A.
Riwayat Hidup
Nama
lengkap ibnu Thufail ialah Abu Bakar Muhammad ibnu Abd Al-Malik ibn Muhammad
ibnu Muhammad ibnu Thufail. Ia dilahirkan di Guadix (Arab : Wadi Asy), provinsi
Granada, Spanyol pada tahun 506 H/1110 M. dalam bahasa latin ibnu Thufail
populer dengan sebutan Abubacer.[1]
Selain
terkenal sebagai filosof muslim yang gemar menuangkan pemikirannya dalam
kisah-kisah ajaib dan penuh dengan kebenaran, ia juga seorang dokter, ahli
matematika dan kesusastraan. Karier Ibnu Thufail bermula sebagai dokter praktik
di Granada. Lewat ketenarannya sebagai dokter, ia diangkat menjadi sekretaris
Gubernur di provinsi tersebut. Pada tahun 1154 M (549 H) Ibnu Thufail menjadi
sekretaris pribadi Gubernur Cueta (Arab: Sabtah) dan Tangier (Arab : Thanjah /
Latin : Tanger) Abu Yaqub Yusuf al-Mansur, Khalifah kedua dari Dinasti
Muwahhidun (558 H / 1163 M – 580 H / 1184 M) selanjutnya menjadi dokter
pemerintah dan sekaligus menjadi qadhi.
Pada
masa khalifah Abu Yaquf Yusuf, Ibnu Thufail mempunyai pengaruh yang besar dalam
pemerintahan. Pada pihak lain, khalifah sendiri mencintai ilmu pengetahuan dan
secara khusus adalah peminat filsafat serta memberi kebebasan berfilsafat.
Sikapnya itu menjadikan pemerintahannya sebagai pemuka pemikiran filosofis dan
membuat Spanyol, seperti dikatakan R. Briffault sebagai “tempat kelahiran
kembali negeri Eropa”.[2]
Kemudian
ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai dokter pemerintah pada tahun 578 H
/ 1182 M, dikarenakan usianya yang sudah uzur. Kedudukannya itu digantikan oleh
Ibnu Rusd atas permintaan dari Ibnu Thufail. Tapi dia tetap mendapatkan
penghargaan dari Abu Yaqub dan setelah dia meninggal pada tahun 581 H / 1185 M)
di Marakesh (Maroko) dan dimakamkan disana, Al-Mansur sendiri hadir dalam
upacara pemakamannya.[3]
Pemikiran-pemikiran
filsafat Ibnu Thufail dituangkan dalam risalah-risalah (surat-surat) yang
dikirimkan kepada muridnya (Ibnu Rusyd), sehingga kita tidak dikenal orang
banyak. Namun karyanya yang terpopuler dan dapat ditemukan sampai sekarang
ialah risalah Hayy ibn Yaqzhan (Si Hidup anak Si Sadar), yang judul lengkapnya
Risalah Hayy ibn Yaqzhan fi Asrar Al Hikmah Al Mashiriqiyyah. Yang ditulis pada
abad ke 6 Hijriah (abad ke-12 M).
B.
Pemikiran-Pemikiran Ibnu Thufail
Beberapa
pemikiran/pendapat Ibnu Thufail, yaitu:
1. Ada
dua jalan untuk mengenal Tuhan, yaitu dengan jalan akal atau dengan jalan
syariat. Kedua jalan tidaklah bertentangan, karena akhir daripada filsafat
adalah mengenai Allah (marifatullah).
Di
dalam roman filsafatnya yang menarik itu Ibnu Thufail menggambarkan kepada
manusia bahwa kepercayaan kepada Allah adalah satu bagian dari fitrah manusia
yang tidak dapat disangkal dan bahwa akal yang sehat dengan memperhatikan dan
merenungkan alam sekitarnya tentu akan sampai kepada Tuhan.[4]
1.
Sifat Allah itu
pada dua kelompok:
1.
Sifat-sifat yang
menetapkan wujud Zat Allah, ilmu, kudrat dan hikmah. Sifat-sifat ini adalah
Zat-Nya sendiri. Hal ini untuk meniadakan ta’addud al-qudama
(berbilangnya yang qadim) sebagaimana paham mu’tazilah.
2. Sifat salab, yakni sifat-sifat yang menafikan
paham kebendaan dari Zat Allah. Dengan demikian, Allah suci dari
kaitan dengan kebendaan.[5]
2.
