Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Saljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah ; biasanya disebut juga dengan masa
pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan saljuk raya (salajiqah
al-Kubra/Saljuk agung).
Jatuhnya
kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Saljuk Ibn Tuqaq bermula dari perebutan kekuasaan di dalam
negeri. Ketika Al-Malik Al- Rahim memegang jabatan Amir Al-Umara, kekuasaan itu
dirampas oleh panglimanya sendiri, Arselan Al-Basasiri. Dengan kekuasaan yang ada di tangannya, Al-Basasiri
berbuat sewenang-wenang terhadapap Al-Malik Al-Rahim dan Khalifah Al-Qaimdari Bani Abbas; bahkan dia mengundang khalifah Fathimiyah, (al-Mustanshir) untuk
menguasai Baghdad.
Hal ini
mendorong khalifah meminta bantuan kepada Tughril Bek Rahimahullah dari daulah Bani Saljuk yang berpangkalan di negeri Jabal. Pada tanggal 18 Desember 1055 M/447 H pimpinan Saljuk itu memasuki Baghdad. Al-Malik Al-Rahim, Amir al-Umara Bani Buwaih yang terakhir, dipenjarakan. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan Bani Buwaih dan bermulalah kekuasaan Daulah Saljuk.
Pergantian kekuasaan ini juga menandakan awal periode keempat khilafah Abbasiyah.
Adapun poin – poin yang dibahas dalam makalah ini adalah:
a.
Bagaimana awal terbentuknya Bani
Saljuk?
b.
Bagaimana Kesultanan bani Saljuk?
c.
Bagaimana masa kejayaan Bani Saljuk?
d.
Apa penyebab mundurnya kesultanan
Bani saljuk?
e.
Perang Salib?
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
a.
Menjelaskan awal terbentuknya Bani
Saljuk
b.
Menjelaskan Kesultanan Bani Saljuk
c.
Menjelaskan masa kejayaan Bani
Saljuk
d.
Menjelaskan penyebab kemunduran Bani
saljuk
e.
Menjelaskan Terjadinya Perang Salib
Makalah ini disusun dengan metode studi pustaka.
Makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama berisi pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan dan statistika penulisan. Bab kedua berisi pembahasan dan bab ketiga yaitu
penutup.
Bani Saljuk berasal dari beberapa
kabilah kecil rumpun suku Ghuz di wilayah Turkistan. Pada abad
kedua, ketiga, dan keempat Hijrah mereka pergi ke arah barat menuju Transoxiana dan Khurasan. Ketika itu
mereka belum bersatu. Mereka dipersatukan oleh Saljuk ibn Tuqaq. Karena itu,
mereka disebut orang-orang Saljuk. Pada mulanya Saljuk ibn Tuqaq Rahimahullah
mengabdi kepada Bequ, raja daerah Turkoman yang meliputi
wilayah sekitar laut Arab dan laut Kaspia. Saljuk Rahimahullah
diangkat sebagai pemimpin tentara. Pengaruh Saljuk Rahimahullah sangat
besar sehingga Raja Bequ khawatir
kedudukannya terancam. Raja Bequ bermaksud
menyingkirkan Saljuk.
Namun sebelum rencana itu
terlaksana, Saljuk Rahimahullah mengetahuinya. Ia tidak mengambil sikap
melawan atau memberontak, tetapi bersama pengikutnya ia bermigrasi ke daerah
LAND, atau disebut juga Wama Wara'a al-Nahar, sebuah daerah muslim di wilayah Transoxiana (antara sungai
Ummu Driya dan Syrdarya atau Sihun). Mereka mendiami daerah ini atas izin
penguasa daulah Samaniyah yang menguasai
daerah tersebut. Mereka masuk Islam dengan manhaj Sunni
Salafy. Ketika daulah Samaniyah dikalahkan
oleh daulah Ghaznawiyah, Saljuk Rahimahullah
menyatakan memerdekakan diri. Ia berhasil menguasai wilayah yang sebelumnya
dikuasai oleh daulah Samaniyah. Setelah Saljuk Rahimahullah meninggal,
kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya, Israil Ibn Saljuk dan kemudian
penggantinya Mikail Ibn Israil Ibn Saljuk, namun sayang
saudaranya dapat ditangkap oleh penguasa Ghaznawiyah.
