Oleh : AM Bambang Prawiro
Islam
sebagai agama universal memiliki sumber-sumber hukum yang tidak lekang oleh
zaman dan tidak surut oleh waktu, hukum-hukum Islam senantiasa up to date di
segala tempat dan masa. Kekekalan hukum Islam tercermin dari sifat-sifat
hukumnya yang elastis dan fleksibel dalam menerima perubahan zaman.[1]
Dalam hal ini bukan berarti hukum Islam mengikuti perkembanagn zaman dalam
makna negative, namun perubahan zaman akan selalu dicounter oleh hukum
Islam. Selama perubahan tersebut bukan berkaitan dengan hal-hal yang prinsip
maka Islam dapat menerimanya.
Komponen
hukum Islam dapat dilihat dari sumber-sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan
As-Sunnah, walaupun keduanya telah berhenti dan tidak ada tambahan lagi, namun
interpretasi terhadap keduanya terus berkembang. Dalam hal ini penggalian
hukum-hukum di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah terus dilakukan oleh para
cendekiawan muslim.
Selain
itu dalam Islam juga mengenal istilah dalail al-ahkam (dalil/hujjah)
hukum Islam, yang terdiri dari Ijma’, Qiyas, ‘Urf, Istishab, istihsan,
Syar’u man qablana dan istislah. Kesemua dalil hukum tersebut
menjadi penopang bagi eksistensi hukum Islam. Selain itu dalam Islam juga
dikenal apa yang disebut dengan tujuan hukum Islam (maqashid As-Syari’ah) yaitu
pemeliharaan terhadap, harta, jiwa, akal, keturunan dan agama yang dikenal
dengan istilah hifdz al-mal, hifdz an-nafs, hifdz al-‘aql, hifdz an-nasb dan
hifdz ad-din.
Mashalahah
sebagai salah satu dari komponen hukum Islam memiliki posisi strategis dalam
rangka pengembangan system hukum Islam. Sebagai kaidah ‘ammah ia harus
dapat dirinci sehingga mampu menjawab setiap permasalahan yanga ada. Selain itu
perumusan terhadap kaidah ini juga menjadi acuan penetapan hukum Islam
kontemporer.
Bagaimana
system kerja mashlahah menjawab problema mutakhir? Serta apa landasan filosofi
bagi kaidah ini? Makalah ini akan membahas secara mendalam kaidah ini ditinjau
dari nilai-nilai filosofi dan nilai-nilai kemanusiaan.
A. Sumber dan Dalil Hukum Islam
Menurut Kamus Bahasa Indonesia kata
"sumber" berarti tempat keluar mata air, mata air, sumur, bahan yang
dapat digunakan manusia untuk memenuhi keperluan hidupnya, atau segala sesuatu
yang digunakan untuk mencapai hasil dan asal dari sesuatu (yang mempunyai makna
banyak).[2] Sementara
dalam bahasa Arab istilah sumber hukum Islam mempunyai beberapa penyebutan,
diantaranya adalah أصول
الأحكام ushul al-ahkam (dasar hukum), مصادر الأحكام mashadir al-ahkam (sumber-sumber hukum)
dan دليل dalil, ketiganya memiliki makna
yang hampir sama (muradif). Kata “Sumber-sumber hukum Islam” merupakan
terjemah dari lafadz مصادر الأحكام (mashadir al-ahkam). Istilah ini
kurang populer di kalangan ulama fiqh klasik, mereka lebih sering menggunakan
istilah dalil-dalil syariat الأدلة الشرعية al-adilah
asy-syar'iyyah.
