Rabu, 10 Juni 2015

SDM Syariah Menyambut Ramadhan Berkah II

Dr. Abdurrahman MBP, MEI

C. Ramadhan Penuh Berkah
Keberkahan bulan Ramadhan sudah sering kali kita dengar, gaungnya membahana ketika ia tiba. Sambutan atas kehadirannya sudah ada sejak dahulu kala, semakin dekat masanya semakin terasa betapa ia membawa keberkahan yang tidak ada di bulan lainnya. Hal utama yang menjadikan Ramadhan penuh keberkahan adalah karena padanya umat Islam diwajibkan untuk berpuasa. Allah ta’ala berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu… QS. Al-Baqarah: 185.  
Ayat sebelumnya adalah yang paling masyhur pada umat Islam yaitu firmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. QS. Al-Baqarah: 183.
Puasa di bulan Ramadhan juga disebutkan secara jelas dalam sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ.
Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khattab radiallahuanhuma dia berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda : Islam dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan. HR. Muslim.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai keberkahan Ramadhan, terlebih dahulu kite mengkaji mengenai asal nama bulan Ramadhan. Ada beberapa pendapat menegani asal nama bulan ini; Pendapat pertama menyatakan bahwa dinamakan Ramadhan karena “Turmadhu (تُرمَضُ) fiihidz Dzunuub” yang bermakna pada bulan ini dosa-dosa manusia dibakar, apabila dikatakan الرَّمْضَاءُ شِدَّةُ الْحُرِّ (ar-ramdhaa’i) maknanya adalah panas yang sangat. Pendapat kedua menyatakan bahwa dinamakan Ramadhan karena orang-orang Arab ketika mentransfer nama-nama bulan dari bahasa kuno, mereka menamakan bulan-bulan itu berdasarkan realita dan kondisi yang terjadi ketika zaman itu. Lalu secara kebetulan bulan ini jatuh tepat pada cuaca yang panas membakar, maka dinamakan bulan ini dengan nama Ramadhan. Hal ini sebagaimana nama-nama bulan lainnya dalam khazanah Arab.
Keberkahan Ramadhan sangatlah banyak, ia memiliki berbagai amalan yang hanya bisa dilakukan di bulan ini saja tidak di bulan lainnya. Ayat dan hadits yang menunjukan tentang keberkahan, kemuliaan dan keutamaannya juga sangat banyak. Beberapa keberkahan dari Ramadhan diantaranya adalah; Keberkahan pertama, adalah bahwa puasa Ramadhan merupakan penyebab terampuninya dosa-dosa dan terhapusnya berbagai kesalahan. Sebagaimana hadits yang terdapat dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala (dari Allah Subhanahu wa Ta’ala), niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. HR. Bukhari dan Muslim.
Rasulullah bersabda dalam riwayat lainnya;
اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرَ.
Shalat fardhu lima waktu, shalat Jum’at ke Jum’at berikutnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan di antara masa tersebut seandainya dosa-dosa besar dijauhkannya. HR. Muslim
Keberkahan kedua, pada bulan ini terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, yaitu malam lailatul Qadar. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ ..لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. QS. Al-Qadr: 2-3.
Berdasarkan ayat ini maka para ulama sepakat bahwasanya malam lailatul qadar terjadi pada bulan Ramadhan khususnya pada sepuluh hari terakhir.
Keberkahan ketiga, yaitu dibukanya pintu-pintu surga dan ditutupnya pintu-pintu neraka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ.
Apabila Ramadhan datang maka pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup dan syaitan-syaitan dibelenggu. Sedangkan dalam riwayat an-Nasai dan Imam Ahmad terdapat tambahan: “Telah datang kepadamu Ramadhan, bulan yang penuh barakah.”
Penjelasan dari hadits ini adalah bahwa pada bulan Ramadhan pintu-pintu kebaikan akan dibuka, sebaliknya pintu-pintu keburukan akan ditutup. Secara keimanan bahwa rahmat Allah pada bulan ini sangat melimpah hingga pahala amal-amal di dalamnya dilipatgandakan sesuai dengan kehendakNya.
Keberkahan keempat, adalah kaum Muslimin dapat meraih banyak keutamaan dan manfaat puasa yang bersifat ukhrawi maupun duniawi, di antaranya yaitu menambah ketakwaan. Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. QS. Al-Baqarah: 183.
Tujuan dari puasa dalam ayat ini adalah ketakwaan yang terus meningkat pada diri umat Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu:
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ.
Puasa itu adalah perisai, jika suatu hari salah seorang di antara kalian dalam keadaan berpuasa, maka hendaknya dia tidak berkata kotor dan berteriak-teriak. Jika seseorang mencela dan mencacinya, hendaknya ia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa. HR. Bukhari dan Muslim.