Kepemimpinan selanjutnya dipegang
oleh Thugril
Bek Rahimahullah. Pemimpin Saljuk
terakhir ini berhasil mengalahkan Mas'ud al-Ghaznawi, penguasa dinasti Ghaznawiyah, pada tahun
429 H/1036 M, dan memaksanya meninggalkan daerah Khurasan. Setelah
keberhasilan tersebut, Thugril memproklamasikan berdirinya daulah Saljuk. Pada
tahun 432 H/1040 M daulah ini mendapat pengakuan dari khalifah Abbasiyah di Baghdad. Di saat
kepemimpinan Thugril
Bek inilah, dinasti Saljuk memasuki Baghdad menggantikan
posisi Bani
Buwaih. Sebelumnya, Thugril Rahimahullah
berhasil merebut daerah-daerah Marwadan Naisabur dari kekuasaan
Ghaznawiyah, Balkh, urjan, Tabaristan, Khawarizm, Rayy, dan Isfahan[1].
Posisi dan kedudukan khalifah lebih baik
setelah dinasti Saljuk berkuasa; paling tidak kewibawaannya dalam bidang agama
dikembalikan setelah beberapa lama "dirampas" orang-orang Syi'ah. Meskipun Baghdad dapat
dikuasai, namun ia tidak dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Thugrul
Bek Rahimahullah memilih kota Naisabur dan kemudian
kota Rayy sebagai pusat
pemerintahannya. Daulah-daulah kecil yang sebelumnya memisahkan diri, setelah ditaklukkan
daulah Saljuk ini, kembali mengakui kedudukan Baghdad, bahkan mereka
terus menjaga keutuhan dan keamanan Abbasiyah untuk
membendung faham Syi'ah dan
mengembangkan manhaj Sunni
Salafy yang dianut mereka.
Adapun kaum
saljuk adalah satu persukuan bangsa Turki yang di zaman Sultan Mahmud
Sabaktakin, setelah mereka memeluk Agama Islam, mereka diberi tanah tempat
mereka tinggal yang baru, setelah mereka meninggalkan tanah tumpah darah mereka
yang lama. Kabilah ini berasal dari suatu jurnai bangsa Turki yang bernama Gez,
keturunan dari Saljuk ibn Taklak, asal turunnya dari Turkistan di bawah
perintah Raja Turki yang bernama Bigu. Taklak adalah kepala suku, tempat anak
cucunya meminta keputusan di dalam perkara – perkara yang sulit. Puteranya
bernama Saljuk. Saljuk ini sangat dipercayai, oleh raja Turki itu sehingga
dianggkat menjadi kepala perang. Tetapi permaisuri Raja Turki Bigu memberi
nasehat kepada suaminya agar Saljuk lekas dibunuh, karena pengaruhnya nampak
kian lama kian besar, takut kelak akan menyaingi baginda.
Munculnya
Saljuk ke dalam panggung peristiwa di negeri – negeri wilayah Timur Arabia,
memiliki dampak besar dalam perubahan konstalasi politik di wilayah itu, dimana
telah terjadi peperangan yang hebat antara khilafah Abbasiyah yang Sunni di
satu sisi dan khilafah Fatimiyah yang Syiah di sisi lain.
Pengaruh Syiah
Buwaihi demikian kuat di Baghdad dan di kalangan istana khilafah Abbasiyah.
Maka tatkala orang – orang saljuk mampu menghancurkan pemerintahan Buwaihi dari
Baghdad dan Sultan Thugril Bek (pemimpin Saljuk) memasuki ibu kota khilafah dan
diterima dengan hangat oleh khilafah Abbasiyah, al-Qaim Biamrillah. Khalifah
mengalungkan tanda kehoramatan dan didudukkan di sampingnya. Di samping itu dia
juga diberi gelar kehormatan. Di antaranya gelarnya ialah Sultan Rukn Al-Din
Thugril Bek.
