Secara bahasa kata khawarij berarti orang-orang yang telah keluar.
Kata ini dipergunakan oleh kalangan Islam untuk menyebut sekelompok orang yang
keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap
sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelompok
Mu’awiyyah yang dikomandoi oleh Amr ibn Ash dalam Perang Shiffin (37H/657).
Jadi, nama khawarij bukanlah berasal dari kelompok ini. Mereka sendiri lebih
suka menamakan diri dengan Syurah atau para penjual, yaitu orang-orang yang
menjual (mengorbankan) jiwa raga mereka demi keridhaan Allah, sesuai dengan
firman Allah QS. Al-Baqarah (2):207. Selain itu, ada juga istilah lain yang
dipredikatkan kepada mereka, seperti Haruriah, yang dinisbatkan
pada nama desa di Kufah, yaitu Harura, dan Muhakkimah, karena
seringnya kelompok ini mendasarkan diri pada kalimat “la hukma illa lillah”
(tidak ada hukum selain hukum Allah), atau “la hakama illa Allah” (tidak ada
pengantara selain Allah).
Secara historis Khawarij adalah Firqah Bathil yang pertama muncul
dalam Islam sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al‑Fatawa,
إبن
تيمية: أول بدعة ظهورا في الإسلام بدعة الخوارج
“Bid’ah yang
pertama muncul dalam Islam adalah bid’ah Khawarij.”
Kemudian hadits‑hadits yang berkaitan dengan firaq dan sanadnya
benar adalah hadits‑hadits yang berkaitan dengan Khawarij scdang yang berkaitan
dcngan Mu’tazilah dan Syi’ah atau yang lainnya hanya terdapat dalam Atsar
Sahabat atau hadits lemah, ini menunjukkan begitu besarnya tingkat bahaya
Khawarij dan fenomenanya yang sudah ada pada masa Rasulullah saw. Di samping
itu Khawarij masih ada sampai sekarang baik secara nama maupun sebutan (laqob),
secara nama masih terdapat di daerah Oman dan Afrika Utara sedangkan secara
laqob berada di mana‑mana. Hal seperti inilah yang membuat pembahasan tcntang
firqah Khawarij begitu sangat pentingnya apalagi buku‑buku yang membahas
masalah ini masih sangat sedikit, apalagi Rasulullah saw. menyuruh kita agar
berhati‑hati terhadap firqah ini.
Fakta munculnya Khawarij bukanlah pada masa Ali r.a. sebagaimana
sebagian para ahli sejarah menyebutkan, tapi sudah muncul pada masa Utsman r.a.
baik secara ajaran maupun dalam bentuk aksi nyata. Buku sejarah banyak
menyebutkan ini seperti buku sejarahnya Imam At‑Thabari dan Ibnu Katsir. Dalam
buku tersebut orang yang memberontak kepada Utsman r.a. disebut Khawarij. Hal
ini dikuatkan oleh fakta sejarah berikutnya dimana mereka berhasil membunuh
Utsman r.a. Kemudian umat Islam membai’at Ali r.a. termasuk sebagian besar
orang‑orang yang telah membunuh Utsman r.a. Sementara itu Zubair bin Awwam,
Abdurrahman bin Auf, Aisyah, dan sahabat yang lain keluar dan menuntut
pembelaan terhadap Utsman r.a. Ali r.a. berkata, “Saya setuju dengan pendapat Anda,
tapi mereka sangat banyak dan bercampur dalam pasukan kami.” Ali r.a.
menghendak masalah Khalifah diselesaikan dahulu baru menyelesaikan orang‑orang
yang membunuh Utsman. Kemudian antara pihak Ali r.a. dan Aisyah r.a. sudah
terjadi kesepakatan bahwa mereka tidak akan berperang kecuali untuk menuntut
pembunuh Utsman, tapi orang‑orang yang membunuh Utsman membuat fitnah lagi
dalam Perang Jamal. Mereka memisahkan diri jadi dua, sebagian bersama Ali dan
sebagian bersama Aisyah; dan mereka berdua saling melempar lembing, dan satu
sama lain mengatakan bahwa Ali telah berkhianat dan Aisyah telah berkhianat,
maka terjadilah apa yang terjadi dalam Perang Jamal.
