Kamis, 31 Oktober 2013

Sumber Hukum Islam

Oleh: Abdurrahman Misno Bambang Prawiro


Menurut Kamus Bahasa Indonesia kata "sumber" berarti tempat keluar mata air, mata air, sumur, bahan yang dapat digunakan manusia untuk memenuhi keperluan hidupnya, atau segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai hasil dan asal dari sesuatu (yang mempunyai makna banyak). Hal ini berarti sumber adalah sesuatu yang menjadi asal, atau hal yang menjadi sandaran atas sesuatu.
Dalam bahasa Arab istilah sumber hukum Islam mempunyai beberapa penyebutan, diantaranya adalah  أصول الأحكام  ushul al-ahkam (dasar hukum), مصادر الأحكام  mashadir al-ahkam (sumber-sumber hukum) dan  دليل dalil, ketiganya memiliki makna yang hampir sama (muradif). Kata “Sumber-sumber hukum Islam” merupakan terjemah dari lafadz   مصادر الأحكام  (mashadir al-ahkam). Istilah ini kurang populer di kalangan ulama fiqh klasik, mereka lebih sering menggunakan istilah dalil-dalil syariat  الأدلة الشرعية  al-adilah asy-syar'iyyah.
Kata "sumber hukum" hanya berlaku pada Al-Qur'an dan Al-Sunnah, sedangkan "dalil-dalil hukum" adalah merupakan alat (metode) dalam menggali hukum-hukum dari kedua sumber hukum Islam. 
Secara etimologi kata  مصدر  “mashdar” adalah bentuk mufrad, dalam bentuk jama'  االمصادر   (al-mashadir) berarti wadah yang dari padanya digali norma-norma hukum tertentu,  dikatakan   المصادر الشرعية  yaitu rujukan utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu Al-Qur'an dan Al-Sunnah. 
Sedangkan الدليل ad-dalil merupakan petunjuk yang membawa kita menemukan hukum tertentu. Kata dalil adalah kata dalam bentuk tunggal (mufrad) الدليل   (al-dalil) bentuk jama'nya adalah الأدلة  (al-adilah). Dalil menurut bahasa adalah :
الهادي إلى أي شيء حسي أو معنوي
Petunjuk jalan kepada segala sesuatu baik yang sifatnya real/nyata atau bersifat maknawi/abstrak.  Hamd bin Hamdi Al-Sha'idy menyatakan bahwa الدليل ad-dalil secara bahasa  bermakna المرشد   al-mursyid (petunjuk).  Sedangkan secara istilah  الدليل al-dalil bermakna :
ما يستدل بالنظر الصحيح فيه على حكم الشرع عملي على سبيل القطع او الظن.
"Setiap sesuatu yang menunjukan kepada kebenaran pada hukum syar'i yang bersifat amali dengan mengambil sandaran yang qath'i ataupun yang dhanny."  Sebagian ulama ushul mendefinisikan dalil dengan "Setiap sesuatu yang disandarkan padanya hukum syar'i dengan menyandarkannya kepada dalil yang qath'i", adapun jika sandaran tersebut bersifat dzanny maka hanya sebuah isyarat saja bukan dalil.
Nasrun Haroen mencatat “Dalam bahasa Arab yang dimaksud dengan sumber adalah masdar, yaitu asal dari segala sesuatu dan tempat yang merujuk segala sesuatu.” 
Dari sini menunjukan bahwa sumber hukum Islam adalah setiap nash atau pedoman yang digunakan dalam menyandarkan segala bentuk amalan-amalan atau suatu hukum dalam Islam.
Telah menjadi kesepakatan (ijma') para ulama dan seluruh kaum muslimin bahwa sumber hukum Islam adalah Al-Qur'an dan Al-Hadits, hal ini sebagaimana yang termaktub dalam QS Al-Nisaa ayat 59 :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً  
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Abdurrahman bin Nashir Al-Sa'dy menyatakan bahwa dalam ayat ini Allah ta'ala memerintahkan kita untuk taat kepadaNya, lalu kepada RasulNya dan ulil amri. Jika terjadi permasalahan pada suatu masalah baik dalam masalah ushul maupun furu' hendaknya dikembalikan kepada Allah dan RasulNya yaitu kepada Kitabullah (Al-Qur'an) dan Al-Sunnah (Al-Hadits), Pada keduanya terdapat pemutus dari setiap masalah khilafiyah. Karena Kitabullah dan sunnah RasulNya adalah pondasi bagi bangunan dien, maka tidak akan tegak iman kecuali dengan keduanya dan mengembalikan masalah kepada keduanya adalah syarat iman.  
