Penerjemah: Abu Aisyah
Penulis :
Abu Al-Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah
bin Yusuf bin Muhammad bin Abdillah bin Haywiyyah Al-Juwaini, Imam Al-Haramain,
salah seorang dari orang-orang jenius pada abad ke-5 Hijriyyah yang telah
terkenal keilmuannya di penjuru dunia Islam.
Beliau dibesarkan di tengah iklim ilmiah
dimana, dididik langsung di bawah pengawasan ayahnya Abdullah yang menggunakan laqab
dengan rukun Islam. Ia adalah seorang yang memiliki pengetahui yang sempurna di
bidang fiqh, ushul, tafsir dan adab. Kecerdasan Ali Abu Ma’ali muncul semenjak
masih anak-anak. Ayahnya sangat takjub menyaksikan kecerdasan anaknya, mengaji
secara talaqi (langsung) kepada ayahnya, kakeknya adalah seorang
mujtahid pada Madzhab Syafi’i, Madzhab Khalaf dan termasuk ahli ilmu ushul.
Ia memperoleh ilmu ushul fiqh dari
gurunya Abu Al-Qasim Al-Iskafi Al-Asfarani, yang diperoleh dengan secara teratur
hadir di majlisnya.
Ketika ayahnya wafat, Imam Al-Juwaini
menggantikannya mengajar, ketika itu umurnya mendekati 20 tahun. Kesibukannya
mengjara tidak menghalanginya untuk terus-menerus mengambil ilmu dari para
ulama. Ia memiliki keinginan yang kuat, paling kuat keilmuannya di zamannya,
maka dirujuk padanya pendapat, ahli ushul, ahli kalam, penyampai yang fasih,
yang memiliki adab. Dalam pengetahuan dan keilmuan ia menjadi pribadi yang
memukau para ulama, menjadi contoh bagi mereka. Ibnu Subki berkata : Barang
siapa yang menyangka bahwa dalam madzhab yang empat tidak ada yang sesuai
dengannya dan membenarkannya, maka ia tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Demikian
pula barang siapa yang menyangka bahwa pada kalangan penyusun kitab tidak ada yang
kokoh ilmu balaghahnya maka ia tidak mengetahui apa yang diucapkan… dan tidak
diragukan bagi orang-orang yang memiliki pengalaman bahwasanya yang paling
mengetahui dari penduduk bumi dengan ilmu kalam dan ilmu ushul dan fiqh…
Imam Al-Juwaini tinggal di Mekkah dan
Madinah selama empat tahun, dan menyibukkan diri di sana dengan mengajar ,
memberi fatwa dan menulis sehingga beliau mendapatkan gelar Imam Haramain. Ia
belajar di Madrasah Nidzamiyah di Naisabur kurang lebih 30 tahun. Ia diserahi
sebagai “pemilik” mihrab, mimbar, khutbah, pengajaran, dan majelis pengingat
pada hari jumat dan diskusi. Hadirin yang hadir dalam majelisnya adalah
ulama-ulama besar, para penuntut ilmu dalam jumlah banyak. Para jamaah yang
mengikuti pengajarannya setiap hari mencapai 300 orang dari kalangan imam dan
para penuntut ilmu.
Ia meninggalkan tulisan-tulisan di
bidang fiqh, ushul, ilmu kalam, dan setiap yang diabadikan yang telah banyak
disebutkan oleh para ulama sesudahnya, apabila tidak hilang ia menjadi
sumber-sumber asli yang menjadi sumber mata air bagi para pembahas.
Para pengkaji telah tertarik dalam
membahas pemikiran-pemikirannya saat ini, menikmati kitab-kitabnya dan
melakukan tahqiq, dan nampak kitab-kitabnya bagi kita saat ini dan yang
lainnya dalam versi baru. Dari kajian dan pembahasan ilmiyah yang telah
dilakukan, mereka telah menyingkap
sisi-sisi baru dalam pemikirannya yang bisa kita nikmati.
