Senin, 18 Juni 2012

Membaca Dalam Perspektif Islam

Oleh: Unang Wahidin


Sejak dahulu kaum Muslimin sangat menghargai kepandaian baca dan tulis dan menganggapnya termasuk hal yang paling bermanfaat, karena dirasakan oleh diri mereka kegunaannya yang sangat penting, kedudukannya yang tinggi, serta pengaruhnya yang sangat besar.[1]
Semangat Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam untuk mengajar kaum Muslimin terlihat jelas dari perhatian beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana Ibnu Sa’ad menyebutkan bahwa Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam perang Badar berhasil menawan 60 orang dari kalangan pasukan musuh. Beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam menerima tebusan dari mereka sesuai dengan kemampuan harta mereka. Penduduk Makkah adalah orang-orang yang pandai dalam hal baca dan tulis, sedang penduduk Madinah tidak pandai baca dan tulis, maka Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam menetapkan bahwa barang siapa di antara para tawanan yang tidak mempunyai harta untuk menebus dirinya, diserahkanlah kepadanya 10 orang anak dari kalangan anak-anak Madinah agar dia mengajari mereka baca dan tulis. Apabila murid-muridnya berhasil bisa baca dan tulis, maka itu adalah ganti dari tebusan hartanya.[2]
Berkat karunia Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan perhatian Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam mengajarkan Al-Qur’an yang dilaksanakan di Darul Qurra’ (rumah para pembaca),[3] budaya baca tulis berkembang secara luas di Madinah dalam waktu yang cukup singkat, melihat sebelumnya baca tulis di kalangan Arab saat itu masih sangat minim.[4] Banyaknya jumlah sahabat yang dapat membaca ini, tentu saja sangat menakjubkan. Pasalnya, ketika sebelum Islam datang, di kalangan kaum Quraisy hanya ada tujuh orang yang dapat membaca.[5]  Sedangkan setelah Islam datang kaum Muslimin banyak yang belajar baca tulis sehingga kaum Muslimin banyak yang bisa baca tulis. Salah satu bukti tentang hal ini, bahwa di kalangan Anshar terdapat 70 orang muda yang dikenal dengan sebutan al-Qurra (orang yang pandai membaca).[6]
Kegiatan belajar membaca yang dilaksanakan di Darul Qurra’  (rumah para pembaca), mengindikasikan dua hal:[7]
1.      Para pembaca (Qurra’) telah menjadi status sosial tersendiri sejak awal Islam, yaitu tidak lama setelah perang Badar,
2.      Para Qurra telah memiliki rumah (pusat kegiatan) tersendiri.
Kebijakan Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam yang sangat akurat dalam bidang pengajaran ini telah membuahkan hasil yang diharapkan dalam waktu yang relatif singkat. Terbukti, kebijakan itu telah menghadiahkan kepada negara Islam yang sedang tumbuh saat itu puluhan penulis, ahli hitung, ahli administrasi, dan ahli kesekretariatan. Bahkan, mereka ini adalah orang-orang yang kredibel dan terpercaya dalam bidangnya masing-masing. Selain itu, mereka juga terkenal sangat cekatan, teliti, cermat, dan tangkas dalam menjalankan tugas-tugas mereka.
Tak lama setelah hijrahnya Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam ke Madinah, turunlah ayat Madaniyah yang mengarahkan kaum Muslimin untuk menuliskan perjanjian dagang mereka. Ini mengindikasikan, bahwa masyarakat muslim saat itu telah memiliki kemampuan membaca dan menulis yang membuat mereka siap melaksanakan perintah tersebut.[8]
Seperti diketahui, Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam saat itu telah memiliki beberapa juru tulis yang bertugas dalam berbagai bidang. Khususnya, adalah mereka yang bertugas menuliskan wahyu. Jumlah mereka, menurut beberapa riwayat sekitar 42 orang.[9]


[1]     Ibnu Sa’ad dalam Kitab Thabaqat yang dikutip oleh  Jamaal  ’Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak, Teladan Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam,  Bandung, Irsyad Baitus Salam, 2005, hlm:312.
[2]     Jamaal  ’Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak, hlm:312.
[3]     Sami ash-Shaqqar dalam Muhammad Amahzun, Manhaj Dakwah Rasulullah, Penerj. Anis Maftukhin dan Nandang Burhanuddin, Jakarta, Qisthi Press, 2004. hlm:196
[4]     Sami ash-Shaqqar dalam Muhammad Amahzun, Manhaj Dakwah., hlm:188.
[5]     Ibid., hlm:188.
[6]     Ibid., hlm:190.
[7]     Ibid., hlm:196.
[8]     Sami ash-Shaqqar dalam Muhammad Amahzun, Manhaj Dakwah, hlm:205.
[9]     Ibid., hlm:205.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...