Oleh: Nabilah Shofiyah
Dalam ajaran Islam, disampaikan
bahwa ciri-ciri seorang Muslim yang diharapkan adalah pribadi yang menghargai
waktu. Seorang Muslim tidak patut menunggu dimotivasi oleh orang lain untuk mengelola
waktunya, sebab sudah merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Ajaran Islam
menganggap pemahaman terhadap hakikat menghargai waktu sebagai salah satu
indikasi keimanan dan bukti ketaqwaan, sebagaimana tersirat dalam Al-Qur’an yang berbunyi: “Dan
Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin
mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.” (Al-Furqan 25 : 62)
Manajemen
waktu yang islami adalah manajemen waktu yang menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi sebagai postulat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Nabi Muhammad
SAW bahwa:“Aku tinggalkan untuk kalian dua urusan, kamu tidak akan
tersesat selama berpegang pada keduanya. Kitab Allah dan Sunnah Nabi.” (H.R.
Muslim)
Sebagai
seorang Muslim yang baik sudah sepantasnya kita menghargai waktu kita dan
menggunakannya dengan baik pula, dalam Islam sendiri waktu diibaratkan sebagai
sebuah pedang yang jika seseorang dapat menggunakannya maka ia akan selamat dan
dapat mengambil manfaat dari pedang tersebut, akan tetapi jika ia tidak dapat
menggunakannya dengan baik maka ia akan celaka atau bahkan terbunuh karena
pedang tersebut.
Bisa
kita bayangkan jika di dunia ini tidak ada waktu apa yang akan terjadi? Yang
terjadi adalah tidak ada kehidupan, karena kehidupan dan waktu adalah sesuatu
yang sudah menjadi satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan. Ibarat langit dan
bumi, siang dan malam dan lain sebagainya. Karena Allah SWT menciptakan segala
sesuatu secara berpasang-pasangan.
Waktu adalah salah satu nikmat
tertinggi yang diberikan Allah SWT kepada Manusia. Sudah
sepatutnya manusia memanfaatkannya seefektif dan seefisien mungkin untuk
menjalankan tugasnya sebagai makhluk Allah SWT di bumi ini. Karena pentingnya
manajemen waktu ini maka Allah SWT telah bersumpah pada permulaan berbagai
surat dalam Al-Qur’an
yang turun di mekkah dengan berbagai macam bagian dari waktu. Misalnya
bersumpah: demi waktu malam, demi waktu siang, demi waktu fajar, demi waktu
dhuha, dan demi masa. Semisal dalam surat Al-Lail ayat 1-2, Allah berfirman:“Demi
malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang.”
Sementara
itu sunnah nabawiah juga mengukuhkan nilai waktu, dan menetapkan adanya
tanggung jawab manusia terhadap waktu di hadapan Allah SWT kelak di hari
kiamat. Terlebih, ada empat pertanyaan pokok yang akan dihadapkan kepada setiap
mukallaf di hari perhitungan kelak, dan ada dua pertanyaa dasar yang khusus
berkenaan dengan waktu. Tentang hal tersebut telah diriwayatkan oleh Mu’adz bin
Jabal ra, bahwa Nabi SAW telah bersabda: “Tiada tergelincir kedua telapak kaki seorang hamba di
hari Kiamat, sehingga ditanya tentang empat hal, yaitu tentang umurnya di mana
ia habiskan, tentang masa mudanya di mana ia binasakan, tentang hartanya dari
mana ia peroleh dan ia belanjakan, dan tentang ilmunya bagaimana ia
mengamalkannya.”
Kewajiban-kewajiban dan etika Islam
telah menetapkan adanya makna yang agung, yaitu nilai waktu dan upaya
memperhatikan setiap tingkatan dan setiap bagiannya. Kewajiban ini menyadarkan
dan mengingatkan manusia agar menghayati pentingnya waktu, dan irama gerak
alam, peredaran cakrawala, perjalanan matahari, planet-planet lain serta
pergantian malam dan siang. Sebagaimana ditentukannya waktu-waktu untuk shalat,
zakat, puasa, dan haji. Hal ini merupakan memberikan pelajaran bagi setiap
muslim harus senantiasa sadar terhadap perputaran masa dan mengawasi gerak
pergantiannya, sehingga tidak menunda-nunda waktu terhadap ibadah-ibadah yang
telah ditentukan dan agenda-agenda harian yang telah direncanakan. Waktu mempunyai karakteristik khusus yang istimewa. Kita wajib mengerti secara
sungguh-sungguh dan wajib mempergunakannya sesuai dengan pancara cahayanya. Di
antara karakteristik waktu adalah sebagai berikut:
a. Cepat habis.