Makna perisai dalam riwayat ini adalah ia (puasa) akan memelihara pelakunya dari adzab Neraka pada hari Kiamat, puasa memeliharanya dari hawa nafsu dan kemungkaran dalam kehidupan dunianya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah membimbing orang yang berpuasa untuk meninggalkan perkataan kotor dan keji, perbuatan-perbuatan yang buruk serta meninggalkan emosi kemarahan. Akhlak pelaku puasa yang mulia ini akan membantunya meraih derajat takwa.
Keberkahan kelima, Pelipatgandaan pahala, hal sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam:   
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ...
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku. Akulah yang akan mengganjarnya... HR. Bukhari.
Imam Muslim membawakan pula riwayat yang semakna, di mana Rasulullah bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي.
Setiap amal yang dilakukan anak Adam akan dilipatgandakan. Satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Lalu Allah Azza wa Jalla berfirman, “Kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang memberi ganjarannya. Orang yang berpuasa meninggalkan syahwat dan makannya demi Aku semata. HR. Muslim.
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Firman Allah Ta’ala yang menyatakan, ‘Dan Aku-lah yang memberi ganjarannya,’ merupakan penjelasan yang nyata tentang kebesaran karunia Allah dan melimpahnya balasan pahala-Nya karena sesungguhnya orang yang mulia dan dermawan jika mengabarkan bahwa dia sendiri yang akan menanggung balasannya, ini menunjukkan betapa besar kadar balasan yang dia persembahkan dan betapa luas pemberian yang Dia berikan.  
Keberkahan keenam, Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih baik di sisi Allah Ta’ala daripada wangi minyak kesturi. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:  
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ.
Demi Rabb yang jiwa Muhammad (berada) di tangan-Nya, sungguh bau mulut seorang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada wangi minyak kesturi. HR. Bukhari dan Muslim.
Makna Al-khaluuf dalam hadits ini adalah perubahan bau mulut sebagai akibat dari puasa. Namun hal ini ternyata baik di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahkan disukai-Nya. Hal ini menunjukkan betapa agung perkara puasa di sisi Allah Ta’ala. Sampai-sampai sesuatu yang menurut manusia dibenci dan dianggap jijik, ternyata di sisi Allah merupakan sesuatu yang disukai. Karena hal tersebut dibangun di atas sendi puasa yang merupakan implementasi dari ketaatan kepada Allah.
Keberkahan keenam, yaitu Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa itu mendapatkan dua kebahagiaan. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ.
Bagi orang yang berpuasa itu ada dua kebahagiaan, berbahagia pada saat dia berbuka, berbahagia dengan puasanya itu dan pada saat ia berjumpa Rabb-nya. HR. Muslim.
Keberkahan ketujuh, yaitu pengistimewaan terhadap orang-orang yang berpuasa dengan masuknya mereka ke dalam Surga lewat pintu khusus yang bernama ar-Rayyaan. Dalilnya adalah hadits Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ."
Sesungguhnya di Surga itu ada sebuah pintu yang disebut ar-Rayyaan. Pada hari Kiamat nanti orang-orang yang suka berpuasa akan masuk Surga lewat pintu itu. Tidak ada seorang pun selain mereka yang diperkenankan (untuk masuk Surga) lewat pintu itu. HR. Bukhari dan Muslim.
Keberkahan kedelapan, yaitu besarnya keutamaan amal shalih yang dilakukan dalam bulan ini, dan besarnya motivasi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memacu kaum Muslimin beramal shalih pada bulan ini. Di antara amal shalih yang dimaksud adalah sebagai berikut; Pertama : Qiyaamul lail. Sebagaimana riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi motivasi (kepada para Sahabat) untuk mendirikan qiyaam Ramadhaan (shalat malam Ramadhan) tanpa menyuruh mereka dengan paksaan. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
Barangsiapa yang mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala (dari Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. HR. Bukhari. 
Setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal sekalipun, ibadah ini terus berlanjut. Dan terus berlanjut pada masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq dan permulaan masa kekhalifahan ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat Tarawih bersama Sahabat-Sahabat beliau Radhiyallahu anhum, kemudian beliau meninggalkannya lantaran khawatir kaum Muslimin menganggap wajib hukumnya shalat tersebut. Kemudian ‘Umar bin al-Khaththab berinisiatif untuk mengumpulkan orang-orang di masjid menunaikan shalat Tarawih.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat sungguh-sungguh dan giat dalam beribadah serta berdo’a pada sepuluh malam terakhir (al-‘asyrul awaakhir) dari bulan Ramadhan.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي الله عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ.
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila memasuki sepuluh hari (yang terakhir di bulan Ramadhan), beliau menghidupkan malam, membangunkan keluarganya dan mengencangkan kainnya. HR. Bukhari dan Muslim.