Pada waktu terjadi peperangan antara Ali r.a. dengan Muawiyah
r.a., mereka juga bersama Ali dalam suatu peperangan yang terkenal dalam
sejarah disebut Perang Shiffin. Dalam buku‑buku tarikh Syi’ah juga ditulis
dalam buku‑buku tarikh Sunnah, disebutkan ada pihak ketiga yang netral di
antaranya Abdullah bin Umar, Abu Musa Al‑Asyari, Zaid bin Tsabit, dan yang
lainnya yang mencoba mengadakan ishlah pada keduanya dan mempertemukan
keduanya. Terjadilah suatu dialog antara utusan Ali r.a. dengan Muawiyah bin
Abi Sofyan.
“Apakah Anda memerangi Ali karena Anda ingin menjadi khalifah?”
Muawiyah berkata, “Saya tahu diri saya. Saya tahu diri saya jauh di bawah Ali,
dan tidak ada dalam benak saya keinginan untuk menjadi khalifah. Saya keluar
berperang untuk menuntut darah Utsman.” “Apa betul Anda tidak ingin menjadi
khalifah?” Berkata Muawiyah, “Andaikata Ali menyerahkan siapa pembunuh Utsman
niscaya saya orang yang pertama berbai’at.” Akan tetapi suasana dikacaukan oleh
orang‑orang tadi yang akhirnya terjadi Perang Shifiin.
Ketika pihak Muawiyah hampir kalah, atas usulan Amru bin Al‑Ash
untuk meletakkan mushaf di pucuk pedang sebagai tanda ingin berunding. Ali r.a.
tahu bahwa ini tipu daya tetapi orang‑orang Khawarij meminta Ali untuk
menerimanya bahkan memaksa dan mengancam:
لئن
أتيت لنفعلنّ بك كما فعلنا بعثمان لنقتلنك كما قتلنا عثمان
“Jika engkau
menolak, kami akan memperlakukan Anda sebagaimana kami memperlakukan Utsman dan
kami akan membunuh Anda sebagaimana kami telah membunuh Utsman.”
Akhirnya Ali r.a. menerima dengan terpaksa, kemudian menyuruh
panglima perangnya Asytar An‑Nakha’i untuk menerima tahkim. Tapi Asytar juga
keberatan atas perintah itu karena ia tahu benar unsur tipuannya sangat besar.
Namun, lagi‑lagi orang‑orang Khawarij memaksa Asytar dan mengatakan apa yang
dikatakan kepada Ali r.a., maka Asytar pun menerima tahkim itu.
Ketika Ali r.a. tahu bahwa pihak Muawiyah mengutus Amru bin Al‑Ash,
seorang yang diketahui ahli diplomasi, maka Ali r.a. mengutus Abdullah bin Al‑Abbas.
Tapi lagi‑lagi orang Khawarij membuat ulah dan berkata, “Kalau Anda mengutus
Ibnu Abbas apa bedanya Anda dengan Utsman. Kami memerangi Utsman karena dia
selalu mengangkat keluarganya sendiri. Sekarang Anda mengutus Ibnu Abbas,
keponakan anda sendiri.” Mereka meminta yang menjadi utusan dari pihak Ali
adalah Abu Musa Al‑Asy’ari, tokoh netral. Tapi Ali tahu kalau Abu Musa bukanlah
orang yang cocok pada masalah ini, dia terlalu lugu (ikhlash). Mereka
bersikeras dan mengancam Ali r.a., sampai dalam hal ini Ali berkata,
كنت
بالأمس أميرا وكنت اليوم مأمورا
“Dulu saya bisa memimpin tapi saya sekarang jadi dipimpin.”
Kemudian setelah acara tahkim usai dengan hasil yang sangat
merugikan Ali r.a., permasalahan ternyata belum selesai. Orang Khawarij membuat
ulah lagi dengan mengkafrkan Ali r.a. dengan berkata,
كفرت
لأنك حكمت رجالا في حكم الله, إن الحكم إلا لله
“Anda telah kafir karena Anda telah menyerahkan urusan tahkim
kepada orang dalam hukum Allah. Tiada yang berhak menghukum melainkan Allah.”
