Selasa, 25 Desember 2012

Sistem Ekonomi Islam


Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa pada saat ini terdapat dua sistem ekonomi yang menguasai dunia, yaitu sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosilaisme. Sebagai akibat dari penjajahan Barat terhadap dunia Islam baik di bidang ekonomi, politik maupun sosial budaya, maka kedua sistem ekonomi itu telah dipakai oleh sebagian negara-negara Islam. Kedua sistem itu masing-masing memiliki konsep yang bertolak belakang. Sosialisme memiliki konsep ekonomi kolektif, sedangkan kapitalis memiliki konsep kebebasan individu (liberal). Di samping perbedaan yang bertolak belakang, keduanya mempunyai persamaan, yaitu aktivitas perekonomiannya memiliki watak materialisme murni.27
Berbeda dengan kedua sistem ekonomi di atas, sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berketuhanan. Karena itu aktivitas perekonomian masyarakat muslim, di samping bersifat material, namun di dalamnya tidak mengabaikan aspek spiritual (ibadah). Sendi dari aspek spiritual adalah kesadaran individu muslim akan keta’atan kepada Allah SWT. Dengan kata lain, manusia itu di samping berhubungan dengan sesamanya dan alam sekitar, juga ia berhubungan dengan Allah SWT. A.M. Saefuddin28 menggambarkan hubungan yang demikian itu sebagai hubungan “triangle” antara Allah SWT, manusia dan alam sekitarnya. Allah dalam hal ini berada pada puncak triangle tersebut, sedangkan manusia dan alam sekitarnya berada pada kedua sudut triangle tersebut.
Dengan menempatkan Allah pada puncak atas, maka segala aktivitas ekonomi dalam Islam tidak akan terlepas dari pengawasan dan petunjuk yang diberikan di dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW, baik yang menyangkut dengan masalah produksi, distribusi maupun konsumsi.
Allah SWT melarang terhadap cara memperoleh barang produksi, dalam mendistribuskannya atau mengkonsumsinya dengan jalan yang bathil, kecuali dengan aktivitas yang sah dan sehat berdasarkan kebebasan berkehendak serta dibarengi dengan kesukarelaan masing-masing pihak, tidak berbuat curang dan tidak ada unsur paksaan atau tekanan. Dengan demikian terlihatlah bahwa Islam telah menyelesaikan masalah bagaimana agar manusia dapat memanfaatkan (mengelola) kekayaan yang ada, dan inilah yang sebenarnya dianggap sebagai masalah ekonomi bagi suatu masyarakat.
Karena itu dalam membahas masalah ekonomi, Islam hanya membahas masalah bagaimana cara memperoleh kekayaan, mengelola dan mendistribusikannya. Dengan demikian hukum-hukum yang menyangkut masalah ekonomi dibangun di atas tiga kaidah, kepemilikan (property), pengelolaan kepemilikan dan mendistribusikan kekayaan di tengah-tengah manusia.29
Hak milik merupakan masalah pokok dalam dunia ekonomi, dari mana ia memperoleh hak milik tersebut dan sejauh mana hak pemilikan itu berada pada manusia serta konsekuensinya yang timbul dari kepemilikan tersebut. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, kepemilikan seseorang terhadap suatu benda bersifat absolut, sedangkan dalam sistem sosialis hak milik hanya untuk kaum proletar yang diwakili oleh kepemimpinan diktator. Karena itu dalam sistem ekonomi sosialis kepemilikan itu diatur oleh negara dan secara individual tidak ada hak kepemilikan.
Berbeda dengan kedua sistem ekonomi di atas, prinsip-prinsip kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam adalah :
a. Pemilik mutlak adalah Allah SWT
Semua sumber ekonomi adalah milik Allah SWT, hal ini dinyatakan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al Baqarah, ayat 29 :
هُوَ الَّذِىْ خَلَقَ لَكُمْ مَا فِى اْلأَرْضِ جَمِيْعًا (البقرة: 29).
“Dia lah Allah, yang menciptakan segala yang ada di bumi untuk kamu …”
dan ayat 284 :
لِلَّهِ مَا فِى السَّمَوَتِ وَمَا فِى اْلأَرْضِ ... (البقرة: 284).
“Kepunyaan Allah lah segala apa yang ada di langit dan di bumi …
yang diberikan kepada manusia untuk dikelola. Dengan demikian kepemilikan bukan berarti penguasaan secara mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi, tetapi hanya terbatas pada kemampuan untuk memanfaatkannya. Kepemilikan terhadap sumber-sumber ekonomi dibagi menjadi tiga macam, yaitu kepemilikan individu (private property), kepemilikan umum (collective property) dan kepemilikan negara (state property).
Salah satu contoh kepemilikan individu telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam suatu hadits yang telah diriwayatkan oleh Yahya Ibn ‘Urwah R.A.
من أحيا أرضا ميتة فهى له (رواه ابو داود). 30 .
“Barang siapa yang memakmurkan tanah kosong yang bukan menjadi milik seseorang, maka ia lebih berhak atas tanah tersebut”
Sedangkan kepemilikan umum dan dikelola oleh negara untuk kepentingan masyarakat. Hal ini dijelaskan oleh hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Khaddasy R.A. dari seorang shahabat Muhajirin sebagai berikut :
الناس شركاء فى ثلاثة، فى الكلاء والماء والنار (رواه احمد وابو داود ورجاله ثقاى) 31 .
“Semua yang berserikat dalam tiga sumber ekonomi, yaitu rumput, air dan api” Hadits telah diriwayatkan oleh Abu Dawud.