DR. Abdul ‘Adzim Ad-Diib telah mencatat
dan mentahqiq kitab Al-Burhan Fi Ushul Al-Fiqh dan Kitab Al-Ghiya Fi
Al-Fiqh (Ghiyats Al-Umam Fi At-Tiyats Dzalam) para pembahas saat ini
telah memberikan perhatian pada sisi keilmiahan yang bersumber dari Imam
Haramain. Warisan ilmunya sangat banyak hingga seolah-olah warisan satu-satunya
yang ada di belakangnya. Antara hasil-hasil ijtihad fiqhnya dan ushulnya jika dibandingkan
memiliki jumlah yang kurang lebih sama, maka dikatakan:
Dari hasil-hasil ijtihadnya yang sampai
kepada kita adalah mengenai kasus-kasus, memberikan keselamatan pada kehidupan
kita, serta wawasan yang memerlukan adanya tashih (pembenaran). Oleh
karena itu melihat kepada pandangan (Imam Haramain) dengan sifatnya sebagai
ahli kalam dengan derajat pertama. Hal ini karena ilmu kalam adalah ilmunya
yang awal, dan pembenaran pandangan ini adalah yang tampak bahwa setiap yang
ditulisnya selalu menampakan zawiyyah atau sifat ini. Maka ketika saya
mengikuti pendidikan di universitas (jami’ah) tidak mendapatkan hasil kecuali
segi ini. Pada tahun yang sama 1948 Al-Marhum Ali Jabbar tiba (Suratnya) ke
fakultas Ushuludin dengan judul “Imam Al-Haramain keluarga madrasah asy’ariyyah
al-haditsah” dan judulnya tersingkap dari tema-temanya.
Pada tahun 1965 diterbitkan oleh DR.
Fauqiyyah Mahmud pembahasan dengan judul “Al-Juwaini Imam Al-Haramain”, pada rangkaian
biografi ulama Arab yang dikeluarkan oleh Kementerian Tsaqafah Mesir, akan
tetapi hilang juga keahliannya pada sisi ilmi kalam yang dimiliki dengan
sendirinya, itu terjadi pada dua bab : Pertama mengenai sejarah dan
peninggalannya kedua : dengan Judul, Al-Juwaiani sebagai Ahli ilmu Kalam. Ketika
muncul tulisan-tulisannya dan pengenalan-pengenala tentangnya, maka perhatian beberapa
ahli berubah kepada yang ada darinya yaitu pada ilmu kalam dan yang berkaitan
dengannya.
Ketika para pentahqiq dan penerbit berpaling
pada kitab-kitabnya, maka tidak diketemukan kecuali kitab-kitab ilmu kalam yang
disebarkan semisal Al-Aqidah An-Nidzamiyah, dengan tahqiq Al-Alamah Al-Marhum
DR. Muhammad Yusuf Musa dan shahabatnya Syaikh Muhammad Abdul Mun’im, kemudian
diterbitkan oleh DR. Fauqiyyah Mahmud
yaitu “Lam’ul Adillah Fi Aqaidi Ahlu Millah”, pada saat yang sama
diterbitkan pula Asy-Syamil Fi Ushuluddin, dengan pengawasan DR Ali Sami
Nashr. Demikianlah Imam Al-Haramain dikenal dengan ilmu kalamnya, padahal itu
adalah keahliannya yang awal. Ia sendiri telah mengatakan secara jelas dalam
pembukaan kitabnya Al-Ghiyatsi…
Kedudukannya dalam ilmu hadits dari atsar
Abu Ma’aali dengan keilmiahan yang beraneka ragam disebutkan oleh DR. Abdul ‘Adzim
Adiib dalam pembukaan kitab: Al-Burhan dan Al-Ghiyaatsi bahwasanya
Imam Al-Juwaini memiliki 40 tulisan, adapun yang dikhususkan dengan fiqh,
ushulnya, ilmu khilaf dan jidal, yaitu sebagai berikut :
Dalam bidang ilmu ushul fiqh :
Al-Burhan, Al-Waraqat, dan At-Tuhfah
Dalam bidang Fiqh : Al-Ghiyaatsi,
Nihayah Al-Mathlab, Mukhtashar An-Nihayah,
Dalam ilmu khilaf dan jidal : Al-Asalib
Fil Khilafaat, Al-Kafiyah, Ad-Duratul madhiyyah fi ma waqa’a min khilaf baina
Syafi’iyah dan Hanafiyah.
Sebagaimana diketahui bahwa Imam
Al-Haramain juga memperhatikan bidang tafsir, hadits, dan adab. Ia juga
memiliki kitab tafsir Al-Qur’an Al-Karim, dalam bidang hadits ada 40 hadits
pilihan (Ahadits mukhtarat), dalam bidang adab: “Iktsir Adz-Dzahab Fi
Shina’atil Adab”. Dari sini sangat jelas bahwa Imam Al-Haramain adalah kumpulan
ilmiah dan tidaklah hilang warisan keilmiahannya sesuai dengan derajatnya dan
merupakan ulama yang menakjubkan.
Negeri Naisaburi menangis dengan sangat,
ketika beliau wafat mengakhiri hidupnya pada malam rabu tahun 478 H, semoga
Allah memberikan rahmat padanya dan balasan dari Islam dan umat Islam balasan
yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...