Dan mereka keluar dari pasukan Ali –jumlah mereka sebanyak 12.000
orang–, maka terpaksa Ali menghadapi mereka dan menyuruh Ibnu Abbas untuk
berdiskusi dengan mereka.
Fenomena sikap Khawarij banyak terjadi sekarang dan biasa disebut
Neokhawarijisme bahkan bisa jadi dekat dengan kita, apalagi hal itu telah
diprediksi oleh Rasulullah saw. Ibnu Abbas ketika mengadakan dialog dengan
mereka menyebutkan beberapa ciri‑ciri di antaranya: Mereka sangat wara’,
pakaiannya sangat sederhana, muka mereka pucat karena jarang tidur malam,
jidatnya hitam, telapak tangan dan kakinya kapalan, dan meraka disebut qura’
yaitu orang yang bagus bacaannya dan lama bila membaca Al-Qur’an.
Untuk melihat sifat‑sifat mereka lebih jauh, kita lihat hadits‑hadits
Rasul saw. yang membicarakan hal ini, diantaranya:
عن أبي
سعيد الخذري قال: بينما نحن عند رسول الله (ص) وهو يقسم قسما أتاه ذوالقويصرة وهو
رجل من بني تميم فقال: يا رسول الله اعدل. قال رسول الله (ص) ويلك ومن يعدل إن لم
اعدل؟ قد خبتُ وخسرتُ إن لم اعدل. فقال عمر بن خطاب (ض) يا رسول الله ائذن لي فيه
اضرب عنقه. قال رسول الله (ص) دعه فإن له أصحابا يحقر أحدكم صلاته مع صلاتهم
وصيامه مع صيامهم يقرئون القران لا يجاوز تراقيهم ويمرقون من الإسلام كما يمرق
السهم من الرمية
Dari Abi Said Al‑Khudry berkata, Tatkala kami bersama Rasulullah
saw. dan beliau sedang membagikan ghanimah, datang Dzul Khuwaishirah salah
seorang dari Bani Tamim dan berkata, “Wahai Rasulullah berbuat adillah!”
Berkata Rasulullah saw., “Celaka! Siapa yang akan berbuat adil jika saya tidak
berbuat adil? Niscaya saya celaka dan binasa jika saya tidak adil.” Berkata
Umar bin Khattab, “Wahai Rasulullah! Ijinkan saya memenggal lehernya.” Berkata
Rasulullah saw., “Biarkanlah dia. Sesunggulinya dia mempunyai banyak teman,
dirnana dianggap remeh shalat di antara kalian dibanding shalat mereka, puasa
kalian dibanding puasa mereka, mereka membaca Al‑Qur’an tidak sampai kecuali
pada tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam sebagaimana lepasnya anak
panah dari busur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Pada hari Hunain
Rasulullah saw. mengutamakan sebagian manusia dalam pembagian ghanimah. Beliau
memberi Al‑Aqra bin Habis Al‑Handhaly 100 unta, memberi Uyainah bin Badrul
Fijary dengan jumlah yang serupa dan memberi para pembesar Arab, beliau
mengutamakan mereka dalam pembagian. Maka berkata salah seorang, “Demi Allah,
pembagian ini tidak adil dan tidak bertujuan untuk mencari ridha Allah!” (HR.
Muslim)
وفي
رواية: إن من ضئضئ هذا قوما يقرئون القرآن لا يجاوز حناجرهم يقتلون أهل الإسلام
ويدعون أهل الأوثان يمرقون الإسلام كما يمرق السهم من الرمية لئن أدركتهم لأقتلنهم
قتل عاد
Dalam riwayat yang lain: “Sesungguhnya dari keturunan ini ada kaum
yang membaca Al-Qur’an yang tidak sampai kecuali pada kerongkongan, mereka
membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala, mereka keluar dari Islam
sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya, jika saya menjumpai mereka pasti
akan saya bunuh mereka seperti membunuh kaum Aad.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
سيخرج
في آخر الزمان قوم أحدث الأسنان سفهاء الأحلام
“Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang usia mereka masih
muda, dan bodoh, mereka mengatakan sebaik‑baiknya perkataan manusia, membaca Al‑Qur’an
tidak sampai kecuali pada kerongkongan mereka. Mereka keluar dari din (agama
Islam) sebagaimana anak panah keluar dan busurnya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
يخرج
قوم من أمتي يقرئون القرآن يحسبون لهم وهو عليهم لاتجاوز صلاتهم تراقيهم
“Suatu kaum dari umatku akan keluar membaca Al‑Qur’an, mereka
mengira bacaan Al-Qur’an itu menolong dirinya padahal justru membahayakan
dirinya. Shalat mereka tidak sampai kecuali pada kerongkongan mereka.” (HR.
