Selasa, 04 Maret 2014

Dosa Dai Islam

Oleh: Abdurrahman

Menyampaikan kebenaran adalah kewajiban bagi seluruh umat Islam, walaupun kewajiban ini berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan kemampuan dan kapasitas ilmu masing-masing. Seorang yang memiliki ilmu lebih dibanding yang lainnya tentu memiliki kewajiban lebih besar untuk menyampaikan kebenaran dibandingkan orang lainnya yang memiliki ilmu pas-pasan apalagi yang tidak memiliki ilmu. Apa jadinya jika orang yang tidak memiliki ilmu atau kurang ilmu menyampaikan kebenaran tersebut? bisa jadi yang terjadi adalah kebenaran yang bercampur dengan pendapat-pendapat pribadinya tanpa didasari oleh ilmu yang benar.
Fenomena penyampaian kebenaran oleh para dai Islam menarik untuk diperbincangkan, banyaknya bertebaran kelompok-kelompok dakwah tentu saja menambah marak suasana penyampaian kebeneran ini (baca dakwah). Satu sisi fenomena ini menggembirkan bagi umat Islam karena mereka akan mendapatkan pencerahan dari para dai tersebut, namun di sisi lain muncul pula kegamangan ketika dai tersebut ternyata memiliki ilmu yang kurang sehingga sering sekali menjustise suatu kebenaran sebagai miliknya sendiri. Seorang dai menganggap bahwa metode dakwah dan yang disampaikannya adalah yang lebih benar sehingga dengan mudah menyalahkan orang dan kelompok lainnya.
Realitas inilah yang terkadang membuat saya miris, prihatin dan khawatir. Kekhawatiran itu muncul sudah sejak lama, namun kembali terusik ketika mendengar beberapa stasiun radio dakwah yang menyampaikan tentang masalah khilafah. Dai di radio tersebut membahas tentang khalifah dan khilafah dengan penuh semangat dan antusias, sangat disayangkan ketika ia membahas tentang adanya kelompok lain yang memiliki pandangan berbeda tentang hal ini langsung menyalahkan dengan argument-argumennya. Tentu saja argumen yang dikemukakan oleh dai tersebut sangat subyektif, walaupun diambil dari al-Qur’an dan al-Sunnah.
Merasa dirinya paling benar yang kemudian diikuti oleh jamaahnya serta menyalahkan jamaah lain dalam suatu masalah adalah fenomena yang hingga saat ini terus berkembang. Hawa nafsu dan ashabiyah telah menjadikannya buta sehingga dengan mudah menyalahkan jamaah lainnya. Hawa nafsu diri yaitu merasa bahwa apa yang menjadi pendapatnya dengan menfasirkan ayat dan hadits dianggap paling benar sehingga yang berbeda dengannya adalah salah. Sementara fanatik golongan yaitu bangga dengan golongannya dan merasa perjuangan golongannya adalah yang paling benar dan menyalahkan metode golongan lain yang berbeda adalah sesuatu yang tidak bijak. Bagaimana mungkin merasa diri dan jamaahnya paling benar padahal hal tersebut merupakan masalah ijtihadiyah yang secara nash tidak disebutkan dengan qath’iy.
Maka, di antara dosa da’i Islam adalah tidak menjaga lisannya dari membicarakan kesalahan orang lain dan kelompok lain di luar dirinya. Padahal mereka adalah saudara kita sesama muslim, maka sangat tidak pantas ketika mencela mereka, menyalahkan apalagi sampai menyesatkannya. Sudah saatnya kita tidak lagi terkotak-kotak dalam jamaah dakwah yang justru akan membuat bingung umat. Kalaupun tidak bisa dihindarkan harus membuat jamaah maka sudah selayaknya untuk dengan mudah menyalahkan jamaah lainnya. Apalagi dalam masalah ijtihadiyah dan metode dakwah.
Mungkin masing-masing akan menyatakan bahwa ini bukan masalah ijtihadiyah atau metode dakwah, atau ini adalah masalah prinsip yang sudah jelas nash-nya dari al-Quran dan al-Sunnah. Serta argumentasi lainnya yang menguatkan pendapatnya masing-masing, maka saya katakana silahkan saja berargumentasi namuan jangan lupa bahwa orang yang anda salahkan juga memiliki argumentasi lainnya. Sehingga kebenaran yang mereka klaim masing-masing memiliki argument, solusinya adalah lebih mawas diri dan tidak langsung menyalahkan argument orang lain. Apalagi jika argument dirinya dan orang yang berbeda dengannya adalah masalah yang bersifat dzanny maka tidak layak untuk dengan mudah menyalahkan orang lain. Wallahu a’lam #ambp   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...