Oleh : Abdurrahman MBP
Pendidikan
adalah hak setiap warga Negara Indonesia, oleh karena itu pemerintah wajib
menyediakan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat agar dapat memperoleh
pendidikan yang berkualitas.[1]
Pembukaan UUD 1945 alinea 4 menyatakan bahwa Negara bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Selanjutnya dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa
untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka setiap warga negara memiliki hak untuk
mendapatkan pengajaran. Secara operasional, bentuk dukungan pemerintah terhadap
pendidikan termaktub dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 5 yang menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu.[2]
Hak atas pendidikan ini berarti bahwa semua warga negara baik yang kaya ataupun
yang miskin, yang normal ataupun yang memiliki kebutuhan khusus memiliki hak
yang sama dalam mengenyam pendidikan.
Anak
yatim adalah satu di antara anak-anak yang memerlukan pendidikan dengan
kurikulum kebutuhan khusus (special need), hal ini karena anak yatim
sejak awal ayahnya meninggal dunia telah kehilangan sosok/figure pengayom
baginya. Sehingga kebanyakan dari anak yatim memiliki karakter dan pembawaan
yang berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Dadang Hawari menyatakan
bahwa Disfungsi Paternal dapat terjadi manakala seorang anak ditinggal oleh
ayahnya. Teori ini didasarkan pada penelitian Rutter (1980) tentang Parent
Child Separation, hasil dari penelitian tersebut adalah adanya hubungan
berbeda antara anak laki-laki dan anak perempuan ketika salah satu dari orang
tuanya meninggal dunia. Ketika ayah meninggal maka akan berpengaruh negative
sebesar 35% bagi anak laki-laki sedangkan bagi perempuan hanya sebesar 13%.
Apabila ibu yang meninggal maka akan berpengaruh negative sebesar 18% baik bagi
anak laki-laki ataupun perempuan.[3]
Dari
sini model pendidikan yang diterapkan bagi anak yatim seharusnya disesuaikan
dengan kebutuhan khusus mereka tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Joice dan Weil (1972) bahwa penerapan strategi pembelajaran harus sesuai dengan
kebutuhan peserta didik dan harus mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut : Pertama,
Memahami kondisi psikologi peserta didik. Kedua, sesuai dengan cara
belajar peserta didik. Ketiga, dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru.
Keberhasilan
suatu proses belajar sangat ditentukan
oleh kondisi berbagai komponen seperti tujuan, bahan, peralatan serta suasana
tempat pengajar dan peserta didik yang bertemu dan berinteraksi dalam proses
belajar. Semua Itu disusun dalam satu lingkup kurikulum yang diberlakukan di
lingkungan pendidikan. Jika komponen berada dalam kondisi prima, maka proses
belajar akan berlangsung baik dan efektif.[4]
Secara
lebih spesifik suatu program pembelajaran dikatakan sangat efektif apabila 80%
peserta didik mencapai 80% tujuan pembelajaran, serta semakin sedikit tingkat
kesalahan unjuk kerja yang dilakukannya. Efektifitas suatu proses pembelajaran
secara umum ditentukan oleh kurikulum dan system pendidikan yang diterapkan
pada lingkungan pendidikan tersebut. Berkaitan
dengan pendidikan yang diterapkan terhadap anak yatim maka diperlukan adanya
kurikulum khusus yang dapat menjawab dan mengakomodir kebutuhan seorang anak
yatim, baik secara fisik maupun secara spiritual.
Bila
kita melihat model pendidikan yang diberlakukan beberapa lembaga pengasuhan
anak yatim semisal pesantren yatim atau panti asuhan maka kita melihat model
pendidikan yang diterapkan tidak jauh berbeda dengan yang diterapkan pada
anak-anak normal. Padahal anak yatim secara kejiwaan mereka memiliki
kepribadian yang tidak sempurna dikarenakan figur ayah telah hilang dalam
kehidupannya. Mereka cenderung mudah marah, bersikap masa bodoh, kurang
respect, merasa bebas dan terkadang kurang ada rasa hormat pada orang di
sekitarnya.[5]
Singkatnya dibutuhkan adanya model pendidikan yang mengarahkan anak yatim pada
kesiapan mental dan spiritual untuk menjadi seorang manusia yang matang.
Penelitian ini akan mengkaji lebih jauh mengenai model pendidikan khusus untuk
anak yatim. Dengan mengambil studi kasus di Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah Bogor
dan Rumah Yatim Indonesia Jakarta diharapkan dapat dirumuskan bagaimana
sebenarnya kurikulum dan model pendidikan yang selaras dengan kebutuhan
anak-anak yatim.
[1] Lihat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkaham Konstitusi Republik Indonesia, tahun 2010.
[3] Dadang Hawari,
Psikiater, Our Children Our Future, Dimensi Psikoreligi Pada Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Fakultas
Kedokteran UI , 2007.
[5]
Imam Wahyudi, Motivasi Anak Yatim masuk ke PYIT , Laporan Penelitian,
tidak diterbitkan, tahun 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...