Minggu, 23 Agustus 2020

Clustering Pekerjaan Haram dalam Viral Pekerjaan Haram

 Oleh: Abd Misno Mohd Djahri

 

Islam sejatinya telah memberikan pedoman dalam bekerja, ia harus harus halal dan selaras dengan nilai-nilai rahmat Islam untuk seluruh alam (QS. Al-Baqarah: 172). Sehingga ketika ada yang berpendapat bahwa suatu pekerjaan masuk ke dalam kategori pekerjaan yang haram, maka haruslah didasarkan kepada dalil (argumentasi) yang valid. Kenapa? Karena dalam masalah keduniaan dan muamalah maka berlaku kaidah “Hukum asal dalam muamalah adalah mubah (boleh) sampai ada dalil yang mengharamkannya”. Sehingga semua jenis pekerjaan pada dasarnya halal, sampai ada dalil yang mengharamkannya dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan juga Ijtihad Ulama.

Perlu dipahami bahwa ketika Islam mengharamkan sesuatu sejatinya itu adalah merusak dan tidak baik efeknya bagi manusia itu sendiri. Ketika Islam mengharamkan zina, karena zina itu akan merusak nasab dan menghancurkan tatanan keluarga. Ketika Islam mengharamkan judi, maka sejatinya judi akan membawa kepada kemiskinan individu dan ketidakstabilan ekonomi. Demikian juga ketika Islam mengharamkan makanan (daging babi, darah, bangkai dll.) dan minuman (khamr, narkoba, dll.) maka sejatinya semua itu akan merusak tubuh manusia (QS. Al-Maidah: 90-91).

Selain dari Al-Qur’an dan As-Sunnah keharaman suatu pekerjaan juga merupakan hasil ijtihad dari ulama yang bersumber dari esensi dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hasil ijtihad ini disebut dengan fiqh, yaitu penetapan hukum yang dilakukan oleh seorang mujtahid atas suatu hukum dalam Islam. Sifatnya yang ijtihadiyah masih membuka ruang untuk mujtahid lainnya untuk menentapkan hukum yang berbeda. Namun, jika sudah jelas nash-nya dari Al-Qur’an atau As-Sunnah, maka tidak ada di sana pilihan lain kecuali harus tunduk dan patuh (QS. Al-Ahzaab: 36).

Merujuk kepada hal ini maka berbagai pekerjaan yang disebutkan dalam berita viral tersebut dapat kita kluster kepada pekerjaan yang haram secara qath’i dan haram dzanni. Haram Qath’i adalah haram yang sudah jelas keharamannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ijma’ ulama,  sedangkang haram dzanny adalah haram yang bersifat fiqhiyyah ijtihadiyyah di mana masih ada ruang untuk pendapat lainnya. Berikut adalah hasil analisisnya:

 

Haram secara Qath’i berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah

Pekerjaan-pekerjaan yang haram secara qath’i yaitu pekerjaan yang keharamannya tidak diragukan lagi karena telah disebutkan keharamannya dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ Ulama, diantaranya adalah:

Pertama, Berkaitan dengan aqidah: Peramal, Debus (dengan syarat ia betul-betul bekerjasama dengan jin atau syaithan dalam atraksinya, jika hanya ketrampilan yang dipelajari maka tidak dosa),  Tukang sulap (dalam hal ini berlaku juga seperti debus, jika dia bekerja sama dengan jin atau syaithan maka haram, namun jika hanya ketrampilan dan trik mata maka tidak haram).

Kedua, Berkaitan dengan Hukum Muamalah (Ekonomi dan Bisnis Islam): Fatwa Majelis Ulama Indonesia terkait dengan keharaman bunga bank membawa efek kepada hukum bekerja di sana, sehingga seluruh Pegawai Bank ribawi (Manajer, teller, security, sampai office boy) adalah haram. Demikian pula Leasing berbasis riba, Koperasi simpan pinjam dengan riba, Asuransi konvensional, Sales mobil/motor/elektronik yang tidak sesuai dengan syariah karena menerapkan adanya bunga, Debt Collector dari lembaga keuangan ribawi. Intinya adalah semua pegawai yang bekerja pada institusi yang mengandung unsur riba serta akad haram lainnya maka hukumnya juga haram.

Selain itu juga para karyawan yang bekerja di pub/diskotik, lokalisasi wanita tuna susila (WTS) atau pekerja seks komersial (PSK), tempat karaoke yang cenderung mesum, menjadi waria atau LGBT, serta tempat-tempat lain yang terindikasi kuat terdapat unsur perzinahan.

Ketiga, berkaitan dengan wanita dan pakaian, bahwa setiap muslim dan muslimah itu wajib untuk menutup auratnya sebagai dalam QS. An-Nur: 31 dan Al-Ahzab: 59, maka membuka aurat adalah haram secara qath’i. Sehingga pekerjaan berupa; Penjual majalah/tabloid porno, penjual pakaian yang membuka aurat (khususnya jika terindikasi kuat bahwa pakaian tersebut akan dipakai di luar rumah), Tukang pijat (jika yang dipijat bukan mahram), Salon kecantikan (yang dikhawatirkan hanya untuk pamer kecantikan kepada bukan mahram), Tukang rias make up/pengantin (yang tabaruj dan membuka aurat), Instruktur senam aerobik (yang berpakaian membuka aurat serta campur laki-laki dan perempuan), Pelatih (yang melatih suatu aktifitas yang diharamkan), Tukang pembuat tatto baik tato alis ataupun tato di bagian tubuh lainnya, Penjual rambut palsu atau jasa menyambungnya karena riwayat dari Nabi sangat jelas sekali keharaman menyambung rambut.