Thugril Bek
dikenal sebagai sosok yang memiliki kepribadian yang kokoh dan kecerdasan yang
tinggi serta sosok pemberani. Disamping itu dia juga dikenal sebagai sosok yang
religious, wara’, dan adil. Oleh sebab itu dia mendapat dukungan yang
kuat dari rakyatnya. Dia telah mempersiapkan tentara yang kuat dan berusaha
untuk menyatukan orang – orang Saljuk-Turki dalam sebuah pemerintahan yang
kuat.
Sepeninggal Thugril
Bek Rahimahullah (455 H/1063 M), daulah Saljuk berturut-turut diperintah oleh :
1. Alib Arselan Rahimahullah
(455-465 H/1063-1072),
2. Maliksyah (465-485
H/1072-1092),
3.
Mahmud al- Ghozi (485-487
H/1092-1094 M),
4.
Barkiyaruq (487 -498 H/1 094-1103),
5.
MalikSyah II (498 H/ 1103 M),
6.
Abu Syuja’ Muhammad (498-511 H/11
03-1117 M),dan
7.
Abu Haris Sanjar (511-522H/1117-1128
M).
Pada
masa Alib Arselan Rahimahullah
perluasan daerah yang sudah dimulai oleh Thugril Bek Rahimahullah dilanjutkan
ke arah barat sampai pusat kebudayaan Romawi di Asia Kecil, yaitu Bizantium.
Peristiwa penting dalam gerakan ekspansi ini adalah yang dikenal dengan Peristiwa Manzikert.
Dengan
dikuasainya Manzikert tahun 1071 M itu, terbukalah peluang baginya untuk
melakukan gerakan Penturkian (Turkification) di Asia Kecil. Gerakan ini dimulai
dengan mengangkat Sulaiman Ibn Qutlumish, keponakan Alib Arselan
sebagai gubernur di daerah ini. Pada tahun 1077 M (470 H), didirikanlah
kesultanan Saljuk Rumm dengan ibu kotanya Iconim. Sementara itu putera Arselan,
Tutush Rahimahullah, berhasil mendirikan dinasti Saljuk di Syria pada
tahun 1094 M/487 H.
Pada masa Sulthan Maliksyah
wilayah kekuasaan Daulah Saljuk ini sangat luas, membentang dari Kashgor,
sebuah daerah di ujung daerah Turki, sampai ke Yerussalem. Wilayah yang luas
itu dibagi menjadi lima bagian:
1.
Saljuk
Besar yang menguasai Khurasan, Rayy, Jabal,Irak, Persia, dan Ahwaz. Ia
merupakan induk dari yang lain. Jumlah Syekh yang memerintah seluruhnya delapan
orang.
2.
Saljuk Kirman berada di bawah
kekuasaan keluarga Qawurt Bek ibn Dawud ibn Mikail ibn Saljuk. Jumlah syekh
yang memerintah dua belas orang.
3.
Saljuk Irak dan Kurdistan, pemimpin
pertamanya adalah Mughris al-Din mahmud. Saljuk ini secara
berturut-turut diperintah oleh sembilan syekh.
4.
Saljuk syiri’a diperintahkan oleh
keluarga Tutush ibn Alp Arselan ibn Daud ibn Mikail ibn saljuk, jumlah
syekh yang memerintah lima orang.
5.
Saljuk Rumm diperintahkan oleh keluarga Qutlumish ibn Israil ibn Saljuk
dengan jumlah syeikh yang memerintah seluruhnya 17 orang.
Disamping
membagi wilayah menjadi lima, dipimpin oleh gubernur yang bergelar Syeikh atau
Malik itu, penguasa Bani Saljuk juga
mengembalikan jabatan perdana menteri yang sebelumnya dihapus oleh penguasa Bani
Buwaih. Jabatan ini membawahi beberapa
departemen.Pada masa Alib
Arselan Rahimahullah, ilmu
pengetahuan dan agama mulai berkembang dan mengalami kemajuan pada zaman Sultan
Maliksyah yang dibantu
oleh perdana menterinya Nizham
al-Mulk. Perdana menteri ini memprakarsai
berdirinya Universitas Nizhamiyah (1065 M) dan
Madrasah Hanafiyah di Baghdad. Hampir di
setiap kota di Irak dan Khurasan didirikan cabang Nizhamiyah. Menurut
Philip K. Hitti, Universitas Nizhamiyah inilah yang
menjadi model bagi segala perguruan tinggi di kemudian hari.
