Sabtu, 15 Maret 2014

Gadai Tanah di Bogor

ABSTRAK

Praktek gadai tanah sudah lama dilakukan ditengah-tengah masyarakat Kabupaten Bogor. Praktek gadai tanah yang terjadi adalah seseorang yang membutuhkan dana/modal untuk pribadi atau keluarganya sebagai debitur datang kepada pihak kreditur sebagai pemilik modal. Uang pinjaman yang diberikan kreditur distandarkan dengan nilai harga emas. Debitur menyerahkan sawahnya sebagai jaminan kepada kreditur untuk diambil hasilnya sampai debitur mampu melunasi utangnya. Waktu pengembalian uang pinjaman tersebut tidak ada batasan waktu bahkan sampai mencapai puluhan tahun serta pelaksanaan akadnyapun hanya berdasarkan ijab kabul tanpa adanya saksi dan bukti tertulis. Lebih dari itu pihak krditur akan membeli tanah yang dijadikan jaminan kepada debitur dengan harga yang sangat murah jika debitur tidak sanggup mengembalikan uang yang dipinjamkan dengan harga tanahnyapun berada dibawah standar harga normal. Apabila pihak debitur meninggal dunia, maka tanah tersebut dikuasai sepenuhnya oleh kreditur dengan imbalan biaya yang sangat murah.
Akad semacam ini tentunya sangat merugikan salah satu pihak, khususnya debitur sebagai pemilik tanah, dan tanah yang dijadikan jaminan dimanfaatkan sepenuhnya oleh kreditur tanpa ada bagi hasil sedikitpun dengan debitur. Sampai pelaksanaan jual gadai/gadai tanah seperti itu dikatakan oleh  salah seorang pemikir Mesir M. Zuhailli , “Transaksi jual gadai/gadai tanah penuh mubadzir, uyub, banyak keprihatinan, kekurangan dan penuh problematika.” Hal inilah kirnya yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian lebih mendalam tentang praktek gadai tanah di Kabupaten Bogor untuk dibahas dan dianalisis lebih mendalam sekitar jaminan kepastian dan perlindungan hukum gadai tanah di tinjau dari hukum Islam.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field reaserch) yang dilaksanakan di Kabupaten Bogor khususnya di lima Desa yaitu Bantar Sari, Desa Bantar Jaya, Desa Rancasari, Desa Pasir Gaok, dan Desa Rancabungur. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah normatif yakni mengkaji data yang ada di masyarakat lima desa tersebut kemudian dianalisis berdasarkan norma-norma yang terkandung dalam Hukum Islam. Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan angket kepada masyarakat di lima Desa tersebut di Kabupaten Bogor dengan jumlah sampel perdesa sebanyak sepuluh orang. Selain dengan angket juga dilakukan interview khususnya kepada tokoh masyarakat, tokoh adat, para Kyai dan Asatidz yang mengerti dan memahami persoalan yang berkaitan dengan gadai tanah dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langung agar data serta informasinya lebih valid dan bisa dipertanggung jawabkan. Sampel yang dilakukan adalah dengan sampel random yaitu cara pengambilan data secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi yang dijadikan objek penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan praktek gadai tanah dilihat dari akadnya perlu dikaji kembali. Bagi pihak debitur, menggadaikan tanah karena adanya keperluan yang sangat mendesak. Bagi pihak kreditur yang seakan-akan telah menjadi rentenir dengan  mencari orang yang ingin menggadaikan tanahnya untuk memperbanyak keuntungan yang diambil kreditur. Sedangkan dalam pemanfaatan tanah gadaian, pihak kreditur telah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Karena adanya unsur eksploitasi dari pihak pemilik modal, dimana seharusnya akad tabarru’ lebih dikedepankan maka nilai maslahat dan keadilan akan tercipta.        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...