Oleh : Abdurrahman MBP
Terdapat
perbedaan pendapat di kalangan para cendekiawan muslim mengenai kedudukan ‘urf
dalam Islam. Namun merujuk kepada hadits-hadits Nabi dan juga praktek para
ulama terdahulu menunjukan bahwa ‘urf adalah bagian dari metode hukum Islam
dalam menetapkan suatu hukum. Beberapa dalil yang dijadikan dasar bagi ‘urf
adalah :
خُذِ
ٱلْعَفْوَ وَأْمُرْ بِٱلْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ ٱلْجَٰهِلِينَ
Jadilah Engkau Pema’af dan suruhlah orang
mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.
QS. al-A’raf : 199
Kata ‘urf dalam
ayat di atas oleh Ushuliyun difahami sebagai sesuatu yang baik
dan telah menjadi kebiasaan masyarakat. Maka ayat di atas menjadi landasan
untuk mengerjakan sesuatu yang dianggap baik yang menjadi tradisi dalam suatu
masyarakat. Pada prinsipnya syari’at Islam menerima dan mengakui
adat dan tradisi selama tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Islam
tidak serta merta menghapus tradisi dalam masyarakat Arab ketika ia diturunkan.
Tradisi yang baik dilestarikan sedang tradisi yang buruk secara bertahap
dihapuskan. Sebagi contoh tradisi masyarakat Arab yang dilestarikan adalah
praktek bagi hasil dalam perdagangan (mudharabah), jual beli salam
yang merupakan kebiasaan masyarakat Madinah, dan jual beli ‘araya (jual
beli kurma yang masih “basah” yang masih di pohon dengan kurma yang sudah
kering).
Hadis Nabi ,”Segala
sesuatu yang dianggap kaum muslimin baik, maka demikian itu di sisi Allah
adalah perbuatan yang baik”. Menurut hadis ini perbuatan yang telah menjadi
kebiasaan kaum muslimin yang dipandang baik maka di sisi Allah merupakan
perbuatan yang baik. Perbuatan yang menyalahi kebiasaan yang dipandang baik
tersebut akan menyebabkan terjadinya kesulitan dan kesempitan dalam hidup
mereka. Mazhab Hanafi dan Maliki menyatakan bahwa sesuatu yang ditetapkan
berdasarkan ‘urf yang shahih setara dengan penetapan dengan dalil
syara’.
Dan hadis
Rasulullah saw. tentang kisah Hindun; istri Abu Sufyan yang mengadukan
kebakhilan suaminya dalam memberikan nafkah. Rasulullah bersabda :
”khudzi min mali Abi Sufyan ma yakfiki wa
waladaki bi al-ma’ruf.”
Ambillah dari
harta Abi Sufyan sesuai kebutuhan yang pantas untukmu dan anakmu). Menurut
al-Qurthubi dalam hadis ini dijadikannya ‘urf sebagai pertimbangan
penetapan hukum Syari’at oleh Rasulullah.
Para ulama dari
masa yang berbeda, berhujjah dengan ‘urf dengan
memasukkan pertimbangan ‘urf dalam ijtihad mereka. Ini sebagai
pertanda sahnya penggunaannya, ini posisinya sama dengan ijma’ sukuti.
Sebagian mereka secara tegas menggunakannya sedang yang lain tidak
membantahnya. Lebih lanjut ia menyatakan sesungguhnya‘urf pada
hakikatnya berdasarkan pada dalil Syara’ yang mu’tabarah, seperti Ijma’,
mashlahah mursalah dan adz-dzri’ah. ‘Urf yang
berdasarkan Ijma’ antara lain: jual beli secara pesanan,
ketentuan tentang penyewaan kamar mandi umum.
Syatibi
mendasarkan bahwasan ijma’ ulama menyatakan bahwa sesungguhnya
syari’at Islam itu datang untuk memelihara kemaslahatan manusia. Untuk itu
wajib memperhatikan tradisi-tradisi mereka karena di dalamnyalah terwujudnya
kemaslahatan tersebut. Keberlakuan ‘urf dalam kehidupan
manusia merupakan sebagai dalil bahwa ia mendatangkan kemaslahatan bagi mereka
atau melenyapkan kesulitan. Mashlahah merupakan dalil syar’i demikian
juga melenyapkan kesulitan adalah tujuan syar’i. Ajaran Islam
datang dengan mengakomodir kemashlahatan yang telah menjadi ‘urf bangsa
Arab pra Islam seperti dalam masalah kafaah dalam
perkawinan, ashabiyyah dalam perwalian dan waris, dan kewajiban
membayar diyat bagi orang membunuh secara tidak sengaja (khatha’).
Berdasarkan dalil-dalil di atas, secara istiqra’ dapat
dinyatakan kehujjahan ‘urf sebagai dalil syar’i itu tidak dapat dibantah lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...