Keberkahan lainnya yaitu dilipatgandakannya pahala shadaqah pada bulan ini, Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu nahuma berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيْلُ كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيْحِ الْمُرْسَلَةِ.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan dalam kebaikan. Dan beliau lebih dermawan lagi ketika di bulan Ramadhan pada saat Jibril menemuinya. Maka pada saat Jibril menemuinya, ketika itulah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan dalam kebaikan dari pada angin yang berhembus. HR. Bukhari dan Muslim.
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini adalah anjuran untuk memperbanyak berderma dan bersedekah, lebih-lebih lagi dalam bulan Ramadhan yang penuh barakah ini.
Keutamaan membaca al-Qur’an pada bulan Ramadhan dan pahala yang berlipat ganda, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mengulang-ulang hapalannya bacaan al-Qur-annya bersama Jibril, satu kali di setiap Ramadhan. Sebagaimana yang tertera dalam hadits Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma. Dalam hadits itu disebutkan:
وَكَانَ جِبْرِيْلُ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِيْ رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْآنَ.
Jibril menemuinya setiap malam pada bulan Ramadhan hingga terbaring. Saat itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan hapalan bacaan al-Qur-annya pada Jibril. HR. Bukhari dan Muslim.
Para Salafush Shalih Radhiyallahu anhum memperbanyak bacaan al-Qur-annya di dalam shalat maupun pada kesempatan lainnya.
Selanjutnya adalah ibadah khas di akhir Ramadhan yaitu Al-I’tikaaf, ia berupa berdiam diri di masjid untuk beribadah dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-i’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Dalam hadits ‘Aisyah Radhiyallahua anhuma disebutkan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.
Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, (amalan ini terus dilakukannya-pent) hingga Allah mewafatkannya. Kemudian istri-istri beliau meneruskan amal ber-i’tikaf sepeninggalnya. HR. Bukhari dan Muslim.
Tidak diragukan lagi bahwa i’tikaf akan membantu pelakunya berkonsentrasi untuk melakukan ibadah dan bertaqarrub kepada Allah Jalla wa ‘Alaa. Lebih lagi pada saat-saat yang dimulia-kan, seperti bulan Ramadhan atau sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.
Ibadah selanjutnya yang memiliki nilai berlipat ganda adalah Umrah di bulan Ramadhan, dasarnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang wanita Anshar yang tidak sempat melaksanakan haji bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَاعْتَمِرِي فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً.
Apabila datang bulan Ramadhan, maka laksanakanlah ‘umrah kamu, sesungguhnya ‘umrah pada bulan Ramadhan nilainya setara dengan Haji. Dalam riwayat lain disebutkan: (‘Umrah pada Ramadhan itu) dapat menggantikan Haji atau menggantikan Haji bersamaku. HR. Bukhari dan Muslim.
Maksudnya, nilai pahala ‘umrahnya wanita Anshar menyamai nilai pahala ber-Haji, bukannya ‘umrah tersebut dapat menggantikan kedudukan hukum wajibnya Haji, sehingga dapat menggugurkan hukum wajibnya haji tersebut, bukanlah demikian.
Keberkahan kesembilan, adalah banyak peristiwa-peristiwa besar nan mulia yang terjadi di bulan ini. Sesungguhnya dari sekian banyak peristiwa penting yang terjadi di bulan yang penuh berkah ini, maka peristiwa yang paling fenomenal dan sangat bermanfaat untuk ummat manusia adalah peristiwa turunnya al-Qur-an al-Karim. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)... QS. Al-Baqarah: 185.
Sedangkan di antara peristiwa fenomenal lainnya yang sarat manfaat, adalah sebagai berikut: Pertama, Perang Badar Kubra, yang dinamakan sebagai yaumul Furqaan (hari Pembeda). Pada hari itu Allah memisahkan dan membedakan antara kebenaran dan kebathilan. Maka, ketika itu, kelompok minoritas yang beriman meraih kemenangan atas kelompok besar yang kafir yang jauh lebih unggul dalam hal kuantitas pasukan dan perbekalan. Peristiwa ini terjadi pada tahun kedua Hijriyyah. Kedua, Futuh Makkah. Sesungguhnya Allah telah memberi nikmat besar pada kaum mukminin dengan futuh (penaklukan) yang penuh barakah ini. Orang-orang secara berbondong-bondong masuk ke dalam Islam, lalu jadilah Makkah sebagai Daarul Islam (negeri Islam), setelah sebelumnya menjadi pusat kesyirikan orang-orang musyrik. Peristiwa ini terjadi pada tahun kedelapan Hijriyah. Ketiga, Perang Hiththin pada tahun 584 H. Dalam peperangan ini kaum Salibis mengalami kekalahan yang telak. Dan Shalahuddin al-Ayubi meraih kemenangan-kemenangan besar, lalu mengembalikan hak-hak kaum muslimin dan merebut kembali Baitul Maqdis. Keempat, Peperangan ‘Ain Jaluut. Inilah peperangan sengit yang diakhiri dengan kemenangan bagi kaum muslimin atas pasukan Tartar. Peperangan ini terjadi pada tahun 658 Hijriyyah.

