anis.2002. (Makalah)
Teuleu Tangtu
Kepemimpinan Tradisional Masyarakat Adat Urang Rawayan dan Pancer Pangawinan.
Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.
Danasasmita,
Saleh. 1984.
Rintisan
Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, 4 jilid. Bandung: Proyek Penerbitan
Sejarah Jawa Barat.
Danasasmita,
Saleh dan Anis Djatisunda. 1986.
Kehidupan
Masyarakat Kanekes. Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan
Sunda (Sundanologi) Ditjen Kebudayaan Depdikbud
Danasasmita,
Saleh dkk. 1987.
Sewakadarma,
Sanghyang Siksa-kandang Karesian, Amanat Galunggung: Transkripsi dan
Terjemahan. Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda
(Sundanologi) Ditjen Kebudayaan Depdikbud
Garna,
Judistira .1993.
Budaya Daerah
Sebagai Sumber Daya Dalam mengatasi arus modernisasi (makalah). Direktorat
Sejarah dan Nilai Tradisional Ditjen Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional. Depdikbud
Maria, Siti
dkk. 1995.
Sistem
Keyakinan pada Masyarakat Kampung Naga dalam Mengelola Lingkungan Hidup (Studi
tentang Pantangan dan Larangan). Jakarta : Proyek Pengkajian dan Pembinaan
Nilai-nilai Budaya Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Dirjen Kebudayaan
Murniatmo G. et
al. (1987).
Kehidupan
Sosial Budaya Orang Naga, Salawu Tasikmalaya Jawa Barat. Ditjen Kebudayaan
Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, Yogyakarta.
Maryaeni, 2005.
Metode
Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sucipto, Toto.
2005,
Masyarakat
Adat, Kampung Adat, dan Kampung Khas. Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional Bandung.
Suhandono, Soni
dkk. 1996.
Etnobotani
orang se-Naga - Tasikmalaya Jawa Barat: Suatu telaah Pemanfaatan Sumberdaya
Hayati Tumbuhan. Bandung: ITB.
Sumamihardja, A.
Suhandi. 1984.
Organisasi dan
Struktur Sosial Masyarakat Sunda. Jakarta: Girimukti Pasaka.
----------------.
1991.
Pola Hidup
Masyarakat Indonesia. Bandung: Fasa Unpad
----------------.1991/1992.
Kesenian,
Arsitektur Rumah dan Upacara Adat Kampung Naga Jawa Barat. Depdikbud Proyek
Pembinaan Media Kebudayaan Ditjen Kebudayaan.
Umsari, Oyon
Sofyan dkk. (1985/ 1986).
Bahasa Sunda
Kampung Naga. Depdikbud Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan
Daerah Jawa Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja, Kusnaka
dkk. 1984.
Sistem
Kepemimpinan di dalam Masyarakat Pedesaan
Daerah Jawa Barat. Depdikbud Ditjen Kebudayaan Direktorat Sejarah dan
Nilai Tradisional
------------------.
1986.
Kesadaran
Budaya Tentang Ruang Pada Masyarakat di Daerah Jawa Barat. Depdikbud Ditjen
Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional
Ahman
Sya,M,dkk. 2008.
Sejarah Kampung
Naga. Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat Balai
Pengembangan Kemitraan dan Pelatihan Tenaga Kepariwisataan.
Al-Bustomi,
Ahmad Gibson. Kamis, 30 Januari 2003.
Islam-Sunda
Bersahaja di Kampung Naga .Pikiran Rakyat,
Ayatrohaedi.
2002.
Kepemimpinan
Dalam Masyarakat Sunda Berdasarkan Naskah. Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional Bandung.
---------------
1987.
Masyarakat
Sunda Sebelum Islam: Data Naskah. Laporan penelitian untuk Lembaga Penelitian
Universitas Indonesia.
---------------
2001. Nganjang ka Kalanggengan. Makalah disampaikan pada Konferensi
Internasional Budaya Sunda. Bandung
Asal usul
Kebudayaan dan Perkembangan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Dirjen
Kebudayaan Depdikbud.
Djati Sunda,
Anis.2002. (Makalah)
Teuleu Tangtu
Kepemimpinan Tradisional Masyarakat Adat Urang Rawayan dan Pancer Pangawinan.
Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.
Danasasmita,
Saleh. 1984.
Rintisan
Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, 4 jilid. Bandung: Proyek Penerbitan
Sejarah Jawa Barat.
Danasasmita,
Saleh dan Anis Djatisunda. 1986.
Kehidupan
Masyarakat Kanekes. Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan
Sunda (Sundanologi) Ditjen Kebudayaan Depdikbud
Danasasmita,
Saleh dkk. 1987.
Sewakadarma,
Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung: Transkripsi dan Terjemahan.
Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi)
Ditjen Kebudayaan Depdikbud
Garna,
Judistira .1993.
Budaya Daerah
Sebagai Sumber Daya Dalam mengatasi arus modernisasi (makalah). Direktorat
Sejarah dan Nilai Tradisional Ditjen Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional. Depdikbud
Maria, Siti
dkk. 1995.
Sistem
Keyakinan pada Masyarakat Kampung Naga dalam Mengelola Lingkungan Hidup (Studi
tentang Pantangan dan Larangan). Jakarta : Proyek Pengkajian dan Pembinaan
Nilai-nilai Budaya Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Dirjen Kebudayaan
Murniatmo G. et
al. (1987).
Kehidupan
Sosial Budaya Orang Naga, Salawu Tasikmalaya Jawa Barat. Ditjen Kebudayaan
Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, Yogyakarta.
Maryaeni, 2005.
