Oleh: AM. Bambang Prawiro, MEI
Perkembangan ekonomi Syariah yang
semakin hari semakin tampak memunculkan fenomena baru khususnya pada sisi para
praktisinya. Jika pada awal kemunculannya ekonomi Islam diusung oleh
insan-insan yang konsisten dengan ajaran Islam, mereka mendasarkan aktifitas
ekonominya karena ideology
yang muncul dari kekuatan iman maka fenomena terkini menunjukan adanya
penurunan kualitas tersebut. Penurunan kualitas yang dimaksud adalah munculnya
praktisi ekonomi syariah yang bukan berasal dari rahim lembaga pendidikan
Islami atau bukan dari Islam itu sendiri. Hal ini menjadi sebuah konsekuensi
ketika ekonomi Islam semakin berkembang dan menggiurkan bagi seluruh pelaku
ekonomi maka siapa saja akan tertarik untuk mencicipi kelezatannya. Demikian
juga orang-orang di luar Islam yang menginginkan mendapatkan “keberkahan” dari
booming ekonomi Syariah ini.
Jika penurunan kualitas adalah karena
masuknya praktisi non-muslim yang terjun dalam ceruk bisnis ini tentu tidak
menjadi masalah. Mudah-mudahan mereka akan tertarik tidak hanya kepada ekonomi
syariah namun juga Islam sebagai agama yang komprehensif dan sempurna. Namun
fenomena yang terjadi dan sangat memprihatinkan adalah para praktisi ekonomi
syariah yang notabene adalah muslim namun mereka terjuan ke bisnis berbasis
syariah ini hanya sekadar mencari keuntungan keduniaan yang terkadang tidak
mempedulikan apa yang sebenarnya sedang mereka kerjakan.
Fenomena para praktisi ekonomi syariah
yang saat ini tampak seiring dengan perkembangan ekonomi syariah adalah
munculnya para pelaku ekonomi ini yang bukan didasarkan kepada ideology atau keimanan, namun
hanya didasarkan pada kebutuhan akan pekerjaan, mendapatkan keuangan yang mapan
atau hanya mengikuti trend pasar. Di antara fenomena yang merupakan
penyimpangan yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi syariah adalah:
1. Lemahnya
Tauhid.
Tauhid adalah pondasi dasar keimanan
seseorang, ia menjadi basis bagi pemahaman keagamaan bagi seluruh umat Islam.
Tauhid yang dimaksud adalah keyakinan hanya Allah saja yang berhak untuk
diibadahi, disembah, ditakuti, diharapkan dan segala hal harus dikembalikan
kepada takdirNya. Seorang prkatisi ekonomi syariah yang memahami tauhid dengan
benar akan berusaha untuk semaksimal mungkin setiap aktifitas dan tindakannya
adalah ditujukan hanya untuk Allah ta’ala saja, dalam bahasa lainnya yaitu “lillah”.
Khususnya dalam masalah aktiftas pekerjaannya sebagai seorang praktisi ekonomi
syariah, ia akan menyadari bahwa pekerjaannya bukan saja untuk memperoleh
materi namun lebih dari itu adalah melaksanakan hukum-hukum Allah ta’ala dalam
bentuk bisnis dan ekonomi. Seseorang yang memiliki tauhid yang kokoh akan
percaya bahwa setiap tindakannya akan senantiasa diawasi oleh Allah ta’ala
sehingga tidak ada waktu sedetikpun untuk berusaha melanggar syariahNya.
Sebagai contoh seorang yang memiliki
keyakinan tauhid yang kokoh tidak akan berani melakukan aktiftas ekonomi yang
melanggar nilai-nilai syariah, demikian pula ia tidak akan mau mencampur adukan
antara ekonomi ribawi dan ekonomi syariah. Ia tidak mau melakukan kegiatan yang
memberikan mudharat kepada dirinya sendiri dan juga bagi orang lain. Intinya
seorang praktisi yang bertauhid akan meyakini bahwa setiap tindakannya akan
dimintai pertanggunganjawab di akhirat.