Muslim)
يحسنون
القيل ويسيئون الفعل يدعون إلى كتاب الله وليسوا منه في شيء
“Mereka baik dalam berkata tapi jelek dalam berbuat, mengajak
untuk mengamalkan kitab Allah padahal mereka tidak menjalankannya sedikitpun.”
(HR. Al-Hakim)
لايزالون
يخرجون حتى يخرج آخرهم مع المسيح الدجال
“Mereka akan senantiasa keluar sampai pada yang terakhir bersama
Al-Masih Ad-Dajjal. Jika kalian bertemu mereka, maka bunuhlah; merekalah
sejelek-jelek penciptaan dan sejelek-jelek makhluk.” (HR. An-Nasa’i dan
Al-Hakim)
الخوارج
كلاب أهل النار
“Al-Khawarij adalah anjingnya ahli neraka.”
Dari hadits-hadits di atas dapat disimpulkan sifat-sifat, nilai,
fenomena, dan kedudukan mereka.
Sifat‑sifat
Khawarij
I. Mencela dan Menyesatkan (الطعن والتضليل)
Orang‑orang Khawarij sangat mudah mencela dan menganggap sesat
Muslim lain, bahkan Rasul saw. sendiri dianggap tidak adil dalam pembagian
ghanimah. Kalau terhadap Rasul sebagai pemimpin umat berani berkata sekasar
itu, apalagi terhadap Muslim yang lainnya, tentu dengan mudahnya mereka
menganggap kafir. Mereka mengkafirkan Ali, Muawiyah, dan sahabat yang lain.
Fenomena ini sekarang banyak bermunculan. Efek dari mudahnya mereka saling
mengkafirkan adalah kelompok mereka mudah pecah disebabkan kesalahan kecil yang
mereka perbuat.
2. Buruk Sangka (سوء الظن)
Fenomena sejarah membuktikan bahwa orang‑orang Khawarij adalah
kaum yang paling mudah berburuk sangka. Mereka berburuk sangka kepada
Rasulullah saw. bahwa beliau tidak adil dalam pembagian ghanimah, bahkan
menuduh Rasulullah saw. tidak mencari ridha Allah. Mereka tidak cukup sabar
menanyakan cara dan tujuan Rasulullah saw. melebihkan pembesar‑pembesar
dibanding yang lainnya. Padahal itu dilakukan Rasulullah saw. dalam rangka
dakwah dan ta’liful qulub. Mereka juga menuduh Utsman sebagai nepotis dan
menuduh Ali tidak mempunyai visi kepemimpinan yang jelas.
3. Berlebih‑lebihan dalam ibadah (المبالغة
في العبادة)
Ini dibuktikan oleh kesaksian Ibnu Abbas. Mereka adalah orang yang
sangat sederhana, pakaian mereka sampai terlihat serat‑seratnya karena cuma
satu dan sering dicuci, muka mereka pucat karena jarang tidur malam, jidat
mereka hitam karena lama dalam sujud, tangan dan kaki mereka ‘kapalan’. Mereka
disebut quro’ karena bacaan Al-Qur’annya bagus dan lama.
Bahkan Rasulullah saw. sendiri membandingkan ibadah orang‑orang Khawarij dengan
sahabat yang lainnya, termasuk Umar bin Khattab, masih tidak ada apa‑apanya,
apalagi kalau dibandingkan dengan kita. Ini menunjukkan betapa sangat berlebih‑lebihannya
ibadah mereka.
