Oleh : Abu Aisyah
Bila epistemologi dan induknya merangsek terus ke dalam
umat Islam, maka sebagian cendekiawan muslim mencoba menerima dan memadukan dengan
Islam. Tentunya dengan asumsi bahwa epistemologi yang diadopsi tersebut tidak
bertentangan dengan prinsip dasar Islam.
Istilah ilmu
pengetahuan terkadang juga dipakai untuk merujuk sains yang dibedakan dengan
pengetahuan (knowledge). Menurut Mulyadhi istilah ilmu dalam epistemologi Islam
memiliki kemiripan dengan istilah science dalam epistemologi Barat. Sebagaimana
sains dalam epistemologi Barat dibedakan dengan knowledge, ilmu dalam
epistemologi Islam dibedakan dengan opini (ra'y) sementara sains dipandang
sebagai any organized knowledge, ilmu didefinisikan sebagai
"pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya"(hal. 1).
Generated: 12 February, 2009, 14:34 Dengan demikian istilah ilmu bukan sembarang
pengetahuan atau opini melainkan pengatahuan yang sudah teruji kebenarannya,
dan Mulyadhi mendefinisikan ilmu sebagai "pengetahuan tentang sesuatu
sebagaimana adanya". Ilmu dalam kajian epistemologi Barat penerapannya
dibatasi pada bidang-bidang ilmu fisik
atau empiris, sedangkan dalam epistemologi Islam ia dapat diterapkan
dengan sama validnya baik ilmu-ilmu yang
yang fisik-empiris maupun nonfisik atau metafisik. Perbedaan yang fundamen
inilah barangkali yang perlu dijelaskan dalam kajian epistemologi menurut Mulyadhi, karena jika
tidak akan membawa pada kekaburan dan kesalahpahaman dalam kajian teori
pengetahuan (epistemologi).
Paling tidak ada dua pertanyaan yang tidak bisa
ditinggalkan dalam setiap sistem epistemologi manapun: pertama, apa yang dapat
kita ketahui? Kedua, bagaimana mengetahuinya? Di mana yang pertama mengacu pada
teori dan isi ilmu, sementara yang kedua pada metodologi. Pertanyaan apa yang
dapat kita ketahui? Epistemologi Barat memberikan jawaban bahwa yang dapat kita
ketahui adalah segala sesuatu sejauh ia dapat diobservasi secara indrawi.
Hal-hal lain yang bersifat nonindrawi, nonfisik dan metafisik tidak termasuk ke
dalam objek yang dapat diketahui secara ilmiah. Sedangkan dalam epistemologi Islam kita bisa mengetahui
tidak sebatas pada obyek-obyek fisik namun juga nonfisik. Sehingga dalam
menentukan keberadaan sesuatu atau status ontologis sesuatu Barat hanya percaya
pada benda-benda yang dapat dicerap oleh indra dan cenderung menolak status
ontologis dari entitas-entitas nonfisik seperti ide-ide matematika,
konsep-konsep mental dan entitas-entitas imajinal dan spiritual. Berbeda dengan
Barat, Islam mengakui status ontologis tidak terbatas pada obyek-obyek indrawi
melainkan juga obyek-obyek nonindrawi.
Untuk pertanyaan kedua, berkaitan dengan jawaban dari
pertanyaan yang pertama metode ilmiah
yang dikembangkan oleh para pemikir dan filosuf Barat hanya menggunakan satu metode yaitu metode observasi. Sementara Islam
menggunakan tiga macam metode sesuai dengan tingkat atau hierarki
obyek-obyeknya, yaitu (1)metode observasi,
(2)metode logis atau demonstratif (burhani) (3)metode intuitif ('irfan)
yang masing-masing bersumber pada indra
akal dan hati. Setiap cabang ilmu yang dihasilkan oleh epistemologi tidak akan
pernah mencapai status ilmiah yang pas kecuali
status ontologis obyeknya jelas dan dapat diakui. Berdasarkan uraian di atas jelas klasisfikasi
ilmu yang ada di Barat akan selalu didasarkan pada satu hal yaitu
empiris-observatif ditambah dengan bidang ilmu matematika, tapi secara tegas
menolak bidang metafisika yang obyek-obyeknya
sering dipandang tidak riil dan ilusif. Sedangkan dalam Islam yang
mengakui adanya status ontologis yang tidak terbatas pada fisik-empiris
melainkan juga yang nonempiris atau metafisis, dalam teori pengetahuan Islam
ilmu dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu: ilmu-ilmu metafisika, ilmu-ilmu
matematika, dan ilmu-ilmu alam atau
fisik. Selain beberapa hal yang telah dijelaskan diatas tentang sumber
pengetahuan dalam epistemologi Islam, pengalaman mistik, penalaran rasional dan
filsafat kenabian dalam teori pengetahuan Islam juga termasuk sumber
pengetahuan. Bukan bermaksud membenci atau anti sains Barat, begitulah
pembelaan yang diungkapkan Mulyadhi dalam kajian buku pengantar epistemologi
ini, dan baginya tidak lain hanya mencoba bersikap kritis dan apresiatifnya
terhadap sains Barat. Dengan jalan membandingkannya dengan epistemologi lain
yang dalam hal ini adalah epistemologi
Islam yang diharapkan mampu melahirkan teori pengetahuan yang lebih baik atau
sering kita harapkan yaitu munculnya epistemologi alternatif. Buku pengantar yang ditulis atas hasil perkuliahan
penulis bersama para mahasiswanya di
Pasca Sarjana IAIN SU-KA ini paling tidak menjadi terobosan awal dalam kajian
epistemologi (teori pengetahuan) yang di negeri ini masih sangat minim dan
belum mapan. Dimana dengan mengkaji teori
pengetahuan secara kritis dan komprehensif serta komparatif nantinya diharapkan
mampu melahirkan teori pengetahuan alternatif yang lebih baik.
Jalaluddin meringkas metode yang digunakan oleh Islam
dalam epistemologinya, diantaranya adalah :
1. Burhani
( logika )
2. Tajribi
( eksperimen)
3. Irfani
( intuisi )
Bayani, Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang
didasarkan atas otoritas teks (nash),
secara langsung atau
tidak langsung
Burhani Berbeda
dengan bayani dan
irfani yang masih
berkaitan dengan teks suci, burhani sama sekali tidak mendasarkan diri
pada teks. Burhani menyandarkan diri pada kekuatan rasio, akal, yang dilakukan
lewat dalil-dalil logika.
Irfani Pengetahuan irfan tidak didasarkan atas teks seperti
bayani, tetapi pada kasyf,
tersingkapnya rahasia-rahasia realitas oleh Tuhan.
Ciri khas filsafat Islam :
- Memiliki kesatuan kebenaran Al-Quran dan ajaran Islam yang tak terbantah.
- Filsafat Islam meurpakan kelanjutan dari filsafat Yunani.
- Filsafat Islam bertujuan mencapai kebijaksanaan atau al-hikmah yaitu pengetahuan yang dimahkotai oleh metafisika atau Ilahiyyat. Hikmah adalah pengetahuan tunggal yang merupakan mahkota bagi segala ilmu.
- Kebijaksanaan yang dimaksud adalah kualitas keagamaan yang mengandung unsur-unsur yang diambil dari Al-Qur'an.
- Filsafat Islam menunjukan kecintaannya terhadap pengetahuan dan dasar-dasaar psikologi maupun ontologi.
Filsafat mengajukan pertanyaan-pertanyaan sedangkan agama
menjawab persoalan-persoalan itu. (Juhaya S. Praja, 2002 : 46)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...