Perhatian
pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan melahirkan banyak ilmuwan
muslim pada masanya. Diantara mereka adalah az-Zamakhsyari dalam bidang
tafsir, bahasa, dan teologi; al-Qusyairy dalam bidang
tafsir; Abu Hamid al-Ghazali Rahimahullah
dalam bidang teologi; dan Farid al-Din al-'Aththar dan Umar
Khayam dalam bidang sastra.Bukan hanya
pembangunan mental spiritual, dalam pembangunan fisik pun dinasti Saljuk banyak
meninggalkan jasa. Maliksyah terkenal
dengan usaha pembangunan di bidang yang terakhir ini. Banyak masjid, jembatan,
irigasi dan jalan raya dibangunnya.
Setelah Sultan Maliksyah dan perdana
menteri Nizham
al-Mulk wafat Saljuk Besar mulai mengalami
masa kemunduran di bidang politik. Perebutan kekuasaan diantara anggota
keluarga timbul. Setiap propinsi berusaha melepaskan diri dari pusat.
Konflik-konflik dan peperangan antar anggota keluarga melemahkan mereka
sendiri. Sementara itu, beberapa dinasti kecil memerdekakan diri, seperti Syahat Khawarizm, Ghuz, dan al-Ghuriyah. Pada sisi
yang lain, sedikit demi sedikit kekuasaan politik khalifah juga kembali,
terutama untuk negeri Irak. Kekuasaan
dinasti Saljuk di Irak berakhir di
tangan Khawarizm
Syah pada tahun 590 H/l199 M. ( Wallahul
Musta’an ).
Dinasti Saljuk mencapai puncak
kejayaannya ketika menguasai negeri-negeri di kawasan Timur Tengah seperti
Irak, Persia, Suriah serta Kirman. Sebagai negara yang sangat kuat, Dinasti,
Pada tahun 1055 M, Kerajaan Saljuk sudah mampu menembus kekuasaan Dinasti
Abbasiyah, dan Dinasti Fathimiyya .
Kehadirannya seakan menjadi penerang
bagi rakyatnya. Meski berasal dari salah satu suku di Turki, para penguasa
Saljuk sangat menghargai perbedaan ras, agama, dan jender.
Di bawah bendera Saljuk, umat Islam
dapat hidup dalam kedamaian, keadilan serta kemakmuran. Pada era dinasti ini
aktivitas keagamaan berkembang dengan pesat.
Kesultanan Saljuk telah ikut
membangkitkan semangat ilmiyah di wilayah yang menjadi kekuasaannya. Mereka
juga telah mampu menyebarkan rasa aman diwilayah itu.
Mereka mampu menghadang gerakan
salibisme yang di pimpin Imperium Byzantium,sebagaimana mereka juga telah
berusaha untuk menghadang gelombang sebuah Mongolia. Mereka mampu mengangkat
tinggi-tinggi panji-panji Madzhab Sunni di wilayah wilayah kekuasaanya.
Dinasti Saljuk juga memiliki
kemajuan yang sangat pesat dalam Bidang Arsitektur. Diantaranya:
1.
Caravanserai Saljuk (Khan) Penguasa Dinasti Saljuk begitu banyak membangun caravanserai atau
tempat singgah bagi para pendatang atau pelancong. Caravanserai dibangun untuk
menopang aktivitas perdagangan dan bisnis. Para pelancong dan pedagang dari
berbagai negeri akan dijamu di caravanserai selama tiga hari secara cuma-cuma
(gratis).
2.