Kata "sumber hukum" hanya berlaku pada
Al-Qur'an dan Al-Sunnah, sedangkan "dalil-dalil hukum" adalah
merupakan alat (metode) dalam menggali hukum-hukum dari kedua sumber hukum
Islam.[3]
Secara etimologi kata مصدر “mashdar”
adalah bentuk mufrad, dalam bentuk jama' االمصادر (al-mashadir) berarti wadah yang
dari padanya digali norma-norma hukum tertentu,
dikatakan المصادر الشرعية yaitu
rujukan utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu Al-Qur'an dan Al-Sunnah.[4]
Sedangkan الدليل ad-dalil
merupakan petunjuk yang membawa kita menemukan hukum tertentu. Kata dalil
adalah kata dalam bentuk tunggal (mufrad) الدليل
(al-dalil) bentuk jama'nya adalah الأدلة (al-adilah). Dalil menurut bahasa
adalah :
الهادي إلى
أي شيء حسي أو معنوي
Petunjuk jalan kepada segala sesuatu baik yang
sifatnya real/nyata atau bersifat maknawi/abstrak.[5]
Hamd bin Hamdi Al-Sha'idy menyatakan bahwa الدليل ad-dalil secara
bahasa bermakna المرشد al-mursyid (petunjuk).[6]
Sedangkan secara istilah الدليل al-dalil bermakna :
ما يستدل بالنظر الصحيح فيه
على حكم الشرع عملي على سبيل القطع او الظن.
"Setiap sesuatu yang menunjukan kepada
kebenaran pada hukum syar'i yang bersifat amali dengan mengambil
sandaran yang qath'i ataupun yang dhanny."[7]
Sebagian ulama ushul mendefinisikan dalil dengan "Setiap
sesuatu yang disandarkan padanya hukum syar'i dengan menyandarkannya
kepada dalil yang qath'i", adapun jika sandaran tersebut bersifat dzanny
maka hanya sebuah isyarat saja bukan dalil.
Nasrun Haroen mencatat “Dalam bahasa Arab yang
dimaksud dengan sumber adalah masdar, yaitu asal dari segala sesuatu dan
tempat yang merujuk segala sesuatu.”[8]
Dari sini menunjukan bahwa sumber hukum Islam adalah setiap nash atau
pedoman yang digunakan dalam menyandarkan segala bentuk amalan-amalan atau
suatu hukum dalam Islam.
Telah menjadi kesepakatan (ijma') para
ulama dan seluruh kaum muslimin bahwa sumber hukum Islam adalah Al-Qur'an dan
Al-Hadits, hal ini sebagaimana yang termaktub dalam QS Al-Nisaa ayat 59 :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ
ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ
تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnah), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Abdurrahman bin Nashir Al-Sa'dy menyatakan bahwa
dalam ayat ini Allah ta'ala memerintahkan kita untuk taat kepadaNya,
lalu kepada RasulNya dan ulil amri. Jika terjadi permasalahan pada suatu
masalah baik dalam masalah ushul maupun furu' hendaknya
dikembalikan kepada Allah dan RasulNya yaitu kepada Kitabullah (Al-Qur'an) dan
Al-Sunnah (Al-Hadits), Pada keduanya terdapat pemutus dari setiap masalah khilafiyah.
Karena Kitabullah dan sunnah RasulNya adalah pondasi bagi bangunan dien,
maka tidak akan tegak iman kecuali dengan keduanya dan mengembalikan masalah
kepada keduanya adalah syarat iman.[9]
Sedangkan hadist Nabi yang menunjukan bahwa
Al-Qur'an dan Al-Hadits adalah sumber hukum Islam adalah riwayat yang dibawakan
oleh Imam Ahmad dan Abu Daud :
عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ
الْكِنْدِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ
الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
Dari
Miqdam bin Ma'di Kariba Al-Kindy dia berkata bahwa Rasulullah bersabda
“Sesungguhnya telah diberikan kepadaku Al-Kitab (Al-Qur'an) dan yang semisalnya
bersamanya (Al-Sunnah) ketahuilah sungguh telah diberikan kepadaku Al-Kitab
(Al-Qur'an) dan yang semisalnya bersamanya (Al-Sunnah). HR Ahmad no. 16546.