D. SDM Syariah Menyambut Ramadhan Penuh Berkah
SDM Syariah sebagai pribadi-pribadi muslim yang komitmen dengan Islam dan seluruh syariahnya, haruslah menyambut bulan penuh keberkahan ini dengan penuh kebahagiaan. Keimanan kepada Allah ta’ala dan rasulNya menjadikannya yakin bahwa bulan mulia ini adalah masanya untuk melakukan berbagai aktifitas ibadah dalam makna seluas-luasnya.
Perasaan bahagia menyambut datangnya Ramadhan adalah salah satu dari bukti keimanan seseorang. Sehingga jika ketika Ramadhan tiba, namun tida ada rasa bahagia dalam diri kita, maka berhati-hatilah karena bisa jadi keimanan kita mengalami reduksi. Hal yang bisa dilakukan adalah introspeksi diri, mengingat kembali hal-hal yang telah kita lakukan pada Ramadhan yang lalu dan menyiapkan diri untuk mengisi Ramadhan tahun ini dengan penuh kesungguhan dalam beribadah kepadaNya.
Korelasinya dengan pekerjaan, maka sejatinya SDM Syariah meyakini bahwa kerja yang ia lakukan adalah bagian dari ibadah. Sehingga tidak ada alasan baginya untuk bermalas-malasan ketika Ramadhan tiba. Sebaliknya merujuk pada peristiwa-peristiwa di masa lalu di bulan mulia ini, maka sejatinya kehadiran Ramadhan adalah kawah candradimuka bagi para pekerja muslim. Ia adalah bulan untuk mengukir prestasi, memperoleh target pemasaran tertinggi, target produksi maksi dan efektifitas kerja yang optimal. Puasa bukanlah alasan untuk menurunkan produktifitas kerja, apalagi hingga bermalas-malasan karena alasan puasa.

E. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai SDM Syariah menyongsong Ramadhan penuh berkah maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan:
Pertama, Sumber Daya Manusia (SDM) Syariah adalah setiap muslim yang mendasarkan seluruh aktifitas kerjanya berdasarkan nilai-nilai Syariah Islam. Ia yakin bahwa Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur sleuruh sendi kehidupan termasuk dalam masalah pekerjaan.
Kedua, Ramadhan adalah bulan penuh keberkahan karena di dalamnya terdapat berbagai ibadah khas yang tidak ada di bulan lainnya. Pahala ibadah pada bulan ini juga memiliki kekhasan karena akan dilipatgandakan oleh Allah ta’ala.
Ketiga, SDM Syariah dalam menyambut bulan penuh berkah ini adalah dengan introspeksi diri yaitu menguatkan keimanan dan ketakwaan melalu berbagai amal ibadah yang dapat dilakukan menjelang, selama dan setelah bulan Ramadhan. Selanjutnya aplikasi dari keyakinan tersebut dalam karya nyata yaitu aktifitas kerja yang selayaknya memiliki kuantitas dan kualitas yang lebih dari bukan-bulan biasanya. Hal ini karena kerja dalam Islam adalah bagian dari ibadah, sehingga semakin ia banyak kerja semakin pula pahala akan didapatkannya.

Bahan Bacaan
Abu Adbillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr al-Qurthubi, al-Jami’ al-Ahkam al-Qur’an Juz 19, Beirut: Muasasah al-Risalah, 2006.
Abu al-Qasim al-Husain bin Muhammad al-Raghib al-Ashfahani, al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, Beirut: Daar al-Ma’rifah, tt.     
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir al-Qurthubi Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ayi al-Qur’an, Kairo: Maktabah Ibnu Taimiyah, tt.
Abu Sinn, Ibrahim. 2006. Manajemen Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Greer, Charles R. Strategy and Human Resources: a General Managerial Perspective. New Jersey: Prentice Hall, 1995.
Hasbi Ash-Shidieqy, Pengantar hukum Islam, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra , 2001.
Ibnu Mandzur, Lisaan al-Arab
M. Ali Hasan, Perbandingan Madzhab, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 1995.
Manna' Khalil al-Qathan, At-Tasyri' Wa Al-Fiqhi fi Al-Islam Tarikhan wa Manhajan, Mesir : Maktabah Wahbah, 2001.
Muhammad bin Ya’qub Al-Fairuz Abady, Al-Qamus al-Muhith.
Prawiranegara, Sjafruddin. 1966. “Peran Agama dan Moral” dalam Pembangunan Masyarakat dan Ekonomi Indonesia, Djakarta. Jakarta: Bulan Bintang.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...