4. Keras terhadap sesama Muslim dan memudahkan yang lainnya (التشدد
على المسلمين والترخص على غيرهم)
Hadits Rasulullah saw. menyebutkan bahwa mereka mudah membunuh
orang Islam, tetapi membiarkan penyembali berhala. Ibnu Abdil Bar meriwayatkan,
“Ketika Abdullah bin Habbab bin Al‑Art berjalan dengan isterinya bertemu dengan
orang Khawarij dan mereka meminta kepada Abdullah untuk menyampaikan hadits‑hadits
yang didengar dari Rasulullah saw., kemudian Abdullah menyampaikan hadits
tentang terjadinya fitnah,
القاعد
فيها خير من القائم والقائم فيها خير من الماشي
“Yang duduk pada waktu itu lebih baik dari yang berdiri, yang
berdiri lebih baik dari yang berjalan….”
Mereka bertanya, “Apakah Anda mendengar ini dari Rasulullah?”
“Ya,” jawab Abdullah. Maka serta-merta mereka langsung memenggal Abdullah. Dan
isterinya dibunuh dengan mengeluarkan janin dari perutnya.
Di sisi lain tatkala mereka di kebun kurma dan ada satu biji kurma
yang jatuh kemudian salah seorang dari mereka memakannya, tetapi setelah yang
lain mengingatkan bahwa kurma itu bukan miliknya, langsung saja orang itu
memuntahkan kurma yang dimakannya. Dan ketika mereka di Kuffah melihat babi
langsung mereka bunuh, tapi setelah diingatkan bahwa babi itu milik orang kafir
ahli dzimmah, langsung saja yang membunuh babi tadi mencari orang yang
mempunyai babi tersebut, meminta maaf dan membayar tebusan.
5. Sedikit pengalamannya (قلة التجربة)
Hal ini digambarkan dalam hadits bahwa orang‑orang Khawarij
umurnya masih muda‑muda yang hanya mempunyai bekal semangat.
6. Sedikit pemahamannya (قلة الفقه)
Disebutkan dalam hadits dengan sebutan Sufahaa-ul ahlaam (orang
bodoh), berdakwah pada manusia untuk mengamalkan Al‑Qur’an dan kembali padanya,
tetapi mereka sendiri tidak mengamalkannya dan tidak memahaminya. Merasa bahwa
Al‑Qur’an akan menolongnya di akhirat, padahal sebaliknya akan membahayakannya.
7. Nilai Khawarij
Orang‑orang Khawarij keluar dari Islam sebagaimana yang disebutkan
Rasulullah saw., “Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah
keluar dari busurnya.”
8. Fenomena Khawarij
Mereka akan senantiasa ada sampai hari kiamat. “Mereka
akan senantiasa keluar sampai yang terakhir keluar bersama Al‑Masih Ad‑Dajjal”
9. Kedudukan Khawarij
Kedudukan mereka sangat rendah. Di dunia disebut sebagai
seburuk-buruk makhluk dan di akhirat disebut sebagai anjing neraka.
10. Sikap terhadap Khawarij
Rasulullah saw. menyuruh kita untuk membunuh jika menjumpai mereka. “Jika
engkau bertemu dengan mereka, maka bunuhlah mereka.”
Ibroh (Pelajaran) yang kita dapat
1. Berhati‑hati supaya tidak terjatuh pada Khawarijisme (التخذير
من الوقوع)
Secara sosial politik Khawarij bisa muncul kapan saja. Kemunculan
pertama Khawarij dimulai dari ketidakpercayaan (‘adamuts tsiqah)
sebagian mereka kepada pemimpin kaum Muslimin, yaitu Utsman bin Affan yang
mereka anggap tidak adil, nepotisme, dan mengangkat orang‑orang dekatnya.
Ditambah ada sosok lain yang tidak suka dengan Islam, yaitu Abdullah bin Saba,
yang sangat besar pengaruhnya dalam memecah belah umat Islam. Melihat sejarah
awal munculnya Khawarij, sekarang ini fenomena itu tampaknya ada.