Dalam hadits ini Rasululah menyebutkan bahwa
beliau diberikan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup dan sumber hukum bagi setiap
permasalahan yang ada. Selain itu beliau juga diberikan sesuatu yang serupa
dengan Al-Qur'an yaitu Al-Sunnah sebagai
pelengkapnya. Dalam riwayat yang lain teksnya adalah :
عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ
مَعْدِي كَرِبَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلَا يُوشِكُ رَجُلٌ
شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا
وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَلَالٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ
فَحَرِّمُوهُ أَلَا لَا يَحِلُّ لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ الْأَهْلِيِّ وَلَا
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السَّبُعِ
Dari
Miqdam bin Ma'di Karaba Dari Rasulullah bahwa beliau bersabda sungguh telah
diberikan kepadaku Al-Kitab (Al-Qur'an) dan yang semisalnya bersamanya
(Al-Sunnah)...HR Abu Daud, Kitab Al-Sunnah no. 3988.
Al-Qur'an dan Al-Sunnah
adalah pedoman pokok dalam menyelesaikan hukum-hukum yang dihadapi oleh
manusia, hal ini seperti wasiat Nabi Shalallahu
Alaihi Wa Salam kepada kita dalam sebuah hadits:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا
تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wassalam bersabda “Telah aku tinggalkan dua perkara, maka kalian
tidak akan tersesat selama-lamanya jika kalian berpegang teguh kepada keduanya
yaitu kitabullah dan sunnah NabiNya. HR. Malik no. 1395.[10]
Kesimpulan dari hadits-hadits tersebut adalah
bahwa Al-Qur'an dan Al-Sunnah adalah sumber hukum Islam yang telah disepakati
oleh seluruh umat Islam dan tidak ada perselisihan padanya. Keduanya merupakan
pondasi bagi permasalahan-permasalahan hukum yang tidak ada nashnya.
Sedangkan dalil hukum Islam yang masih
diperselisihkan oleh para ulama adalah ijma, qiyas, istihsan, maslahat
mursalah, 'urf, pendapat shahabat, istishab, sad adz-dzara'i dan syar'u
man qablana (syariat umat sebelum kita).[11]
Dari pembahasan
tentang sumber hukum Islam dapat disimpulkan bahwa sumber hukum yang disepakati
oleh umat Islam adalah Al-Qur'an dan Al-Sunnah, sedangkan yang disepakati oleh jumhur
al-ulama adalah Ijma dan Qiyas, adapun yang masih
diperselisihkan oleh para ulama adalah istihsan, maslahat mursalah, 'urf,
pendapat shahabat, istishab, sad al-dzara'i dan syar'u man qabalana (syariat
umat sebelum kita).
[1] Abdul Halim Uways, Fiqih
Statis dan Fiqih Dinamis, Pustaka Hidayah : Bandung, cet. I tahun 1998,
hal.
[2] Ahmad A.K. Muda, Kamus Lengkap Besar Bahasa Indonesia, Jakarta
: Reality Publiser, hlm. 508.
[4] Nasrun Haroen, Ushul Fiqh I,
hlm. 15.
[5] Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Al-Fiqh, hlm. 19.
[6] Hamd bin Hamdi As-Sha'idy, Muwazanah Baina Dalalah An-nash Wa
Al-Qiyas Al-Ushuly Wa atsaru Dzalika 'Ala Furu' Al-Fiqhiyah, Mesir : Dar
Al-Harir li thiba'ah, 1993, hlm. 17.
[7] Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu
Ushul Al-Fiqh, hlm. 19.
[9] Abdurrahman bin Nashir Al-Sa'dy, Taisir Karimi Rahman fi Tafsir Kalam Al-Manan,
Jum’iyah Ihya Al-Turats Al-Islami : Kuwait, 2003. hlm. 228.
[10] Malik bin Anas, Al-Muwatha,
Kuwait : Jamiyyah Ihya At-turats Al-Islamy, 1998, hlm. 321.
[11] Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta :
Bulan Bintang : tt, hlm. 54. lihat Hamd bin Hamdy Ash-Sha'idy, Muwazanah
baina Dalalah An-nash wa Al-Qiyash Al-ushuly, hlm. 56.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...