Termasuk ke dalam harta milik umum (negara) ini adalah baitul mal (kas negara) yang bersumber dari pajak usaha (kharaj), jizyah (pajak jiwa), ghanimah dan fa’i (rampasan perang) dan lain sebagainya.
b. Kepemilikan itu terbatas.
Kepemilikan manusia terhadap sumber ekonomi itu terbatas hanya selama hidupnya. Jika telah meninggal, maka harta itu harus didistribusikan kepada ahli warisnya berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasulnya.
Menurut An Nabhani32 pembatasan kepemilikan itu dengan menggunakan mekanisme tertentu, terlihat pada beberapa hal sebagai berikut :
1) Dengan cara membatasi kepemilikan dari segi cara-cara memperoleh kepemilikan dan pengembangan hak milik, bukan dengan merampas harta kekayaan yang telah menjadi milik orang lain.
2) Dengan cara menentukan mekanisme pengelolaannya.
3) Dengan cara menyerahkan tanah kharajiyah sebagai milik negara, bukan sebagai milik individu.
4) Dengan cara menjadikan hak milik individu sebagai milik umum secara paksa dalam kondisi tertentu (hak syuf’ah)
5) Dengan cara mensuplai orang yang memiliki keterbatasan faktor produksi, sehingga bisa memenuhi kebutuhannya sesuai dengan ketentuan syara’ (zakat).
c. Sebab-sebab timbulnya kepemilikan.
Kepemilikan atas suatu harta mempunyai sebab-sebab syari’ah yang telah ditentukan Allah SWT dan RasulNya. Sebab-sebab itu, secara garis besarnya, terjadi lima sebab, yaitu :
1) Harta yang diperoleh sebab bekerja atau usaha, seperti jual-beli, broker / makelar (samsarah), kontrak tenaga kerja (ijarah) dan sebagainya.
2) Harta yang didapat karena kematian pemilik harta, seperti warisan.
3) Harta yang diperoleh dengan jalan adanya ketentuan syara’ bagi orang yang tidak mampu atau tidak dapat memenuhi hajatnya secara minimal, seperti zakat, infaq dan shadaqah.
4) Harta yang diperoleh dari pemberian negara, seperti pembagian hasil ghanimah.
5) Harta yang diperoleh tanpa kompensasi harta atau jasa, seperti hibah dan hadiah.
d. Prinsip Dasar Sistem Ekonomi Islam.
1) Kebebasan perorangan
Seseorang mempunyai hak kebebasan yang sepenuhnya untuk membuat suatu keputusan dan berpendapay yang dianggap penting dalam suatu negara Islam. Sebab dengan adanya kebebasan tersebut individu muslim akan dapat melaksanakan kewajiban mendasar dan penting dalam menikmati kesejahteraan dan tidak akan terjadi kekacauan dalam masyarakat.
2) Hak terhadap harta kekayaan
Islam mengakui hak perseorangan untuk memiliki harta kekayaan. Sekalipun demikian Islam memberikan batasan tertentu agar kebebasan itu tidak merugikan kepentingan orang lain dan masyarakat pada umumnya.
3) Perbedaan ekonomi dalam batas yang wajar
Islam mengakui adanya perbedaan ekonomi di antara individu-individu, tetapi Islam tidak membiarkan perbedaan itu menjadi meluas, ia mencoba menjadikan ketidaksamaan itu dalam batas-batas yang wajar, adil dan tidak berlebihan.
4) Jaminan sosial
Setiap perorangan mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara Islam dan untuk memperoleh kebutuhannya masing-masing, setiap warga negara mendapat jaminan. Hal demikian itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawab utama bagi sebuah negara Islam untuk menjamin setiap warga negara, dalam memenuhi hajatnya sesuai dengan prinsip “hak untuk hidup”. Apabila kebutuhan pokok setiap warga negara telah terpenuhi, maka akan terdapat persamaan yang sepenuhnya.
5) Larangan menumpuk kekayaan
Sistem ekonomi Islam melarang perorangan menumpuk kekayaan secara berlebihan dan perlu diambil langkah-langkah untuk melarang perbuatan yang tidak baik itu supaya tidak terjadi dalam sebuah negara.
6) Larangan terhadap organisasi anti sosial
Sistem ekonomi Islam melarang seluruh praktek yang merusak dan anti sosial yang terdapat di masyarakat seperti berjudi, minum arak, riba, menimbun harta, pasar gelap dan sebagainya.
7) Kesejahteraan perorangan dan masyarakat
Islam mengakui kesejahteraan perorangan dan sosial masyarakat yang saling membantu satu sama lainnya, bukannya yang saling berkompetisi dan bertentangan antar mereka. Dengan demikian sistem ekonomi Islam berusaha meredakan konflik tersebut sehingga terwujud kemanfaatan bersama.33
Dari uraian di atas penulis berpendapat bahwa Islam mendukung dan menggalakkan kesamaan kehidupan sosial, walaupun tidak menganjurkan kesamaan dalam ekonomi, sehingga sampai tahap bahwa kekayaan negara yang dimiliki, tidak hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu masyarakat saja. Bahkan sangat penting sekali bagi setiap individu dalam sebuah negara (Islam) mempunyai peluang yang sama untuk berusaha mendapatkan pekerjaan dan menjalankan berbagai aktivitas ekonomi. Sehingga terjadinya kehidupan masyarakat yang sejahtera dan baik. Dengan demikian sistem ekonomi Islam berusaha meredakan konflik perbedaan dalam ekonomi sehingga terwujud kemanfaatan bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...