Metode
Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sucipto, Toto.
2005,
Masyarakat
Adat, Kampung Adat, dan Kampung Khas. Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional Bandung.
Suhandono, Soni
dkk. 1996.
Etnobotani
orang se-Naga - Tasikmalaya Jawa Barat: Suatu telaah Pemanfaatan Sumberdaya
Hayati Tumbuhan. Bandung: ITB.
Sumamihardja,
A. Suhandi. 1984.
Organisasi dan
Struktur Sosial Masyarakat Sunda. Jakarta: Girimukti Pasaka.
----------------.
1991.
Pola Hidup
Masyarakat Indonesia. Bandung: Fasa Unpad
----------------.1991/1992.
Kesenian,
Arsitektur Rumah dan Upacara Adat Kampung Naga Jawa Barat. Depdikbud Proyek
Pembinaan Media Kebudayaan Ditjen
Kebudayaan.
---------------.
1992/1993.
Umsari, Oyon
Sofyan dkk. (1985/1986).
Bahasa Sunda
Kampung Naga. Depdikbud Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan
Daerah Jawa Barat.
Diterbitkan
dalam Patanjala Volume 2, No 2 / Juni 2010
Pasca Maklumat Prabu Siliwangi yang menghebohkan, Tatanan Sunda yang Adi Luhung, Global & Universal dalam pengawalan Sistem Pajajaran tinggal cerita, tenggelam dan hanya menyisakan nama. Maklumat tersebut diantaranya berbunyi: “SEJAK HARI INI PAJAJARAN MENGHILANG DI ALAM KEHIDUPAN. HILANG STRUKTUR FISIK IBU KOTANYA, HILANG TATANAN NEGARANYA. PAJAJARAN TIDAK AKAN MENINGGALKAN JEJAK, KECUALI NAMA BAGI YANG MENAPAK TILAS”.
BalasHapusMaklumat yang dahsyat ini memberi pelajaran bahwa peradaban di masa Prabu Siliwangi, sudah sampai pada tingkat “reaktor atom” dimana EKSISTENSI FISIKAL dirubah menjadi EKSISTENSI ENERGI.
Fasca Maklumat ini TATANAN ADI LUHUNG SUNDA menghilang DISELAMATKAN OLEH SISTEM ILMU AGAR SELALU ORIGINAL & TIDAK TERKONTAMINASI dengan tatanan DESTRUKTIF.
Hingga suatu saat akan muncul “BUDAK ANGON” yang menemukan dan merekonstruksikannya kembali.
Dalam tatanan kehidupan Manusia, Sunda menganut Sistem Fitrah TRI TANGTU DI BUWANA.
TIGA KONSTRUKSI TATANAN MANUSIA SUNDA GLOBAL
(Teks di bawah ini dipetik dari situs Sajatining Angin) sbb:
1. TATANAN MANUSIA PARAHYANGAN.
Memiliki kompetensi; LUHUR, LUNGGUH, LUHUNG (harus terjelaskan secara sempurna).
Parahyangan adalah manusia MANUNGGALING DIRI YG TERKONEKSITAS BERSAMA ALAM RAYA SECARA NYATA, yang menjalankan amanah FILOSOFIS, IDEOLOGI, SPIRITUAL.
Parahyangan adalah MANUSIA YG MEMEGANG OTORITAS TERHADAP PAKEM DAN KEBIJAKAN BAGI PERWUJUDAN KESEMPURNAAN TATANAN KEHIDUPAN SUNDA DALAM CAKUPAN GLOBAL & UNIVERSE atau DUNIA & PASCA DUNIA.
MANUSIA PARAHYANGAN ADALAH MAJELIS AGUNG YG BERPUSAT DI PARAHYANGAN TENGAH.
2. TATANAN MANUSIA PAJAJARAN.
Memiliki kompetensi RAMA, RATU, RESI (harus terjelaskan secara sempurna).
Pajajaran adalah manusia PENYELENGGARA NEGARA yg menjalankan amanah STRATEGIS, TAKTIS, POLITIS
Tatanan Pajajaran adalah JAJARAN MANUSIA YG MENERIMA MANDAT DARI PARAHYANGAN, MENYANDANG AMANAH UNTUK MEWUJUDKAN KEADILAN & KESEJAHTERAAN UMAT MANUSIA DISELURUH DUNIA. PAJAJARAN ADALAH LEMBAGA FORMAL KENEGARAAN.
3. TATANAN MANUSIA SILIWANGI.
Memiliki kompetensi; TUHU, TULUS, TUKUH (harus terjelaskan secara sempurna).
Siliwangi adalah manusia KHALAYAK RAMAI KEBANGSAAN yg menjalankan amanah; SOSIAL, HUMANIS, PRAKTIS.
Siliwangi adalah manusia semesta dlm cakupan Bumi, atau SELURUH MANUSIA DI PERMUKAAN BUMI YG BERHAK MENDAPATKAN JAMINAN KEADILAN & KESEJAHTERAAN DLM HIDUP & KEHIDUPANNYA DARI PUSAT NEGARANYA MASING2.
semoga kita dapat memahami lebih dalam tentang PARAHYANGAN – PAJAJARAN – SILIWANGI
dalam konstruksi TATANAN SUNDA GLOBAL.
Teks TIGA KONSTRUKSI TATANAN MANUSIA SUNDA GLOBAL dipetik dari situs SAJATINING ANGIN, yang merupakan kesimpulan dari Ceramah Filsafat Spiritual dgn Narasumber Mandalajati Niskala.
Terima kasih.
Sandi Kaladia