Sedangkan hadist Nabi yang menunjukan bahwa Al-Qur'an dan Al-Hadits adalah sumber hukum Islam adalah riwayat yang dibawakan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud :
عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ الْكِنْدِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
Dari Miqdam bin Ma'di Kariba Al-Kindy dia berkata bahwa Rasulullah bersabda “Sesungguhnya telah diberikan kepadaku Al-Kitab (Al-Qur'an) dan yang semisalnya bersamanya (Al-Sunnah) ketahuilah sungguh telah diberikan kepadaku Al-Kitab (Al-Qur'an) dan yang semisalnya bersamanya (Al-Sunnah). HR Ahmad no. 16546.
Dalam hadits ini Rasululah menyebutkan bahwa beliau diberikan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup dan sumber hukum bagi setiap permasalahan yang ada. Selain itu beliau juga diberikan sesuatu yang serupa dengan Al-Qur'an yaitu Al-Sunnah  sebagai pelengkapnya. Dalam riwayat yang lain teksnya adalah : 
عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلَا يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَلَالٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُ أَلَا لَا يَحِلُّ لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ الْأَهْلِيِّ وَلَا كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السَّبُعِ
Dari Miqdam bin Ma'di Karaba Dari Rasulullah bahwa beliau bersabda sungguh telah diberikan kepadaku Al-Kitab (Al-Qur'an) dan yang semisalnya bersamanya (Al-Sunnah)...HR Abu Daud, Kitab Al-Sunnah no. 3988.
Kedua atsar tersebut menunjukan kedudukan hadits Nabi sebagai sumber hukum Islam, keduanya merupakan wahyu yang turun sebagai pedoman bagi setiap permasalahan yang muncul.
Al-Baghawy membawakan sebuah riwayat yang derajatnya diperselisihkan oleh para ulama dan ada kecacatan padanya, yaitu riwayat dari Mu'adz bin Jabal bahwasanya Rasululah pernah mengutusnya ke Yaman, maka beliau bersabda :
حديث معاذ لما قال له رسول الله صلى الله عليه وسلم بما تقضي قال بكتاب الله  قال فإن لم تجد قال فبسنة رسول الله قال فإن لم تجد قال أجتهد رأيي قال الحمدلله الذي وفق رسول رسوله
”Bagaimana engkau memutuskan suatu masalah yang engkau hadapi ?”, maka Muadz menjawab “Aku akan berhukum dengan Kitabullah“, “Jika tidak didapati hukumnya dalam Al-Qur'an?”, Muadz menjawab “Aku akan mengambil Sunnah Rasulullah (Al-Hadits)”, “Apabila tidak juga didapati dalam sunnah rasulullah ?”, Muadz menjawab lagi “Aku akan berijtihad dengan pemikiranku dan aku tidak akan membiarkannya” Kemudian Rasulullah menepuk dadanya dan mengucapkan “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik utusan rasulNya dengan segala yang diridhainya” HR Abu Daud, Thirmidzi, Ahmad dan yang lainnya. 
Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyebutkan bahwa tingkatan pengambilan sumber hukum dalam hadits ini adalah benar, yaitu Al-Qur'an dan Al-Sunnah/Al-Hadits. Jika tidak ada nash sharih dalam Al-Qur'an maka dapat beralih ke Al-Hadits, hal ini karena fungsi dari hadits Nabi adalah merinci hukum-hukum yang masih mujmal, mentaqyid yang mutlak dan mengkhususkan yang umum dari Al-Qur'an. 
Dari sini menunjukan bahwa urutan dalam pengambilan sebuah dalil adalah benar yaitu setelah tidak ada nash qath'i dari Al-Qur'an dan Al-Sunnah maka seorang mujtahid diperkenankan untuk berijtihad.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baghawy dari Maimun bin Mahran, ia berkata :
كان أبو بكر إذا ورد عليه الخصم نظر في كتاب الله فان وجد فيه ما يقضي بينهم قضى به وان لم يكن في الكتاب وعلم من رسول الله صلى الله عليه وسلم في ذلك الأمر سنة قضى بها فان أعياه خرج فسأل المسلمين وقال أتاني كذا وكذا فهل علمتم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قضى في ذلك بقضاء فربما اجتمع إليه النفر كلهم بذكر عن رسول الله صلى الله عليه وسلم فيه قضاء فيقول أبو بكر الحمد لله الذي جعل فينا من يحفظ علينا علم نبينا فإن أعياه أن يجد فيه سنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم جمع رؤوس الناس وخيارهم فاستشارهم فاذا اجتمع رأيهم على أمر قضى به
Abu Bakar apabila akan memutuskan sesuatu maka dia melihat kepada Al-Qur'an, apabila terdapat padanya maka dia berhukum dengannya, apabila tidak ada dalam Al-Qur'an maka akan diambil dari Al-Sunnah dan akan berhukum dengannya, maka jika tidak terdapat juga dalam Al-Sunnah maka dia akan mengumpulkan para shahabat Nabi dan bermusyawarah dengan mereka, jika mereka sepakat maka akan diambil kesepakatan itu sebagai pemutus suatu masalah. 