Waktu itu berjalan laksana awan dan
lari bagaikan angin, baik waktu senang atau suka ria maupun saat susah datau
duka cita. Apabila yang sedang dihayati itu hari-hari gembira, maka lewatnya
masa itu terasa lebih cepat, sedangkan jika yang dihayati itu waktu prihatin,
amaka lewatnya masa-masa itu terasa lambat. Namun, pada hakikatnya tidaklah
demikian, karena perasaan tersebut hanyalah perasaan orang yang sedang
menghayati masa itu sendiri. Kendati umur manusia dalam kehidupan dunia ini
cukup panjang, namun pada hakikatnya umur manusia hanya sebentar, selama
kesudahan yang hidup itu tibalah saat kematian. Dan tatkala mati telah
merenggut, maka tahun-tahun dan masa yang dihayati manusia telah selesai,
hingga laksana kejapan mata yang lewat bagaikan kilat yang menyambar.
b. Waktu yang telah habis tak akan kembali dan tak
mungkin dapat diganti.
Inilah ciri khas waktu dari
berbagai karakteristik khusus waktu. Setiap hari yang berlalu, setiap jam yang
habis dan setiap kejapan mata yang telah lewat, tidak mungkin dapat
dikembalikan lagi dan tidak mungkin dapat diganti.
c. Modal terbaik bagi manusia.
Oleh karena waktu sangat cepat habis, sedangkan yang
telah lewat tak akan kembali dan tidak dapat diganti dengan sesuatu pun, maka
waktu merupakan modal terbaik. Modal yang paling indah dan paling berharga bagi
manusia. Keindahan waktu itu dapat diketahui melalui fakta bahwa waktu
merupakan wadah bagi setiap amal perbuatan dan segala produktivitas. Karena
itulah, maka secara realistis waktu itu merupakan modal yang sesungguhnya bagi
manusia, baik secara individu (perorangan) maupun kolektif atau kelompok
masyarakat.
Kiat yang benar untuk menyikapi
waktu menurut Islam, ialah pandangan yang mencakup masa lalu, masa sekarang dan
masa depan secara keseluruhan. Oleh karena itu, manusia wajib melihat, mengisi,
dan mempersiapkan ketiga masa tersebut.
a. Wajib melihat masa lalu.
Melihat ke masa lalu, dimaksudkan
untuk mengambil pealjaran dengan segala peristiwa yang terjadi pada masa
tersebut. Menerima nasehat dengan kejadian yang dialami umat saat itu dan
sunnatullah terhadapa mreeka, sebab masa lalu merupakan wadah peristiwa dan
khazanah pelajaran.
b. Melihat masa depan.
Melihat ke masa depan memang hal
wajib, sebab manusia itu sesuai dengan fitrahnya senantiasa terikat ke masa
depan. Ia tak akan dapat melupakannya atau menyembunyikannya di balik kedua
telinganya. Sebagaimana manusia itu diberi rezeki ingatan yang menghubungkannya
dengan masa lalu dan apa yang terjadi di dalamnya, maka iapun deberi rezeki
upaya menggambarkan masa depan dan apa yang akan diharapkan.
c. Memperhatikan masa kini.
Apabila seorang mukmin berkewajibanmelihat ke masa
lalu untuk mengambil pelajaran, mengambil manfaat, dan mawas diri. Di samping
itu, juga perlu melihat ke masa depan untuk mempersiapkan perbekalan. Maka, ada
kewajiban untuk memperhatikan masa kini, yaitu masa di mana secara nyata kita
sedang menjalani dan menghayatinya, agar kita dapat menggunakannya sebelum
lepas dan tersia-sia.