Masjid Saljuk Inovasi para Arsitektur Dinasti Saljuk yang lainnya tampak pada
bangunan masjidnya. Masjid Saljuk sering disebut Masjid Kiosque. Bangunan
masjid ini biasanya lebih kecil yang terdiri dari sebuah kubah, berdiri
melengkung dengan tiga sisi yang terbuka. Itulah ciri khas masjid Kiosque.
Model masjid khas Saljuk ini seringkali dihubungkan dengan kompleks bangunan
yang luas seperti caravanserai dan madrasah.
3.
Menara Saljuk Bentuk menara masjid-masjid di Iran yang dibanguan Dinasti Saljuk
secara subtansial berbeda dengan menara di Afrika Utara. Bentuk menara masjid
Saljuk mengadopsi menara silinder sebagai ganti menara berbentuk segi empat.
4.
Madrasah Saljuk Menurut Van Berchem, para arsitektur di era Dinasti Saljuk mulai
mengembangkan bentuk, fungsi dan karakter masjid. Bangunan masjid diperluas
menjadi madrasah. Bangunan madrasah pertama muncul di Khurasan pada awal abad
ke-10 M sebagai sebuah adaptasi dari rumah para guru untuk menerima murid.Pada
pertengahan abad ke-11 M, bangunan madrasah diadopsi oleh penguasa Saljuk Emir
Nizham Al-Mulk menjadi bangunan publik. Sang emir terinspirasi oleh
penguasa Ghaznawiyyah dari Persia. Di Persia, madrasah dijadikan tempat
pembelajaran teknologi. Madrasah tertua yang dibangun Nizham Al-Mulk
terdapat di Baghdad pada tahun 1067 M.
5.
Makam Saljuk
Pada era kejayaan
Dinasti Saljuk pembangunan makam mulai dikembangkan. Model bangunan makam
Saljuk merupakan pengembangan dari tugu yang dibangun untuk menghormati
penguasa Umayyah pada abad ke-8 M. Namun, bangunan makam yang dikembangkan para
arsitek Saljuk mengambil dimensi baru. Bangunan makam yang megah dibangun pada
era Saljuk tak hanya ditujukan untuk menghormati para penguasa yang sudah
meninggal. Namun, para ulama dan sarjana atau
ilmuwan terkemuka pun mendapatkan tempat yang sama.
Tak heran, bila
makam penguasa dan ilmuwan terkemuka di era Saljuk hingga kini masih berdiri
kokoh. Bangunan makam Saljuk menampilkan
beragam bentuk termasuk oktagonal (persegi delapan), berbentuk silinder dan
bentuk-bentuk segi empat ditutupi dengan kubah (terutama di Iran). Selain itu
ada pula yang atapnya berbentuk kerucut (terutama di Anatolia). Bangunan makam
biasanya dibangun di sekitar tempat tinggal tokoh atau bisa pula letaknya dekat
masjid atau madrasah.
Banyak faktor yang menyebabkan kehancuran kesultanan Saljuk yang
juga dengan kejatuhannya menyebabkan kejatuhan dinasti Abbasiyah.
Faktor – fator itu antara lain:
1.
Perselisihan yang terjadi di dalam keluarga
Saljuk antara saudara mereka, paman, keponakan dan cucu.
2.
Masuknya pengaruh kaum wanita dalam
pemerintahan.
3.
Dimunculkan api fitnah oleh para
pejabat dan menteri.
4.
Lemahnya para Khalifah Bani Abbas
dalam menghadapi kekuatan militer Saljuk. Sehingga pemerintahan Bani Abbas
tidak mampu menolak siapapun yang duduk di kursi kesultanan Saljuk dan
mendengungkan khutbah untuk semua pemenang yang kuat.
5.
Ketidak mampuan pemerintahan Saljuk
dalam menyatukan wilayah Syam, Mesir dan Irak di bawah panji kekuasaan Bani
Abbas.
6.
Terjadinya friksi di dalam kekuasaan
Saljuk sehingga menimbulkan bentrokan militer yang terus menerus. Inilah yang
menghancurkan kekuatan Saljuk hingga dia harus kehilangan kesultanannya di
Irak.
7.
