Selasa, 04 Desember 2012

Memberi Untuk Yang "Dibenci"

Oleh : Abu Aisyah


Ada perasaan puas dan bangga ketika kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain, bisa jadi ini adalah tabiat dan fitrah manusia. Apalagi jika pemberian tersebut ditujukan kepada orang-orang yang dekat dengan kita, serta orang-orang yang kita cintai. Sudah sewajarnya dan sepantasnya memang ketika kita memberikan sesuatu entah itu hadiah, hibah atau sekadar bingkisan kecil kepada orang-orang yang kita cintai. Ada beberapa motif seseorang memberikan hadiah kepada orang lain, tentu saja ini di luar unsur keikhlasan yang hanya Allah ta’ala yang mengetahuinya. Beberapa unsur tersebut adalah :
1.     Kewajiban sebagai kepala keluarga bagi seorang suami
2.     Perhatian dari seorang istri kepada suaminya
3.     Perhatian dari pasangan yang belum menikah
4.     Rasa suka kepada orang lain
5.     Rasa ingin mendapatkan perhatian
6.     Rasa hormat kepada atasan atau orang lain yang memiliki posisi di atas kita
Dari beberapa motif tersebut terdapat satu kesamaan yaitu bahwa sesuatu yang diberikan oleh kita kepada orang lain adalah dikarenakan ada sesuatu yang kita harapkan dari mereka. Menurut hemat saya hal ini tidak ada hubungannya langsung dengan keikhlasan, namun jika dibiarkan terus-menerus bisa jadi keikhlasan itu akan terkikis. Maksud saya adalah bahwa sering sekali kita memberikan sesuatu entah itu hadiah atau bingkisan tertentu kepada orang-orang yang kita cintai atau kita sukai. Saya sendiri sering kali berfikir kenapa saya selalu memberikan sesuatu kepada orang-orang yang saya sukai? Ini di luar kewajiban saya sebagai seorang suami. Saya berfikir ulang, jangan-jangan pemberian saya tersebut tidak ikhlas karena Allah ta’ala, jangan-jangan pemberian saya tersebut adalah karena saya suka dengan orang tersebut? Astaghfirullah... bisa jadi demikian.
Bisa jadi saya akan mengungkapkan alasan lain, misalnya “Saya memberikan hadiah kepada seseorang bukan hanya karena saya “suka” tetapi saya senang dengan perilaku dan nilai keimanannya sehingga saya akan memberikan hadiah kepadanya”, benar demikian? Jujur saja, saya sendiri sering memberikan sesuatu (walaupun terkadang sangat sederhana) kepada orang-orang yang saya cintai, alasannya? Tentu saja memberikan sesuatu kepada mereka akan lebih mendekatkan saya dengan dia, tentunya dalam hal positif.  Apakah ini salah? Nurani saya menyatakan ada salahnya dan ada benarnya, salah ketika hanya memberikan hadiah kepada orang-orang tertentu yang saya sukai padahal bisa jadi ada orang lain yang lebih membutuhkannya, benar jika unsur keikhlasan menjadi pertimbangan dalam pemberian tersebut. Misalnya diberikan kepada orang-orang shaleh dan mengamalkan agamanya.  
Bagaimana kalau dari sekarang  kita memulai sesuatu yang berbeda yaitu memberikan sesuatu itu kepada orang-orang yang kita benci? Bisa jadi mudah diucapkan tetapi akan sulit untuk dilaksanakan. Bayangkan saja misalnya seseorang yang selalu menyakiti kita dan selalu mengganggu kehidupan kita harus kita berikan hadiah? Bisa tidak kira-kira kita memberikan hadiah kepada orang yang kita benci? Beberapa kali saya mempraktekannya, saya memberikan sesuatu (sekali lagi walaupun sangat sederhana) kepada seeorang yang selalu membuat saya kesal atau dengan kata lain seseorang yang saya “benci”, tanda kutip di sini bukan berarti saya benci dengan seseorang itu, tapi lebih kepada tidak suka dengan tingkah laku dan perilakunya.  Hasilnya? Bisa jadi ego diri saya mulai bisa menerima, dan saya juga berfikir inilah cara untuk menguji keikhlasan. Walaupun dalam hati tetap saja ada rasa tidak suka dengan pemberian hadiah tersebut. Namun sepertinya cukup efektif untuk menguji keikhlasan kita.
Dari sini mudah-mudahan kita bisa senantiasa kembali melakukannya, memberikan hadiah kepada orang yang kita “benci”.... berani? Kita buktikan nanti...

1 komentar:

  1. subhanallah,, sangat bermanfaat jazakumullah khair artikelnya..

    BalasHapus

Please Uktub Your Ro'yi Here...