Kamis, 27 Maret 2014

Rukun Islam Ke-5 : Menunaikan Ibadah Haji

A.     Definisi Haji.

Al-Hajj ( الحج ) atau al-hijj ( الحج ), secara etimologi adalah al-qashd ( القصد ) yang berarti bermak-sud atau menyengaja. Secara umum berarti amal (perbuatan), dan terkadang pula berarti pelaksanaan (amal) secara berulang.
Sedangkan secara terminologi atau syar’I, haji( الحج )  adalah:

القصد إلى بيت الله الحرام لأداء أفعال مخصوصة نص عليها الكتاب العزيز و بينتها السنة المطهرة

Pergi dengan sengaja ke Baitullah Al-Haram (Ka’bah) untuk melaksanakan amalan-amalan tertentu yang telah digariskan dalam Al-Kitab dan dijelaskan secara rinci dalam As-Sunnah”
B.     Hukum Haji.
Haji hukumnya wajib bagi setiap muslim dan muslimah yang mampu melakukan perjalanannya. Haji hukumnya wajib berdasarkan Al-Kitab, As-Sunnah dan Al-Ijma’.
1.      Dari Al-Kitab.
Allah I berfirman:
“…..mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguh-nya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (QS. Ali ‘Imran (3): 97)
2.      Dari As-Sunnah.
Rasulullah r bersabda:
بني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله و أن محمدا رسول الله و إقام الصلاة و إيتاء الزكاة و حج البيت و صوم رمضان
Islam dibangun di atas lima dasar, yaitu: syahadat la ilaha illallah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan berpuasa di bulan Ramadhan” [1]
3.      Dari Al-Ijma’.
Maka ummat telah sepakat atas wajibnya haji bahkan termasuk salah satu rukun Islam yang lima dan orang yang mengingkari kewajibannya dihukumi sebagai orang kafir yang murtad dari Islam. Dan telah men-jadi ijma’ ulama bahwa haji yang wajib dikerjakan hanya satu kali seumur hidup, kecuali ada seorang muslim yang bernadzar untuk mengerjakannya, maka dia wajib menunaikan nadzar hajinya tersebut. Haji selanjutnya dihitung sebagai haji sunnah.
Abu Hurairah t berkata:
“Ketika Rasulullah sedang berkhutbah kepada kami, beliau bersabda:

يا أيها الناس إن الله كتب عليكم الحج فحجوا

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji kepada kalian, maka berhajilah!”
Tita-tiba ada seseorang yang berkata:
Apakah setahun sekali, wahai Rasulullah? Rasulullah diam hingga orang tersebut mengulangi per-tanyaannya hingga tiga kali, kemudian beliau bersabda:
لو قلت نعم لوجبت و لما استطعتم. ذروني ما تركتكم فإنما أهلك من كان قبلكم كثرة سؤالهم و اختلافهم على أنبيائهم، فإذا أمرتكم بسيء فأتوا منه ما استطعتم، و إذا نهيتكم عن شيء فدعوه
Kalau kujawab ya, tentunya wajib bagi kalian dan akhirnya kalian tidak akan ada yang sanggup mengerjakannya. Janganlah bertanya seperti itu terhadap apa yang kutinggalkan kepada kalian. Se-sungguhnya binasanya orang-orang sebelum kalian adalah karena mereka banyak bertanya kepada nabi mereka dan banyak menyelisihinya. Apa yang kuperintahkan kerjakanlah sesuai dengan kemam-puan kalian dan apa yang kularang maka tinggalkanlah” [2]
Ibnu ‘Abbas t berkata:
“Ketika Rasulullah sedang berkhutbah kepada kami, beliau bersabda:

يا أيها الناس كتب عليكم الحج

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya telah diwajibkan haji kepada kalian!”
Tita-tiba Al-Aqra’ bin Habis t berdiri seraya berkata:
“Apakah setahun sekali, wahai Rasulullah? Rasulullah r bersabda:
لو قلتها لوجبت و لو وجبت لم تعملوا بها و لم تستطيعوا، الحج مرة فمن زاد فهو تطوع
Kalau aku menjawabnya, tentunya wajib bagi kalian dan apabila wajib bagi kalian, tentunya tidak akan ada yang sanggup mengerjakannya. Kewajiban haji hanya satu kali (dalam seumur hidup), siapa yang ingin menambahnya maka itu adalah sunnah” [3]
C.     Keutamaan Haji.
Di antara keutamaan haji yang terdapat dalam hadits adalah:
1.      Rasulullah r bersabda:

من حج فلم يرفث و لم يفسق رجع من ذنوبه كيوم ولدته أمه

“Barangsiapa berhaji dengan tidak melakukan perbuatan (kata-kata) keji dan tidak berbuat maksiat, maka dia akan kembali suci dari noda dosa seperti ketika dilahirkan ibunya” [4]
2.      Rasulullah r bersabda:
العمرة إلى العمرو كفارة لما بينهما و الحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة
Dari ‘umrah ke ‘umrah adalah penghapus dosa di antara keduanya. Dan tidak ada balasan yang layak bagi haji mabrur kecuali surga” [5]
3.      Ketika ditanya tentang amalan yang paling utama, Rasulullah r bersabda:

إيمان بالله و رسوله. قيل: ثم قال؟ قال: ثم جهاد فى سبيل الله. قيل: ثم قال؟ قال: ثم حج مبرور

Iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Ditanyakan kepada beliau: Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: Kemudian jihad di jalan Allah. Kemudian beliau ditanya sekali lagi: Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: Kemudian haji mabrur” [6]
4.      Rasulullah r bersabda:
تابعوا بين الحج و العمرة فإنهما ينفيان الفقر و الذنوب كما ينفي الكير خبث الحديد الذهب و الفضة و للحجة المبرورة ثواب إلا الجنة
Ikutilah (dengan amal shalih) antara haji dan ‘umrah karena keduanya dapat menghilangkan keme-laratan dan noda dosa sebagaimana pedupaan yang dapat menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada balasan yang layak bagi haji mabrur kecuali surga” [7]
D.     Syarat Wajib Haji.
Syarat wajib haji adalah:
1.      Islam.
2.      Baligh.
3.      Berakal.
4.      Merdeka. [8]
5.      Mampu atau berkesanggupan.
Allah I berfirman:
“…..mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (QS. Ali ‘Imran (3): 97)
E.     Rukun Haji.
Rukun haji ada empat yaitu:
1.      Ihram.
2.      Wuquf di ‘Arafah.
3.      Thawaf.
4.      Sa'i.
Apabila salah satu rukun tersebut ditinggalkan, maka batal hajinya.