Konspirasi orang – orang aliran
Bathiniyah terhadap kesultanan Saljuk yang mereka lakukan dengan cara membunuh
dan menghabisi para sultan dan pemimpin – pemimpin mereka.
8.
Perang Salib yang datang dari
belakang samudera serta pertempuran kesultanan Saljuk dengan pasukan Barbarik
yang berasal dari Eropa.
Kata Salib berasal dari bahasa Arab (salibun) yang berarti
kayu palang/silang
(Heuken,
1994:231). Peperangan tersebut disebut dengan Perang Salib karena didada
seragam merah
yang dipakai serdadu tergantung/terjahit tanda Salib.
2.5.1. Latar Belakang Timbulnya Perang Salib
Pada
kenyataannya Perang Salib itu terjadi tidak hanya didorong oleh motivasi
keagamaan saja,
akan tetapi juga ada beberapa kepentingan yang turut mewarnai dalam
Perang Salib
tersebut, diantaranya :
1.
Perang
Salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri Barat (pihak Kristen)
dan negeri Timur (pihak Muslim) yang mana pada akhir-akhir itu perkembangan dan
kemajuan umat Islam sangat pesat, sehingga menimbulkan kecemasan bagi para
tokoh Barat KRISTEN dan didorong oleh rasa kecemasan itulah mereka melancarkan
serangan terhadap kekuatan Muslim.
2.
Munculnya
kekuatan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia kecil dan Baitul Maqdis setelah
mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071 M dan Dinasti Fathimiah
tahun 1078 M.
3.
Pasukan
Muslim menjadi penguasa jalur perdagangan di lautan tengah semenjak abad ke-10.
Hal tersebut menyebabkan para pedagang Pisa, Vinesia dan Genoa merasa terganggu
sehingga satu-satunya jalan yang ditempuh untuk memperluas perdagangan mereka
adalah dengan mendesak kekuatan Muslim dari laut tersebut.
4.
Propaganda
Alexius Comnesius kepada Paus Urbanus II untuk membalas kekalahannya dalam
peperangan melawan Pasukan Saljuk.
Perang Salib terjadi karena
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:
A. Faktor Agama
Direbutnya Baitul Maqdis (471 H) oleh Dinasti Saljuk dari kekuasaan
Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir menyebabkan kaum kristen merasa tidak
bebas dalam menunaikan ibadah di tempat sucinya.
B. Faktor
Politik
Kekalahan Byzantium(Constantinople/Istambul) di Manzikart pada
tahun 1071 M, dan jatuhnya Asia kecil dibawah kekuasaan Saljuk telah mendorong
Kaisar Alexius I Comneus (Kaisar Constantinople) untuk meminta bantuan Paus
Urbanus II, dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah
pendudukan Dinasti Saljuk.
C. Faktor
Sosial Ekonomi
Semenjak abad ke X, kaum muslimin telah menguasai jalur perdagangan
di laut tengah, dan para pedagang Eropa yang mayoritas kristen merasa terganggu
atas kehadiran pasukan muslimin.
2.5.2. Periodenisasi Perang Salib
A. Perang Salib I (1094-1144 M)
Periode
pertama Perang Salib disebut sebagai periode penaklukan. Jalinan kerja sama antara
Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II, berhasil membangkitkan semangat umat kristen,
terutama akibat pidato Paus Urbanus II, pada consili clermont pada tanggal 26 November
1095, yang intinya mewajibkan untuk melakukan Perang Salib bagi umat Kristiani
sehingga terbentuk kaum Salibin.
Gerakan ini merupakan gerakan spontanitas yang diikuti
oleh berbagai kalangan masyarakat Kristiani. Hasan Ibrahim (sejarawan penulis
buku Tarikh Al-Islam) menggambarkan gerakan ini sebagai gerombolan
rakyat jelata yang tidak mempunyai pengalaman berperang, gerakan ini dipimpin
oleh Pierre I’ermite. Di sepanjang jalan menuju Constantinople mereka membuat keonaran
bahkan terjadi bentrok dengan penduduk Hongaria dan Byzantium. Dengan adanya
fenomena ini Dinasti Saljuk menyatakan perang terhadap gerombolan tersebut,
sehingga akhirnya gerakan pasukan Salib dapat mudah dikalahkan.