Selain itu ada beberapa pekerjaan lainnya yang disebutkan secara khusus oleh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dalam beberapa haditsnya dengan derajat yang shahih dan hasan. Termasuk hadits yang dipahami oleh para ulama dengan penafsiran yang berbeda, maka saya memasukannya ke dalam haram yang sifatnya fiqhiyyah ijtihadiyyah.

 

Haram secara Dzanny berdasarkan Ijtihad Ulama

Haram yang bersifat dzanny adalah keharaman yang ditetapkan oleh ulama dalam ijtihad mereka, biasnaya berkaitan dengan nash yang sifatnya tidak qath’i dalam Al-Qur’an ataupun As-Sunnah, demikian juga masalah-masalah baru yang belum ada sebelumnya, berikut adalah clusteringnya:

Pertama, terkait dengan muamalah yang bersifat kontemporer, misalnya Jasa penukaran uang (yang dibolehkan adalah sharf atau tukar menukar uang), MLM (Multi Level Marketing) yang tidak sesuai dengan syariah dari sisi produk dan sistem pemasarannya, Penjual barang black market, Penjual barang palsu/bajakan, Online shop dengan sistem dropship yang mengandung unsur penjualan barang yang belum dimilikinya. Karyawan pabrik rokok (bagi yang menganggap rokok itu haram) termasuk yang menjualnya, Pegawai Pajak (utamanya pajak yang mendzalimi rakyat).

Kedua, pekerjaan yang berkaitan dengan dunia entertain atau hiburan, misalnya; Artis: Penyanyi, Pelawak, Penari, Modeling, Atlit binaraga, dan balet. Demikian juga dalam industri musik seperti; Pemain Musik, Pembuat alat-alat musik, Penjual alat-alat musik, Penjual CD/kaset musik, Pengamen, Fotografer (yang memotret perempuan atau laki-laki yang tidak menutup aurat), dan Pramugari Wanita yang tidak berhijab,

Ketiga, pekerjaan yang terkait dengan hal-hal umum, misalnya; Pembuat/penjual boneka atau patung atau Pelukis (dalil larangan melukis mahkul bernyawa), Penjual kue ulang tahun (karena ulang tahun termasuk budaya non muslim, bagi yang melakukannya adalah tasyabuh), Penjual petasan/kembang api (karena kembang api itu mubadzir dan tidak bermanfaat),  Guru Filsafat (karena filsafat dianggap sebagai studi yang haram dipelajari oleh umat Islam).

Keharaman dalam kluster kedua ini tentu saja berbeda dengan keharaman yang sudah jelas dalilnya dalam AL-Qur’an dan As-Sunnah, artinya ia masih bisa didiskusikan. Walaupun tentu saja kita tidak boleh pula menganggapnya remeh, karena ketika para ulama menetapkan suatu hukum haram misalnya, mereka telah menggali berbagai nash dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga keputusan mereka menjadi fiqh yang merupakan bagian dari hukum Islam. Kalaupun ada ulama lain yang berbeda biasanya hanya sampai derajat makruh, misalnya masalah musik maka sebagian ulama menganggap haram sebagian lagi menganggap makruh saja. Selain itu dalam masalah rokok, melukis, artis dengan berbagai variasinya, serta pekerjaan lain yang belum ada sebelumnya atau tidak disebutkan nashnya secara qath’i. Apabila kemudian ternyata dalil keharaman akan suatu pekerjaan itu qath’i dan shahih maka sebagai orang beriman kita wajib untuk tunduk patuh terhadap hal tersebut.

Permasalahan lainnya adalah terkadang seseorang sudah tahu bahwa sesuatu itu haram, namun dia belum bisa untuk meninggalkannya. Kadang ia tidak mau terima dengan hal tersebut, berbagai alasan dikemukakan bahkan menganggap bahwa hal tersebut adalah dzanny, padahal sudah jelas ayat dan haditsnya. Maka dalam hal ini hendaknya kita terus belajar, dan berusaha meyakinkan diri kita bahwa yang haram itu jelas dan yang halal juga jelas. Apabila kita belum mampu meninggalkan pekerjaan yang haram, maka teruslah berdoa dan berusaha untuk mencari pekerjaan yang halal. Kalau ternyata kebutuhan keluarga itu memaksa kita untuk bekerja di tempat yang subhat atau yang haram, maka ambiah seperlunya dari pendapatan tersebut namun tetap berusaha untuk meninggalkannya sekuat tenaga.

Akhirnya saya bisa mengatakan bahwa viral pekerjaan haram yang banyak dilakukan oleh masyarakat sejatinya sebagiannya benar, namun digunakan oleh orang-orang yang jahat atau jahil dengan Islam karena tidak memahami mabadi’ (tahapan) dakwah. Karena sejatinya dakwah yang pertama kali dan harus terus dikuatkan adalah dalam masalah aqidah, apabila aqidahnya bagus maka ia akan dengan mudah mengikuti syariat Islam termasuk akan dengan penuh kesadaran meninggalkan setiap pekerjaan yang subhat apalagi yang haram.

Semoga Allah Ta’ala sentiasa memberikan kepada kita hidayah serta inayahnya sehingga kita mampu untuk melakukan seluruh aktifitas dan pekerjaan yang halal dan terhindar dari segala bentuk haram dalam kehidupan ini. Wallahu ‘alam. Bogor, menjelang tengah malam, 23082020.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...