Sabtu, 20 April 2013

Kisruh UN 2013: Kurangnya Sosialisasi dan Memaksakan Diri

Oleh AM Bambang Prawiro[1]


Ujian Nasional (UN) yang diselenggarakan tahun ini sepertinya menjadi penyelenggaraan terkacau sepanjang sejarah, dari tingkat terendah yaitu panitia UN di sekolah hingga tingkat wilayah dan nasional terjadi kekisruhan yang sangat mengecewakan bagi seluruh pihak yang berhubungan dengan UN 2013. Pada tingkat nasiona terjadi penundaan pelaksanaan di beberapa propinsi, sementara pada tingkat wilayah dan sekolah terjadi pula kekisruhan yang mengkhawatirkan tidak hanya bagi peserta UN namun juga panitia dan orang tua peserta.
Saya sebagai petugas Pemantau Satuan (PS) yang dulu dikenal dengan istilah Tim Pemantau Independent (TPI) merasa kecewa dengan kurangnya sosialisasi UN tahun ini. Pemantauan yang saya lakukan pada pelaksanaan UN pada hari pertama di tempat saya mengawas yaitu di salah satu SMK di Bogor pelaksanaannya sangat kacau. Dimulai dari waktu pelaksanaan yang tidak sepenuhnya diketahui oleh peserta dan panitia UN tingkat Sekolah, hingga sosialisasi yang tidak jelas pada saat pembekalan bagi para pengawas ruang UN.
Kekisruhan pertama terjadi pada peserta UN, karena sosialisasi yang tidak jelas sebagian mereka mengira bahwa pelaksanaan UN seperti tahun-tahun sebelumnya yaitu pukul 08.00 WIB, sehingga sebagian peserta datang terlambat, rata-rata peserta datang pada pukul 07. 45 WIB. Setelah dikonfirmasi ke peserta ternyata sebagian mereka lupa dan tidak mengetahui jadwal pelaksanaan UN. Perlu diketahui bahwa lokasi pelaksanaan UN tempat saya mengawas berada kurang lebih 50 KM dari pusat kota Bogor, jadi sebagian peserta UN memang rumahnya lebih jauh dari itu, namun tentu saja ini bukan alasan utama keterlambatan peserta.
Kekisruhan kedua terjadi pada panitia UN, sosialisasi yang kurang jelas ketika dilakukan penjelasan bagi para pengawas ruang UN menjadikan sebagian pengawas juga datang terlambat. Keterangan yang diperoleh dari seorang panitia menyebutkan bahwa pada saat sosialisasi jumlah peserta terlalu banyak sementara sound system tidak menjangkau seluruh ruangan. Hal inilah yang menjadikan para pengawas UN dan panitia tidak mengetahui seluruh penjelasan dari panitia wilayah. Lebih dari itu kekisruhan justru terjadi pada hal yang sangat vital yaitu kesalahan lembar soal dan LJK yang tidak sesuai dengan peserta ruangan. Kesalahan pertama terjadi pada soal UN yang tidak sama dengan jumlah peserta dalam satu ruang. Pada ruang 3 jumlah soal hanya 15 eksemplar padahal jumlah peserta adalah 20, pada ruang 4 terjadi juga hal serupa. Kesalahan kedua terjadi pada amplop, ternyata soal adalah untuk jurusan Akuntansi (AK) padahal peserta UN dalam ruang adalah jurusan AK (Akuntansi) dan Administrasi Perkantoran (AP), sebaliknya pada ruang 4 yang jurusan Pemasaran (PM) soalnya adalah untuk jurusan Administrasi Perkantoran (AP). Atas kesepakatan panitia dan saya selaku PS (Pengawas Satuan) akhirnya dilakukan pertukaran soal antara ruang 1 dan ruang 4.
Setelah dilakukan pertukaran, ternyata masalahnya belum selesai, masih ada dua siswa yang belum mendapatkan lembar soal. Akhirnya setelah berkordinasi dengan SMK terdekat disepakati kepala sekolah dan saya selaku Pengawas Satuan (PS) mengambil soal di SMK terdekat. Kahirnya dengan terpaksa dua peserta UN menunggu datangnya lembar soal dan LJK hingga 60 menit. Kejadian ini menjadikan panitia berinisiatif untuk menambah jam pelaksanaan UN sampai pukul 10.00 WIB. Sebagai konsekuensi dari kejadian ini maka panitia kemudian menukar bangku peserta UN sekaligus merubah semua absensi dan berita acara  untuk pelaksanaan di hari berikutnya. 
Saya bersyukur karena di SMK lain justru dengan terpaksa soal untuk jurusan Administrasi Perkantoran (AP) diberikan kepada jurusan lainnya. Kejadian ini sangat dikahwatirkan oleh peserta, panitia dan orang tua siswa, mereka khawatir dengan kesalahan lembar soal dan LJK mengakibatkan siswa tidak lulus UN.
Kejadian ini seharusnya menjadi perhatian pihak-pihak terkait bahwa ternyata urusan UN bukanlah hanya urusan yang sederhana, ia melibatkan tidak hanya peserta namun juga panitia, orang tua dan seluruh komponen bangsa yang terlibat dalam pelaksanaan UN. Ke depan diharapkan kepanitiaan UN lebih professional baik dalam penyediaan soal, sosialisasi dan jika memang UN banyak menimbulkan kekisruhan maka pelaksanaan UN sendiri bisa ditinjau ulang lagi, sebagaimana desakan dari beberapa pihak yang menginginkan agar UN tidak lagi dilaksanakan namun diganti dengan model EBTANAS seperti tahun 1990-an.





[1]  Penulis adalah Pengawas Satuan (PS) UN 2013 dari Universitas Djuanda Bogor dan STAI Al-Hidayah Bogor 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...