B. Perang Salib II (1144-1193 M)
Perang Salib II
juga terjadi sebab bangkitnya Bani Saljuk dan jatuhnya Halab (Aleppo), Edessa, dan sebagian negeri Syam ke
tangan Imaddudin Zanky (1144 M). Setelah Imaduddin meninggal, ia digantikan
oleh putranya yang bernama Nuruddin dan dibantu oleh Shalahuddin hingga tahun
1147 M. Perang Salib II ini dipimpin oleh Lode wiyk VII atau Louis VII (Raja
Perancis), Bernard de Clairvaux dan Concrad III dari Jerman. Laskar Islam yang
terdiri dari bangsa Turki, Kurdi dan Arab dipimpin oleh Nuruddin Sidi Saefuddin
Gazi dan Mousul dan dipanglimai oleh Shalahuddin Yusuf Ibn Ayyub. Pada tanggal
4 Juli 1187 terjadi pertempuran antara pasukan Shalahuddin dengan tentara Salib
di Hittin dekat Baitul Maqdis. Dalam pertempuran ini kaum muslimin dapat
menghancurkan pasukan Salib, sehingga raja Baitul Maqdis dan Ray Mond tertawan
dan dijatuhi hukuman mati.
C. Perang Salib III (1193-1291 M)
Perang
Salib III ini timbul sebab bangkitnya Mesir dibawah pimpinan Shalahuddin, berkat
kesuksesannya menaklukkan Baitul Maqdis dan kemampuannya mengatasi angkatan-angkatan
perang Prancis, Inggris, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. Kejadian
tersebut dapat membangunkan Eropa-Barat untuk menyusun angkatan Perang Salib
selanjutnya atas saran Guillaume. Perang Salib III ini dipimpin oleh Kaisar
Fredrick I Barbarosa dari Jerman Philip II August (Raja Prancis dan Inggris),
Richard The Lion Heart. Ketika itu pasukan Jerman sebanyak 100.000 orang
dibawah pimpinan Frederick Barbarosa.
D. Perang Salib IV (1202-1206 M)
Tentara
Salib berpendapat bahwa jalan untuk merebut kembali Baitul Maqdis adalah
menguasai keluarga Bani Ayyub terlebih dahulu,di Mesir yang menjadi pusat
Persatuan Islam ketika itu. Oleh karena itu kaum Salib
memusatkan perhatian dan
kekuatannya untuk menguasai Mesir.(Sou’yb, 1978:98).
Akan tetapi Perang Salib IV ini
dilakukan atas kerja sama dengan Venesia dan bekas
kaisar Yunani. Tentara Salib
menguasai Konstatinopel (1204 M) dan mengganti
kekuasaan Bizantium dengan kekuasaan latin disana. Pada waktu itu Mesir diperintah
oleh Sultan Salib, maka dikuatkanlah perjanjian dengan orang-orang Kristen pada
tahun 1203-1204 M dan 1210-1211 M. Isi perjanjian itu adalah mempermudah orang
Kristen ziarah ke Baitul Maqdis dan menghilangkan permusuhan antara kedua belah
pihak
E. Perang Salib V (1217–1221 M)
Perang Salib V
tetap berada di Konstantinopel dan tidak henti-hentinya terjadi konflik dengan
pihak Kaisar. Perang Salib V dipimpin oleh Jeande Brunne Kardinal Pelagiusserta
raja Hongaria, meskipun pada tanggal 5 November 1219 kota pelabuhan Damietta
mereka rebut, namun dalam perjalanan ke Kairo pada tanggal 24 Juli 1221 mereka
membuat kekacauan di Al Masyura ( tepi sungai Nil) kemudian mereka pulang.