2. Bertaubat jika sudah terjatuh (الإنقاذ
إن وَقَعَ)
Sejarah pun telah membuktikan banyak umat Islam yang sudah
terjatuh pada fitnah Khawarijisme. Di Mesir pada tahun 60‑an banyak kelompok
yang keluar dari jama’ah yang benar dan menuduh pemimpinnya lemah, bahkan
menuduh sesama muslim sebagai kafir. Untuk menghadapi orang‑orang yang sudah
terjatuh pada Khawarij minimal dibutuhkan tiga cara: (1) memilih orang yang
cocok untuk menghadapi mereka, (2) cara yang benar, (3) memeranginya jika
diperlukan.
Ali, Ibnu Abbas, dan Umar bin Abdul Aziz dianggap orang yang cocok
untuk menghadapi Khawarij disamping mereka bertiga memiliki ilmu yang dalam dan
bijaksana serta pandai memilih cara yang tepat untuk menghadapi mereka.
Pada saat Ali r.a. menghadapi mereka, beliau bertanya, “Apa yang
Anda rasa berat dari saya?” Mereka menjawab, “Karena Anda menyerahkan hak
menghukum kepada manusia, padahal tidak ada yang berhak rnenghukum kecuali
Allah.” Jawab Ali, “Apakah jika saya mendatangkan dengan dalil Al‑Qur’an kepada
Anda, Anda akan kembali?” Mereka menjawab, “Kenapa tidak?” Maka Ali mengambil
dalil dari Al‑Qur’an surat An‑Nisa ayat 35 yang artinya, “Dan jika kamu
khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakim dari
keluarga laki‑laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang
hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada
suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” “Kalau
pada masalah pernikahan saja Allah membolehkan mengambil hakim dari manusia
apalagi masalah Khilafah!” Maka sebanyak 4.000 orang dari Khawarij bertaubat.
Begitu juga Ibnu Abbas sebagai sosok yang mampu menghadapi orang‑orang
Khawarij. Suatu saat Ali mengutusnya untuk menghadapi Khawarij, maka Ibnu Abbas
bertanya pada mereka, “Hal apakah yang membuat Anda dendam kepada Ali?” Mereka
menjawab, “Ada tiga, pertama, dalam hal agama Allah, Ali bertahkim pada
manusia; kedua, ia berperang tapi tidak menawan pihak musuh dan tidak mengambil
harta rarnpasan; ketiga, waktu bertahkim ia rela meninggalkan keamirannya.”
Maka jawab lbnu Abbas, “Mengenai bertahkim pada manusia apa salahnya, kemudian
beliau membacakan ayat 95 dari surat AI‑Maidah. Tentang ucapan Anda, ia
berperang tidak melakukan penawanan, apakah Anda menghendaki agar Aisyah, istri
Rasul saw., jadi tawanan? Adapun Ali menanggalkan kekhalifahannya, Ali
mencontoh Rasulullah saw. pada saat perjaniian Hudaibiyah.” Demikianlah setelah
Ibnu Abbas menyelesaikan dialognya dengan sangat bijaksana, sekitar 20.000
orang Khawarij bertaubat.
Begitu juga Umar bin Abdul Aziz melakukan yang serupa dimana pada
masa daulah Bani Umayyah yang paling membahayakan adalah orang‑orang Khawarij.
Bahkan daulah punya pasukan khusus untuk menghadapi mereka yang dipimpin oleh
Al‑Muhalab bin Abi Shufroh. Suatu saat Umar berdialog dengan salah seorang dari
mereka yang bernama Al‑Bistom dan berkata, “Kami siap kembali kepada Anda
dengan syarat Anda bertaubat dan melaknati Bani Umayyah.” Umar berkata,
“Baiklah, apakah hal ini ada sanad tarikhnya bahwa orang yang bertaubat harus
melaknati leluhurnya?” Umar melanjutkan, “Apakah Anda pernah melaknati iblis
dan Fir’aun? Mengapa Anda menyuruh saya untuk melaknati orang yang kemungkinan
lslamnya masih besar?”
