Oleh:
Bambang Sahaja
Merasakan
kehidupan yang berbahagia di dunia adalah dambaan setiap manusia, kebahagiaan
itu akan semakin lengkap dengan anugerah keluarga: anak-anak yang bisa
mendoakan kita, keadaan keuangan yang bisa mendukungnya dan yang lebih penting
dari semua itu adalah pasangan kita adalah seorang yang sholeh/sholehah.
Memiliki
pasangan yang paham agama, mengamalkannya dan kalau bisa menjadi seorang juru
dakwah di jalanNya adalah keinginan kebanyakan manusia. Sehingga proses
pencarian pasangan seringkali dilewati dengan berbagai seleksi ketat dan
penyaringan luar biasa agar pasangan kita bisa membawa kebahagiaan dunia dan kebahagiaan
di alam sana.
Bagi
seorang wanita, memiliki seorang suami yang memahami agama adalah syarat utama,
apalagi hadits Nabi yang mulia telah menyatakan bahwa apabila datang seorang
yang engkau ridhai agamannya meminang anda maka terimalah ia. Sehingga mendapatkan
suami yang memiliki pemahaman agama yang luas merupakan keinginan semua wanita
(apakah anda juga?)
Dalam
kalimat yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa seorang wanita tentu tidak
akan menolak ketika yang melamarnya adalah seorang ustadz atau seorang ahli
agama. Apa sih enaknya jadi istri ustadz atau ahli agama?
Keinginan
seperti tidaklah tercela, bahkan bisa jadi suatu cita-cita mulia apalagi jika
niatnya adalah ikhlas karena Allah ta’ala. Sayangnya banyak di antara kita yang
hanya melihat sesuatu itu dzahirnya saja. Ketika melihat seorang ustadz
berjalan dengan istrinya dengan sesekali terdengar canda rianya kita berfikir
bahwa keduanya adalah pasangan sempurna dan merupakan keluarga yang berbahagia.
Tunggu dulu….? Jangan terjebak oleh tampakan luarnya saja, bukankah kita tahu
bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna? Termasuk ustadz juga karena
ustadz juga manusia. Lalu apa enaknya jadi istri ustadz?
Tentu
saja saya tidak menjustifikasi enak gak enak menjadi istri ustadz, apalagi
hanya tampak dari luarannya saja. Saya hanya ingin mengajak setiap kita untuk
menerima apa yang ada dalam diri kita, pasangan kita, keluarga kita dan semua
takdir Yang Maha Kuasa.
Melihat
seolah-olah enak menjadi istri ustadz bisa jadi karena kita melihat dari luar
saja, padahal dari beberapa bincang-bincang dengan teman-teman ternyata ada
banyak hal yang mengancam keharmonisan rumah tangga para ustadz, mau tahu? Ini dia
diantaranya:
1. Ustadz
juga manusia pasti banyak kekurangannya
2. Seorang
ustadz menjadi milik umat maka istri harus rela sering ditinggal keluar rumah
3. Ustadz
adalah panutan maka tindakannya dan juga keluarganya akan menjadi tauladan dan
bahan percontohan masyarakat
4. Ustadz
juga membutuhkan uang oleh karena itu ia juga harus bekerja jangan mengadalkan
dana umat saja, termasuk juga keluarganya
5. Seorang
ustadz akan menjadi incaran para akhwat dan janda yang menginginkan memiliki
seorang suami ustadz
6. Semakin
tinggi ilmu agama seorang ustadz semakin ia bersemangat dalam melaksanakan
sesuatu yang wajib-wajib dan yang sunnah-sunnah termasuk poligami (boleh khan?)
7. Semakin
dalam ilmu seorang ustadz semakin berat gangguan dari jin dan bala tentaranya
termasuk godaan kepada keluarganya
8. Dalam
sebuah hadits dikabarkan bahwa banyak dari kalangan ustadz yang masuk neraka
karena hanya bisa bicara saja tanpa melakukannya
9. Keluarga
terutama istri ustadz sering sekali diteror apalgi kalau dakwah suaminya
bertentangan dengan kondisi masyarakatnya
10. Menjadi
istri ustadz harus siap menerima resiko salah satunya harus “berbagi suami”
dengan umat umumnya dan wanita lain pada khususnya
Sepuluh
alas an ini sepertinya sudah cukup untuk menjawab bahwa ternyata menjadi istri
seorang ustadz juga antara enak dan tidak enak.
Inti
dari tulisan ini kembali saya tegaskan adalah bahwa kita harus menerima dan
mensyukuri seluruh nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita berupa
takdir yang sudah ada pada kita. Janganlah mengharap sesuatu yang tidak
ditakdirkan kepada kita, bisa jadi itu seolah-olah baik untuk kita padahal
menurut Allah itu buruk….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...