Selain itu, memenej waktu untuk merencanakan, mengatur, dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada haruslah memiliki landasan-landasan
berikut.
1.
Pengetahuan kaidah yang
rinci tentang optimalisasi waktu
Setiap muslim, hendaknya memahami dan mengetahui kaidah-kaidah
yang rinci tentang cara mengoptimalkan waktunya. Hal ini bertujuan untuk
kebaikan dan kemaslahatan dirinya dan orang lain. Tokoh-tokoh seperti Imam
Ibnul Jauzi, Imam Nawawi, dan Imam Suyuthi adalah orang-orang yang menjadi
teladan bagi orang-orang yang bisa mengoptimalkan waktu semasa hidupnya.
2.
Memiliki
manajemen hidup yang baik
Setiap muslim haruslah pandai mengatur segala
urusan hidupnya dengan baik, menghindari kebiasaan yang tak jelas, matang dalam
pertimbangan dan mempunyai perencanaan sebelum melakukan pekerjaan. Ia harus
berpikir, membuat program, mempersiapkan, mengatur dan melaksanakannya.
3.
Memiliki
Wudhuhul Fikrah
Seorang muslim haruslah memiliki keluasan
atau fleksibilitas dalam berpikir, seperti mampu berpikir benar sebelum
bertindak, berpengetahuan luas, mampu memahami substansi pemikiran dan paham. Hal itu penting sebagai
dasar pengembangan berpikir ilmiah.
4.
Visioner
Seorang muslim juga harus memiliki pandangan jauh ke depan, bisa
mengantisipasi berbagai persoalan yag akan terjadi di tahun-tahun mendatang.
5.
Melihat secara utuh setiap
persoalan
Setiap orang yang dapat mengatur waktunya secara optimal, tidak
melihat masalah secara parsial. Karena bisa jadi, persoalan itu memiliki kaitan
dengan yang lainnya.
6.
Mengetahui Perencanaan dan
skala prioritas
Mengetahui urutan ibadah dan prioritas, serta mengklasifikasi
berbagai masalah adalah faktor penting dalam mengatur waktu agar menghasilkan
kerja yang optimal. Dengan membuat skala prioritas, akan menghindarkan dari
ketidakteraturan kegiatan.
7.
Tidak Isti’jal dalam
mengerjakan sesuatu
Mengerjakan sesuatu dengan tidak tergesa-gesa dan berdasar pada
ketenangan jiwa yang stabil merupakan landasan yang penting dalam mewujudkan
hidup yang lebih baik.
Sementara, orang yang musta’jil menginginkan agar dalam waktu singkat ia mampu melakukan hal-hal yang terpuji, sekaligus meninggalkan hal-hal yang tidak terpuji. Hal ini jelas tidak sesuai dengan sunah kauniyah, yaitu hukum alam dan kebiasaan.
Sementara, orang yang musta’jil menginginkan agar dalam waktu singkat ia mampu melakukan hal-hal yang terpuji, sekaligus meninggalkan hal-hal yang tidak terpuji. Hal ini jelas tidak sesuai dengan sunah kauniyah, yaitu hukum alam dan kebiasaan.
8.
Berupaya seoptimal mungkin
Jika kita menginginkan terwujudnya aktivitas amal shalih, maka
secara optimal kita harus mengarahkan diri pada persoalan itu sesuai kemampuan
yang ada pada diri kita.
9.
Spesialisasi dan pembagian
pekerjaan
Setiap
muslim haruslah memiliki keahlian tertentu. Ia boleh memiliki pengetahuan luas,
tetapi ia juga perlu memfokuskan pada keahlian tertentu.
Perlu kita fahami bahwa, apabila
seorang Muslim mampu mengelola waktu dengan baik, maka akan memperoleh
optimalisasi dalam kehidupannya. Namun, apabila tidak mampu, maka seseorang
tidak akan mampu mengelola sesuatu apapun karena waktu merupakan modal dasar
bagi kehidupan seorang Muslim yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya
pada pertukaran malam dan siang itu dan pada yang diciptakan Allah di langit
dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang
yang bertaqwa.” (QS. Yunus: 6)
Sumber:
Al-Qur’an
Al-Ma’tsurat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...