Filsafat dan
agama tidak bertentangan dengan kata lain, akal tidak bertentangan dengan
Wahyu. Allah tidak hanya dapat diketahui dengan Wahyu, tetapi juga dapat
diketahui dengan akal.
Agama penuh dengan perbandingan, persamaan
dan persepsi-persepsi antropomorfosis, sehingga cukup mudah dipahami oleh orang
banyak. Filsafat merupakan bagian dari kebenaran esoteris, yang menafsirkan
lambang-lambang agama agar diperoleh pengertian-pengertian yang hakiki.[6]
Walaupun
Ibnu Thufail menyadari tingkatan akal manusia itu berbeda-beda Roman Hayy Ibn
Yaqzhan: “Hayy pun menjadi tahu akan tingkatan-tingkatan manusia. Ia dapati” tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada
pada diri mereka (masing-masing). “mereka menjadikan hawa nafsu mereka sebagai
Ilah mereka. Dan mereka sama halnya seperti hewan yang tak berpikir.[7]
1. Qadimnya
dunia (bumi dan alam semesta alam), hal ini bertolak belakang dengan pendapat
Al-Ghazali.
C.
Pendapat Penulis
Dengan
melihat gambaran umum pemikiran Ibnu Thufail, saya sebagai penulis berpendapat:
1. Bahwasannya
akal merupakan potensi manusia yang akan menunjukkan kebenaran puncak (The
Ultimate Truth) yang hakiki. Walaupun tanpa pengetahuan dan petunjuk Wahyu.
Sebagaimana cerita pengalaman Nabi Ibrahim as dalam mencari kebenaran (Tuhan
Yang Esa) yang menurut saya hampir mirip perjalanan Hayy Ibn Yaqzhan.
2. Filsafat
digunakan untuk orang yang ma’rifat (orang yang dianugrahi akal yang sehat)
sedangkan agama diperuntukan bagi semua orang.
3. Tidak
menerima sepenuhnya pendapat Ibnu Thufail yang tidak mempercayai akan
dikumpulkannya jasad manusia pada hari kiamat, dan menurutnya mereka menetapkan
bahwa siksa itu hanya diderita oleh jiwa saja. Dan ini bertentangan dengan
pendapat Al-Ghazali, karena Ibnu Thufail mengingkari terhadap kebangkitan
jasmani.
4. Saya
sendiri menerima pendapat Ibnu Thufail bahwa dunia itu bermula (qadim)
atau kemaujudan sebelum sebelum ketidakmajuan. Hal ini sesuai penelitian ilmiah
ilmuwan abad ke-20 tentang teori terbentuknya dunia yang disebut teori big bank
dan hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya yaitu surat Ad-Zariyat ayat 47:
ä!$uK¡¡9$#ur $yg»oYø‹t^t/ 7‰&‹÷ƒr’Î/ $¯RÎ)ur tbqãèÅ™qßJs9
ÇÍÐÈ
Artinya:
“Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami
benar-benar berkuasa”.[8]
DAFTAR
PUSTAKA
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah,
Surabaya: UD. Mekar, 2000.
Mustofa, Filsafat Islam, Bandung: CV.
Pustaka Setia, 1997.
Sirajuddin. Zar, Filsafat Islam.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2007.
Sudarsono, Filsafat Islam, Jakarta:
Rineka Cipta, 2004.
Thufail, Ibnu, Hayy Ibn Yaqzhan Roman
Filsafat tentang Perjumpaan Nalar dengan Tuhan. Diterjemahkan
oleh: Dahyal Afkal, Bekasi: Menara, 2006.
[1] Sirajuddin. Zar, Filsafat
Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2007. h. 205
[2] Ibid, h.
206
[3] Mustofa, Filsafat
Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, h. 272
[4] Sudarsono, Filsafat
Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, h. 81
[5] Sirajuddin. Zar, Filsafat…hal.
216
[6] Ibid, h.
220
[7] Ibnu Thufail, Hayy
Ibn Yaqzhan Roman Filsafat tentang Perjumpaan Nalar dengan Tuhan.
Diterjemahkan oleh: Dahyal Afkal, Bekasi: Menara, 2006, h. 1995
[8] Depag RI, Al-Qur’an
dan Terjemah, Surabaya: UD. Mekar, 2000, hal. 862
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...