Sabtu, 30 Juni 2012

Sejarah Lembaga Zakat Di Indonesia

Oleh : Iqbal Bafadhal, MA

Lembaga pengelola zakat di Indonesia mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan itu terutama dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang berlaku. Secara umum, kebijakan pemerintah dalam urusan zakat menunjukkan perbaikan dan peningkatan yang diharapkan agar setiap perubahan akan menjadi semakin terorganisir dan memiliki jangkauan secara nasional.
Apabila dicermati dan diteliti secara seksama, kebijakan-kebijakan tersebut menunjukkan peningkatan dari fase ke fase, yaitu: fase Desentralisme, fase formalisme, fase akomodasionisme[1] selanjutnya fase Sentralisme. Kendati kebijakan-kebijakan tersebut masih belum sepenuhnya mengakomodasi aspirasi umat Islam, namun yang jelas adalah bahwa Negara semakin menegaskan komitmennya untuk mengoptimalkan peranannya dalam membantu mengaktualisasikan potensi yang dimiliki umat Islam.
Transformasi kebijakan pemerintah seperti yang telah diuraikan di atas dalam banyak hal memang sangat dipengaruhi oleh aspek politis, yaitu bagaimana hubungan atau relasi yang terbangun di antara umat Islam di satu sisi dengan pemerintah dan umat-umat agama lain di sisi yang lain. Dalam hal ini “hukum adalah produk politik” tampak memperoleh justifikasinya dan pembenarannya.

1.   Fase Desentralisme dan Apatisme
Pada fase ini pemerintah belum menunjukkan perhatian yang berarti dalam pengelolaan zakat di tanah air. Dengan kata lain, pengelolaan zakat diserahkan sepenuhnya kepada umat Islam sendiri. Fase ini berlangsung antara tahun 1968-1991.
Kebijakan pemerintah pada fase ini nampaknya didasari oleh pandangan bahwa zakat merupakan urusan intern umat Islam. Mengingat Indonesia bukanlah negara yang berdasarkan pada doktrin agama, maka pemerintah tidak perlu campur tangan dalam masalah ini. Kebijakan seperti ini memang tidak bisa dilepaskan dari pengaruh situasi perpolitikan saat itu, yaitu ketika pemerintah masih menyimpan kecurigaan yang cukup besar terhadap segala aktivitas umat Islam[2].
Sebenarnya pada awal fase ini Departemen Agama pernah menerbitkan Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Badan/Amil Zakat. Hanya saja, dengan alasan yang tidak jelas Peraturan Menteri Agama ini kemudian dicabut sebelum sempat diimplementasikan. Pada fase ini, zakat merupakan tanggung jawab masyarakat sepenuhnya yang dijalankan oleh para pengurus masjid, mushalla, yayasan dan organisasi Islam. Karena tidak terkoordinasi dengan baik, maka institusi-institusi tersebut berjalan sendiri-sendiri sehingga dapat diprediksi bahwa tingkat keberhasilan pengorganisasian zakat dengan pola seperti ini menjadi sangat rendah. Dan karenanya, potensi zakat sebagai kekuatan sosial-ekonomi belum teraktualisasikan dengan baik.


[1]  Moch. Arif Budiman Bentuk kelembagaan Pengelola zakat di Indonesia, Jurnal Intekna (Politeknik Negeri Banjarmasin), Tahun VI, No. 1, Mei 2006.
[2] Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru (Jakarta: Gema Insani Press, 1996).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...