Hal ini juga dilakukan oleh Umar dan para shahabat Nabi yang lainnya, demikian pula pemimpin-pemimpin kaum muslimin. Tidak ada yang menyelisihi tentang hal ini. 
Al-Qur'an dan Al-Sunnah adalah pedoman pokok dalam menyelesaikan hukum-hukum yang dihadapi oleh manusia, hal ini seperti  wasiat Nabi Shalallahu Alaihi Wa Salam kepada kita dalam sebuah hadits:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda “Telah aku tinggalkan dua perkara, maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya jika kalian berpegang teguh kepada keduanya yaitu kitabullah dan sunnah NabiNya. HR. Malik no. 1395. 
Kesimpulan dari hadits-hadits tersebut adalah bahwa Al-Qur'an dan Al-Sunnah adalah sumber hukum Islam yang telah disepakati oleh seluruh umat Islam dan tidak ada perselisihan padanya. Keduanya merupakan pondasi bagi permasalahan-permasalahan hukum yang tidak ada nashnya.
Sedangkan dalil hukum Islam yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah ijma, qiyas, istihsan, maslahat mursalah, 'urf, pendapat shahabat, istishab, sad adz-dzara'i dan syar'u man qablana (syariat umat sebelum kita).  Di sini ada ikhtilaf di kalangan ulama tentang metode pengambilan dalil jika ada nash dari Al-Qur'an dan Al-Sunnah.
Namun perbedaan pendapat ini bukanlah merupakan terpecahnya mereka dalam dien, karena hal ini hanya mencakup masalah manhaj istidlal (metode penggunaan dalil) dan bukan pada masalah-masalah (ushul) prinsip. Karena seluruh ulama bersepakat bahwa ketika sebuah permasalahan tidak ada nashnya maka hendaknya digunakan ijtihad yang bersumber dari Al-Qur'an dan Al-Sunnah.
Sebagian ulama berpendapat bahwa selain Al-Quran dan As-Sunnah bukanlah sumber hukum, ia hanyalah dalil hukum. Perbedaan mendasar antara sumber dan dalil adalah bahwa dalil akan senantiasa berpedoman kepada sumber, sehingga baik ijma, qiyas, istihsan, maslahat mursalah, 'urf, pendapat shahabat, istishab, sad adz-dzara'i maupun syar'u man qablana selalu didasari oleh Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Inilah pendapat yang insya Allah mendekati kebenaran. 
Dengan berkembangnya masa, perbedaan-perbedaan tersebut kini semakin menipis. Hal ini disebabkan sikap para mujtahid setelahnya yang semakin terbuka dalam menghadapi berbagai permasalahan umat Islam yang semakin komplek, terutama pada hal-hal yang tidak ditemukan nash qath'i/sharih.
Permasalahan seperti haruslah dapat dicari landasan hukumnya agar dapat dijabarkan secara jelas kepada umat. Upaya pencarian landasan hukum dan penjabarannya adalah merupakan lapangan kajian ushul fiqh. Setiap mujtahid yang berkompeten dalam ilmu ini haruslah mampu beristidlal dalam menghukumi berbagai permasalahan kontemporer, dari sinilah urgensi ushul fiqh.  
Muhammad Abu Al-Fath Al-Bayanuni menyatakan bahwa urgennya ilmu ushul fiqh dalam era modern ini karena akan menumbuhkan keyakinan dan kepuasan di dalam jiwa setiap mukmin, bahwa fiqh yang diikutinya semata-mata merupakan produk pemahaman, berasal dari penggalian terhadap Al-Quran dan Al-Sunnah yang dibangun di atas kaidah yang konstan dan permanen secara syar'i  dan merupakan hasil pembahasan yang mendalam, bukan hanya pendapat atau kehendak seseorang.
Dari pembahasan tentang sumber hukum Islam dapat disimpulkan bahwa sumber hukum yang disepakati oleh umat Islam adalah Al-Qur'an dan Al-Sunnah, sedangkan yang disepakati oleh jumhur al-ulama adalah Ijma dan Qiyas, adapun yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah istihsan, maslahat mursalah, 'urf, pendapat shahabat, istishab, sad al-dzara'i dan syar'u man qabalana (syariat umat sebelum kita). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...