Bukti dari ini semua menunjukkan bahwa Ali, Ibnu Abbas, dan Umar
adalah figur yang cocok untuk menghadapi Khawarij berkat ilmunya yang sangat
dalam dan kebijaksanaannya. Mereka juga memiliki metodologi yang baik dalam
menghadapi mereka. Kebaikan cara dan kebijaksanaan Ali terbukti ketika ditanya,
“Apakah Khawarij itu kafir?” Jawab Ali, “Mereka adalah orang yang berusaha lari
dari kekafiran.” “Apakah mereka munafik?” Jawab Ali, “Orang munafik tidak
menyebut Allah kecuali sedikit, padahal mereka orang yang banyak menyebut nama
Allah.”
Kelompok Khawarij ini sangat unik. Hal ini terlihat pada kasus
ketika mereka mengadakan kesepakatan untuk membunuh Ali, Muawiyah, dan Amru bin
Al‑Ash. Salah seorang yang ditugaskan untuk membunuh Ali adalah Abdurrahman bin
Muljam. Abdurrahman sebenarnya enggan diberi tugas untuk membunuh Ali, tapi
ketika lewat pada perkampungan Khawarij dia mendapatkan orang yang tercantik di
kampung itu dan bapak serta kakaknya sudah tewas terbunuh oleh Ali dalam
peristiwa Harura. Perempuan itu bernama Qutom dan sangat dendam pada Ali. Ibnu
Muljam berkata pada perempuan itu, “Saya ingin mengawini Anda!” “Boleh, tapi
mahar apa yang akan engkau berikan pada saya?” jawab Qutom. “Apa saja yang
engkau minta niscaya aku kabulkan,” balas Ibnu Muljam. Maka Qutom mengatakan,
“Saya minta 30.000 hamba sahaya, budak yang bisa menyanyi, dan membunuh Ali.”
“Kalau yang tiga pertama dapat saya kabulkan, tapi yang terakhir engkau jangan
berharap.” Qutom kemudian berkata, “Jika Anda bisa melakukannya, saya akan
sembuh dari sakit hati, Anda bisa menikahi saya. Tapi kalau tidak, maka akhirat
lebih baik bagi Anda dari dunia dan segala isinya.” Maka terjadilah apa yang
sudah terjadi. Dari kasus ini menunjukkan ada kasus yang terselubung dan tidak
murni dalam pembunuhan Ali oleh Ibnu Muljam.
Bentuk keunikan lain, mereka adalah kelompok yang mudah dibodohi.
Maka, untuk menghadapi mereka diperlukan cara khusus. Hal ini pernah terjadi
pada Amru bin Ubaid, salah seorang tokoh Mu’tazilah. Suatu saat ia lewat
perkampungan Khawarij dengan ternan‑temannya dan dihadang oleh mereka seraya
berkata, “Mana kawan‑kawan Anda, tadi kelihatan banyak?” Jawab Arnru dengan
menyitir ayat 6 surat At‑Taubah, “Kami orang yang musyrik yang meminta
perlindungan agar dapat mendengar firman Allah.” “Boleh, kami melindungi Anda
sekalian. Pergilah, Anda mendapat perlindungan.” Tapi Amru merasa belum aman
karena perkampungan Khawarij masih panjang, maka dia berkata, “Tidak begitu.
Antarkanlah ia ke tempat yang aman.” Maka orang‑orang Khawarij tadi
mengantarkannya. Peristiwa ini menunjukkan pemikiran orang-orang Khawarij yang
sangat sederhana yang mengakibatkan mudah diperdaya dengan logika yang sangat
sederhana. Sehingga untuk menghadapi mereka, dibutuhkan cara yang tepat dan
tidak perlu logika yang berat‑berat.
Cara yang ketiga, memeranginya jika dianggap perlu. Hal ini
terbukti ampuh dan juga pernah dilakukan Ali r.a. Pada masa Daulah Abbasiyah
kekuatan mereka secara politis sudah bisa dilumpuhkan, kalaupun masih ada hanya
bekas‑bekas atau pengaruh pemikiran mereka dan dalam bentuk nilai seperti
menyesatkan dan menganggap kafir orang muslim.
3. Mensyukuri pemahaman yang benar (الشكر على
الفهم الصحيح)
Kalau kita melihat betapa orang yang ibadahnya sangat rajin,
pandai bahasa Arab, masih bisa salah dalam memahami Islam bahkan dicap oleh
Rasul sebagai anjingnya ahli neraka, ini menunjukkan betapa besarnya nikmat
pemahaman yang benar yang diberikan Allah pada kita.