Fenomena yang terjadi adalah bahwa para
praktisi ekonomi syariah masih menganggap bahwa pekerjaannya walaupun di bidang
ekonomi syariah tidak berkaitan langsung dengan tauhid, mereka menganggap bahwa
kerja ya kerja dan agama ya agama. Tentu saja ini adalah pemikiran sekuler yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang komprehensif di mana Islam tidak
membedakan apakah urusan bisnis dan agama.
Solusi yang bisa dilakukan adalah
mengadakan berbagai training keagamaan yang bisa meningkatkan keimana dan
ketauhidan para praktisi ekonomi syariah. Misalnya dengan kajian mingguan, atau
tarbiyah yang berkesinambungan.
2. Missing
link
Ada
hal yang sangat menarik dalam perkembangan ekonomi syariah khususnya para
praktisinya. Dari data yang ada menunjukan bahwa sebagian besar dari mereka
adalah hasil “karbitan” dalam arti mereka mengkikuti training, workshop atau
pelatihan tentang ekonomi Islam kemudian setelah selesai mereka langsung terjun
sebagai pelaku ekonomi syariah. Bukannya tidak bagus, namun dalam proses
tarbiyah maka ada sesuatu yang terputus dalam metode ini. Missing link yang
dimaksud adalah loncatan yang terlalu jauh dari praktisi ekonomi ribawi yang
berdasarkan riba harus langsung menuju ekonomi syariah yang bebas dari riba.
Hal ini hanya diperoleh dari pelatihan beberapa hari atau beberapa pekan. Tentu
saja hal ini berakibat kepada pemahaman yang tidak komprehensif bagi para
praktisi ekonomi syariah. Akibatnya mereka cenderung melaksanakan apa yang
menjadi materi dari pelatihan yang diikutinya tanpa lebih tahu secara mendalam
mengenai ekonomi syariah dari mulai dasar hukumnya, hikmah-hikmahnya hingga
tauhid yang menjadi pondasinya. Fenomena ini jika terus dibiarkan akan
mengakibatkan bangunan ekonomi syariah akan goyah, keropos dan bisa jadi akn
tumbang karenda pondasi dasarnya kurang kuat. Oleh karena itu maka pelatihan
bagi para praktis ekonomi syariah haruslah diawali dengan pemberian materi yang
menjadi penopang dari ekonomi syariah.
3. Inkonsistensi
dengan Fatwa DSN
Fenomena lainnya yang terjadi pada para
praktisi ekonomi syariah adalah usaha untuk mendapatkan keuntungan tanpa
melihat lagi status hukum yang telah diputuskan oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN). Pada beberapa kejadian praktisi ekonomi syariah tidak menggunakan fatwa
tersebut karena dianggap tidak menguntungkan secara bisnis, sementara sebagian
lainnya memanipulasi dan menafsirkan secara sepihak fatwa tersebut maksudnya
adalah fatwa yang telah dikeuarkan oleh DSN tidak dilaksanakan secara sempurna
sehingga pada beberapa produk yang mereka tawarkan ke nasabah sering sekali
menyimpang dari fata yang ada. Kondisi yang lebih parah adalah tidak
menggunakan fatwa DSN sebagai acuan pridu-produknya. Padahal ciri utama ekonomi
Islam adalah adanya fatwa DSN yang akan memberikan pedoman hukum apakah sebuah
akad transaksi itu sesuai dengan hukum Islam atau tidak. Bisa jadi pelanggaran
terhadap fatwa ini dikarenakan ketidakpahaman mereka terhadap ekonomi syariah
sehingga mereka menganggap tidak ada bedanya antara ekonomi ribawi dan ekonomi
syariah. Solusi yang bisa dilakukan adalah melakukan kembali sosialisasi dari
tugas dan wewenang DSN sehingga seluruh praktisi ekonomi syariah akan
memahaminya dan bisa melaksanakan setiap fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
4. Murtad
Profesi
Beberapa
praktisi ekonomi syariah masih menganggap bahwa tidak ada perbedaan antara
ekonomi syariah dengan ekonomi ribawi, sehingga fenomena murtad profesi
dianggap sesuatu yang lumrah dan bisa. Murtad profesi yang dimaksud adalah setelah beberapa lama
menjadi praktisi ekonomi syariah kemudian karena berbagai hal akhirnya ia
keluar dari perusahaan syariah tersebut dan menjadi pejabat pada sebuah lembaga
keungan ribawi. Hal ini tentu sangat disayangkan, apalagi kalau dilakukan oleh
pejabat setingkat manager atau kepala cabang. Kisah ini terjadi belum lama ini
di Jakarta di mana seorang manager lembaga keuangan syariah kemudian berpindah
menjadi pejabat sebuah lembaga keuangan ribawi. Bisa jadi hal ini karena dalam
benaknya tidak ada bedanya antara ekonomi syariah dengan ekonomi ribawi,
padahal sudah sangat jelas disebutkan dalam berbagai buku dan literature bahwa
keduanya berbeda antara hitam dengan putih atau bagaikan surga dan neraka.