F. Perang Salib VI (1228–1229 M)
Perang Salib VI
dipimpin oleh Frederick II dari Hobiens Taufen, Kaisar Jerman dan raja Itali
dan kemudian menjadi Raja muda Yerussalem dikarenakan berhasil menguasai Yerussalem
tidak dengan perang, tetapi dengan perjanjian damai selama 10 tahun dengan Sultan
Al-Malikul Kamil, keponakan Shalahuddin al-Ayyubi, namun 14 tahun kemudian,
pada tahun 1244 kekuasaan diambil alih Sultan Al Malikul Shaleh Najamuddin Ayyub
beserta Kallam dan Damsyik.
G.
Perang Salib VII (1248–1254 M)
Peperangan ini
dipimpin oleh Raja Louis IX dari Perancis pada tahun 1248, namun pada tahun
1249 tentara Salib berhasil menguasai Damietta (Damyat). Dimasa inilah pemimpin
angkatan perang Islam, Malikul Shaleh meninggal kemudian digantikan oleh putranya
Malikul Asraff Muzafaruddin Musa. Ketika Louis IX gagal merebut Antiock yang
dikuasai Sultan Malik Zahir Bay Bars pada tahun 1267/1268, ia beserta pembesar-pembesar
pengiringnya ditawan oleh pasukan Islam pada 6 April 1250 dalam satu
pertempuran di Perairan Mesir, setelah mereka memberikan uang tebusan, maka
mereka dibebaskan oleh Tentara Islam dan mereka kembali ke negerinya
H.
Perang Salib VIII (1270-1272 M)
Dalam Perang
Salib VIII, yaitu pada tanggal 25 Agustus 1270 ini Louis IX telah meninnggal dikarenakan
penyakit (riwayat lain menyebutkan ia terbunuh). Akhirnya pada tahun 1492 Raja Ferdinad
dan Ratu Isabella sukses menindas umat Islam dari Granada, Andalusia. Dengan
demikian terkuburlah Perang Salib oleh Perang Sabil. Tetapi meskipun Perang Konvensional
dan Frontal itu sudah berakhir secara formal, namun sesungguhnya perang jenis
lain yang kwalitasnya lebih canggih terus saja berlangsung seiring dengan
kemajuan zaman.
kita menghendaki kebangkitan yang benar dan berdiri di atas pencampakan semua akidah, pemikiran atau sistem yang tidak terpancar dari Islam. Kita pun menghendaki kebangkitan yang tegak di atas pelepasan segala hal yang menyalahi Islam sejak dari akarnya. Semua itu tidak akan pernah tercapai, sebagaimana telah saya tunjukkan, kecuali dengan melanjutkan kehidupan Islam dan mengubah negeri dari dar al-kufr menjadi Dar al-Islam.
BalasHapusRevolusioner... tapi kehendak yang hanya teori tidak lebih dari sekadar ilusi. Mulailah dari diri kita, pahami Islam lalu amalkan.
BalasHapusBetul, Semangat yang tanpa diiringi dengan ilmu dan pemahaman yang benar hanya menggiring Islam kepada kehancuran dan kekeringan spiritual. Demikian juga keimanan spiritual yang tidak diiringi dengan tindakan laksana lautan tanpa terumbu karang... Keep Istiqamah Fi Sabilillah
BalasHapusafwan., ana mau nanyak yg mungkin sedikit tidak sopan., tpi mohon pertolongannya karena saya ingin menjadikan artikel yang antum wa anti tulis ini sebagai re3ferensi ana/.
BalasHapussekali lagi ana mohon maaf,. sebagai seorang muslim yang semoga dimuliakan ALLOH., antum ini jika menyelesaikan suatu persoaalan., bagaimana metode antum dalam menyelesaikannya.,??
Menyelesaikan masalah? jika massalah itu berkenaan dengan Islam maka semua muslim sepakat hendaknya mengembalikan kepada Al-Qur'an dan Al-Hadits, jika tidak terdapat pada keduanya maka gunakan penafsiran ulama yang paling dekat dengan masa kenabian... jika itu masalah kontemporer maka hendaknya merujuk kepada manhaj / metode yang jelas dan gambalng sebagaimana dicontohkan oleh para pendahulu kita yang shalih...
BalasHapusmaaf,,
BalasHapuskarakteristik kepemimpinannya apa yaa??
tanks