RUKUN PERTAMA: IHRAM


A.     Definisi Ihram.
Ihram adalah niat untuk mengerjakan ibadah (yaitu ibadah haji ataupun ‘umrah). Niat ihram adalah ber-samaan dengan saat ketika menanggalkan pakaian biasa (diganti dengan mengenakan pakaian ihram) dan talbiyah (seruan labbaika allahumma labbaik).
Ihram ada tiga macam, yaitu:
1.      Tamattu’.
Yaitu seorang muslim berihram untuk ‘umrah pada bulan-bulan haji dan ketika sampai di Mekkah, maka kemudian dia thawaf dan sa'i untuk ‘umrah serta mencukur (gundul) atau memendekkan rambut. Ketika da-tang hari tarwiyah (8 Dzu Al-Hijjah), maka dia ihram untuk haji dan mengerjakan semua amalan-amalan lainnya dan membayar denda apabila dia tidak dapat hadir di Al-Masjid Al-Haram.
2.      Qiran.
Yaitu seorang muslim berihram untuk ‘umrah dan haji sekaligus dari miqat yang telah ditentukan atau pertama kali ihram untuk ‘umrah kemudian ihram untuk haji sebelum thawaf. Ihramnya terus berlangsung hingga melempar jumrah pada hari ‘id dan mencukur atau memendekkan rambutnya. Dia wajib membayar denda sebagaimana haji tamattu’.
3.      Ifrad.
Yaitu seorang muslim berihram untuk haji dan ihramnya terus berlangsung hingga selesai melempar jum-rah pada hari ‘id kemudian mencukur atau memendekkan rambut. Dan dia tidak dikenakan denda.
B.     Wajib Ihram.
Wajib ihram adalah amalan-amalan yang apabila salah satunya ditinggalkan, maka pelakunya wajib me-nyembelih hewan atau puasa sepuluh hari apabila tidak mampu menyembelih hewan. Yang termasuk wajib ihram adalah:
1.      Ihram dari miqat (tempat berhenti sebentar).
Rasulullah r telah menentukan tempat-tempat yang tidak boleh dilanggar oleh setiap orang yang akan haji atau ‘umrah ke Mekkah ketika sedang ihram. Tempat-tempat tersebut adalah:
a.       Dzu Al-Hulaifah, yang sekarang dikenal dengan nama Bir ‘Ali, yaitu miqat bagi penduduk Madinah dan orang-orang yang melalui jalurnya, baik jalur darat maupun udara.
b.      Al-Juhfah, kampung tradisional di tepi pantai yang sudah tidak dapat dikenali lagi. Dan sebagai ganti-nya adalah Rabigh, yaitu miqat bagi penduduk Mesir dan Syam serta orang-orang yang melalui ja-lurnya, baik jalur darat, laut maupun udara.
c.       Yalamlam, sebuah gunung yang sekarang dikenal dengan nama As-Sa'diyah, yaitu miqat bagi pendu-duk Yaman dan orang-orang yang melalui jalurnya.
d.      Qarn Al-Manazil, yang sekarang dikenal dengan nama As-Sa'il, yaitu miqat bagi penduduk Najd dan orang-orang yang melalui jalurnya, baik jalur darat maupun udara.
e.       Dzatu ‘Irq, yaitu miqat bagi penduduk Irak dan orang-orang yang melalui jalurnya, baik jalur darat maupun udara.
f.       Adapun orang-orang yang tempat tinggalnya selain dari miqat-miqat di atas dan lebih dekat ke arah Mekkah, maka miqat ihram untuk haji dan ‘umrahnya adalah dari rumahnya. Kecuali bagi yang ting-gal di Mekkah, maka ia harus keluar ke Al-Hill untuk ihram ‘umrah, sedangkan untuk haji maka ih-ramnya dari Mekkah.
Ibnu Abbas t berkata:
“Rasulullah telah menetapkan Dzu Al-Hulaifah bagi penduduk Madinah, Al-Juhfah bagi penduduk Syam, Qarn Al-Manazil bagi penduduk Najd dan Yalamlam bagi penduduk Yaman. Itu adalah miqat mereka dan bagi orang-orang yang haji dan ‘umrah melalui jalur mereka namun tidak termasuk pen-duduknya. Sedangkan bagi orang-orang selain mereka, termasuk penduduk Mekkah maka miqatnya adalah dari rumahnya” [9]
Tambahan:
Selain miqat-miqat yang telah disebutkan yaitu miqat makani, bagi orang yang haji masih ada miqat yang lain yaitu miqat zamani.
Miqat zamani adalah bulan-bulan haji yang telah disebutkan Allah I dalam firman-Nya:
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi…..” (QS. Al-Baqarah (2): 197)
Yaitu bulan Syawwal, Dzu Al-Qa’dah dan sepuluh hari di bulan Dzu Al-Hijjah. Kalau seandainya ada seseorang yang ihram sebelum bulan-bulan tersebut, maka tidak sah ihramnya. Sebaliknya, kalau seandainya di ihram dan wuquf di ‘Arafah sebelum terbit fajar pada malam 10 Dzu Al-Hijjah, maka sah hajinya.
2.      Melepas jahitan.
Yaitu melepaskan pakaian, baju, msntel, ‘imamah (sejenis peci), topi, khuff (semacam sepatu boot), jaurab (kaus kaki) dan pakaian-pakaian yang terkena wewangian.
Rasulullah r bersabda:

لا يلبس المحرم القميص و لا العمامة و لا السراويل و لا البرنس و لا ثوبا مسه ورس و لا زعفران و الخفين إلا أن يجد نعلين فيلبس الخفين و ليقطعهما حتى يكونا أسفل من الكعبين

Orang yang ihram tidak boleh memakai gamis, ‘imamah, celana panjang, mantel, pakaian yang terkena wewangian dan khuff. Kecuali orang yang tidak memiliki sandal, maka dia boleh memakai khuff yang telah dipotong hingga tidak melebihi mata kaki” [10]
Sedangkan bagi wanita, maka iapun harus melepaskan sesuatu yang menutupi wajah dan kedua telapak tangannya. Namun dia boleh memakai khimar (penutup wajah) ketika melewati laki-laki yang bukan mah-ramnya.
Rasulullah r bersabda:

لا تنتقب المرأة و لا تلبس القفازين

“Seorang wanita (yang sedang ihram) tidak boleh memakai penutup wajah dan sarung tangan” [11]
C.     Sunnah Ihram.
1.      Mandi ihram, termasuk juga bagi wanita haidh dan nifas.
Rasulullah r bersabda:
إن النفساء و الحائض تغتسل و تقضي المناسك كلها غير أنها لا تطوف بالبيت حتى تطهر
Sesungguhnya wanita nifas dan haidh harus mandi dan tetap mengerjakan seluruh manasik haji, kecuali thawaf karena dia harus menunggu suci (dari haid dan nifas)nya” [12]
2.      Memakai kain sarung ihram dan rida’ (semacam selendang) yang berwarna putih bersih.
Ibnu ‘Abbas t berkata:
Rasulullah pergi meninggalkan Madinah setelah menyisit rambut dan memakai wewangian serta memakai kain sarung dan rida’nya. Dan hal ini diikuti pula oleh para shahabat” [13]
3.      Memotong kuku, memendekkan kumis, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan berdasarkan contoh perbuatan Rasulullah r. Hal ini dikarenakan ihram membutuhkan waktu yang cukup lama hingga tidak jarang rambut-rambut tersebut bertambah panjang, padahal saat itu dilarang untuk dicukur ataupun dipendekkan.
4.      Memperbaharui niat ihram ketika selesai shalat fardhu dan shalat sunnah.
5.      Talbiyah setelah niat, yaitu dengan mengucapkan:
لبيك اللهم لبيك، لبيك لا شريك لك لبيك، إن الحمد و النعمة لك و الملك لا شريك لك
“Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, dan aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu, Yang tiada sekutu bagi-Nya, dan aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian dan nikmat serta kerajaan adalah milik-Mu, yang tiada sekutu bagi-Mu"
Seorang laki-laki membacanya dengan keras, sedangkan bagi seorang wanita maka membacanya sekedar bacaan yang dapat didengar oleh orang yang berada di sampingnya. Disunnahkan untuk mengulang-ulang dan memperbanyak talbiyah, kemudian berdoa dan bershalawat kepada Nabi r sesudahnya.
D.     Larangan Ihram.
1.      Membuang rambut kepala dan rambut pada bagian tubuh lainnya, baik dengan mencukur, memotong atau dengan cara lainnya.
2.      Memotong kuku jari tangan dan kaki.
3.      Menutupi kepala dengan penutup yang melekat atau menempel (seperti topi dan lainnya, sedangkan pa-yung tidak mengapa).
4.      Memakai sesuatu yang berjahit, yaitu sesuatu yang memisahkan bagian-bagian anggota badan meskipun tidak berjahit, seperti jubbah, celana dalam dan lainnya.
5.      Memakai wewangian setelah niat ihram, baik di baju, badan dan tempat lainnya.
Siapa yang mengerjakan salah satu dari lima larangan haji yang tersebut di atas, maka dia harus memba-yar denda berupa puasa tiga hari atau memberi makan 6 orang faqir-miskin dan untuk masing-masingnya diberikan satu mud gandum atau dengan menyembelih kambing.
Allah I berfirman:
“Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban” (QS. Al-Baqarah (2): 196)
6.      Membunuh binatang darat yang halal.
Allah I berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram” (QS. Al-Maaidah (5): 95)
Dan siapa yang membunuhnya karena kesengajaan, maka balasannya setimpal dengan yang dibunuhnya yaitu dengan menyembelih seekor kambing.
Allah I berfirman:
“Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti de-ngan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya” (QS. Al-Maaidah (5): 95)
Atau dengan mengeluarkan yang senilai dengannya seperti dengan makanan yang dibagi-bagikan kepada faqir-miskin atau dengan berpuasa. Hal ini apabila dapat ditemui hewan sembelihan, namun apabila sulit ditemukan maka dia dapat mengganti dengan uang yang senilai dengannya, atau dengan memberikan makan kepada fakir miskin atau berpuasa.
7.      Melakukan sesuatu yang dapat menjurus kepada jima’ seperti merayu, mencium dan sebagainya.
Allah I berfirman:
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya da-lam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji” (QS. Al-Baqarah (2): 197)
Adapun jima’, maka dia dapat membatalkan haji dan wajib bagi seorang yang sedang berihram apabila telah mengerjakannya untuk meneruskan dan menyempurnakan hajinya dan dia wajib menyembelih kam-bing serta mengqadha’nya pada tahun yang lain.
Umar bin Al-Khaththab t, Ali bin Abi Thalib t dan Abu Hurairah t pernah ditanya tentang seseorang yang berjima’ padahal sedang ihram haji, maka mereka berkata:
Kedua-duanya (suami-istri) harus meneruskan dan menyelesaikan hajinya hingga selesai dan harus menyembelih hewan dan tetap berhaji di tahun yang akan datang” [14]



[1] HR. Al-Bukhari dan Muslim.
[2] HR. Muslim.
[3] HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan lainnya dengan sanad shahih.
[4] HR. Al-Bukhari dan Muslim.
[5] HR. Al-Bukhari dan Muslim.
[6] HR. Al-Bukhari dan Muslim.
[7] HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasa’i dengan sanad shahih.
[8] Dalil syarat No. 1-4 dapat dilihat kembali dalam pembahasan tentang shalat dan puasa.
[9] HR. Al-Bukhari dan Muslim.
[10] HR. Al-Bukhari dan Muslim.
[11] HR. Al-Bukhari.
[12] HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan sanad shahih.
[13] HR. Al-Bukhari.
[14] HR. Malik dalam al-Muwaththa’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...