Beberapa praktisi juga beralasan kepindahannya ke lembaga keuangan ribawi
adalah karena hukumnya darurat, tentu saja alasan ini tidak diterima
perkembangan ekonomi syariah sudah sangat memungkinkan bagi praktisi ekonomi
syariah untuk mencari pekerjaan pada bidang ini.
5. Jilbab
hanya seragam
Fenomena ini terjadi pada beberapa
praktisi ekonomi syariah khususnya yang perempuan, di mana mereka mengenakan
jilbab hanya ketika di kantor atau pada aktifitas yang dilakukan pada lembaga
keuangan syariah. Setelah selesai dari bekerja mereka akan membuka jilbabnya
karena menganggap itu adalah sebuah seragam kerja. Padahal ekonomi syariah
bukan hanya terletak pada jilbab atau pakaian yang dikenakan oleh para
praktisinya, lebih dari itu ia adalah system ekonomi rabbani yang ditetapkan
oleh ta’ala bagi seluruh umat manusia. Sehingga sangat salah sekali ketika ada
praktisi ekonomi syariah yang mengenakan jilbab ketika berada di kantornya
saja. Penyebab dari fenomena ini tentu saja ketidakpahaman mereka terhadap
Islam sehingga upaya untuk terus mentarbiyah mereka haru selalu dilakukan
secara berkesinambungan.
6. Kebiasaan
merokok
Majelis
Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa mengenai haramnya rokok bagi umat
Islam, sementara seluruh elemen ekonomi syariah telah bersepakat untuk tidak
memberikan pembiayaan kepada perusahaan rokok. Oleh karena itu jika masih
banyak praktisi ekonomi syariah yang merokok maka hal ini harus segera
diperbaiki. Walaupun ada beberapa ulama yang menyatakan hukum rokok adalah
makruh namun untuk kehati-hatian maka sudah selayaknya para praktisi ekonomi
syariah untuk meninggalkannnya.
7. Budaya
tidak Islami dalam kehidupan sehari-hari
Banyak sekali ketimpangan yang terjadi
pada para praktisi ekonomi syariah, masih banyak di antara mereka yang dalam
kehidupan sehari-hari tidak mencerminkan seorang mujahid ekonomi syariah. Dalam
kehidupan sehari-hari misalnya pesta pernikahan mereka masih suka dengan gaya
pernikahan ala barat atau eropa yang notabene bertentangan dengan nilai-nilai
Islam. Hal seperti ini pernah terjadi pada salah satu kepala cabang lembaga
keungan syariah terkemuka, ketika ia mengadakan pernikahan keluargnya pesta
pernikahannya dilaksanakan dengan gaya barat yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai Islam. Padahal sebagai seorang kepala cabang lembaga keuangan
syariah sangat tidak pantas ketika melaksanakan pesta pernikahan justru
bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Fenomena-fenomena tersebut tentu saja
tidak boleh dibiarkan, ia harus mulai diperbaiki sejak saat ini jika tidak maka
ekonomi syariah hanya sekadar kulit atau cangkang, sementara isinya yang sama
saja dengan ekonomi ribawi. Salah satu caranya adalah kembali memperbaiki SDM
ekonomi syariah yang ada saat ini dengan meningkatkan pengetahuan tentang agama
secara intensif dan dlanjutkan dengan hukum bisnis syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...