Salah seorang ulama salaf berkata:
لا
أدري بآية إحدى النعمتين أشكر أبالفهم الصحيح أوالتجنيب من البدع
“Saya tidak tahu bagaimana saya harus bersyukur dengan nikmat
memahami Islam dengan benar atau mampu menjauhi dari bid’ah.”
Tokoh-tokoh Khawarij
1.
Abdullah ibn Wahhab Al-Rasyibi pemimpin
sekte Al-Muhakkimat. Beliau adalah tokoh utama dari 12.000 orang yang keluar
dari barisan Ali r.a. dan menjadikan Haruriah sebagai basis pergerakan. Di desa
itu, Abdullah bersama kroninya mendirikan “khilafah baru” dengan pemimpinnya
Abdulllah sendiri.
2.
Nafi’ ibn al-Azraq merupakan
salah seorang pengikut sekte Muhakkimah yang tersisa dalam peprangan di
Nahrawan. Bersama kroni-kroninya, ia kembali menyebarkan paham khawarij dengan
berganti baju Al-Azariqah
3.
Najdah ibn Amir al-Hanafi, pemimpin sekte
al-Najd, merupakan koalisi dari beberapa tokoh Khawarij –seperti Abu Fudaik,
Rasyid Al-Tawil, Atiah Al-Hanafi, dan Najdah sendiri– akibat kekecewaan
terhadap kepemimpinan Nafi’ Al-Azraq.
Ide-ide Pemikiran
aliran Khawarij
1.
Menganggap kafir orang-orang yang berseberangan
dengan mereka, terutama yang terlibat dalam Perang Shiffin. Karenanya, tidak
ada istilah damai untuk penentang Khawarij, mengingat yang dimaksud ishlah
dalam QS. Al-Hujurat: 9 adalah sesama orang Islam, tidak dengan orang kafir.
2.
Orang Islam yang berbuat dosa besar, seperti
berzina dan pembunuh adalah kafir dan selamanya masuk neraka.
3.
Hak khilafah tidak harus dari kerabat nabi atau
suku Quraisy khususnya, dan orang Arab umumnya. Seorang khalifah harus dipilih
oleh kaum Muslimin melalui pemilihan yang bebas. Khalifah yang taat kepada
Tuhan wajib ditaati. Sebaliknya, khalifah yang mengingkari Tuhan dan umat yang
durhaka kepada khilafah yang wajib ditaati, boleh diperangi dan dibunuh.
4.
Orang musyrik adalah yang melakukan dosa besar,
tidak sepaham dengan mereka, atau orang yang sepaham tetapi tidak ikut hijrah
dan berperang bersama mereka. Orang musyrik itu halal darahnya. Nasib mereka
bersama anak-anaknya akan kekal di neraka.
5.
Mereka menganggap bahwa hanya daerahnya yang
disebut dar al-Islam, dan daerah orang yang melawan mereka adalah dar al-harb.
Karenanya, orang yang tinggal dalam wilayah dar al-harb, baik anak-anak maupun
wanita, boleh dibunuh.
6.
Ajaran agama yang harus diketahui hanya ada dua,
yakni mengetahui Allah dan rasul-Nya. Selain dua hal itu tidak wajib diketahui.
7.
Melakukan taqiyyah (menyembungikan keyakinan
demi keselamatan diri), baik secara lisan maupun perbuatan adalah dibolehkan
bila keselamatan diri mereka terancam.
8.
Dosa kecil yang dilakukan secara terus menerus
akan berubah menjadi dosa besar dan pelakunya menjadi musyrik.
9.
Imam dan khilafah bukanlah suatu keniscayaan.
Tanpa imam dan khilafah, kaum muslimin bisa hidup dalam kebenaran dengan cara
saling menasihati dalam hal kebenaran.
Kemunculan gerakan Khawarij sangat kental dengan nuansa
politiknya. Persoalan teologi hanya dijadikan komoditi politik untuk
melegitimasi gerakan mereka. Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...