Oleh : Abu Aisyah
Islam sebagai agama yang komprehensif telah mengatur seluruh
sendi kehidupan manusia, tidak hanya dalam masalah individual namun juga
masalah kenegaraan telah diatur oleh Islam. Demikian juga dalam hal pemilihan
kepala negara, walaupun Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak memberikan secara
tekstual mekanisme pemilihan tersebut, namun secara implisit ia telah diatur
dalam fiqh Islam. Konsep pemilihan kepala negara dalam Islam tidak spesifik disebutkan mekanismenya yang baku, namun dari
praktek yang telah disepakati oleh umat Islam maka bisa ditarik satu kesimpulan
bahwa mekanisme pemilihan kepala negara didasarkan kepada bimbingan wahyu dan
pendapat para shahabat Nabi. Hal ini tampak dari proses pemilihan Abu Bakar
sebagai Khalifah pertama hingga masa Khalifah Ali bin Abi Thalib. Seluruh mekanisme
yang terjadi tersebut telah memberikan gambaran kepada kita bagaimana mekanisme
pemilihan seorang kepala negara dalam Islam.
Pemilihan dan
penetapan Abu Bakar as-Siddiq sebagai khalifah dilakukan secara demokratis.
Pencalonannya, dilaksanakan oleh perseorangan, yaitu Umar bin Khattab, yang
ternyata disetujui oleh semua yang hadir pada saat itu. Karena Rasulullah SAW
memang tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau
sebagai pemimpin setelah beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan persoalan
tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya.
Ketika Abu Bakar
sakit dan merasa kematiannya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka
sahabat, kemudian mengangkat Umar bin Khattab sebagai penggantinya dengan
maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di
kalangan umat Islam. Para pemuka tersebut ternyata tidak keberatan dengan
pilihan khalifah Abu Bakar tersebut.
Selanjutnya
setelah Khalifh Umar wafat, posisi beliau digantikan Usman bin
Affan. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan
Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk
memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah
Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam,
Saad bin Abi Waqqas, dan Abdurrahman bin Auf. Keenam sahabat ini mempunyai hak
memilih dan dipilih. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil
menunjuk Usman sebagai khalifah.
Masa
pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan cukup lama sehingga menghabiskan energy khalifah.
Maka muncullah gerakan oposisi yang menyebarkan fitnah mengenai khalifah dan
berujung dengan pembunuhan Utsman bin Affan di rumahnya. Sementara khalifah
terbunuh dan penggantinya belum ada.
Berkaitan
dengan kekhalifahan Ali, menurut Rais sesungguhnya pembaitan terhadapnya
berlangsung dalam situasi yang penuh gonjang-ganjing. Walaupun harus digaris
bawahi bahwa beliau adalah sahabat terbaik yang masih hidup pada saat itu dan
paling berhak memegang kekhalifahan, sayangnya kondisinya tidak mendukung.
Sayyidina Ali telah dibaiat oleh penduduk Madina, kecuali sekelompok kalangan
sahabat yang menolak. Di antara
yang ikut membaiat adalah kelompok pemberontak yang menentang Ustman, dan sebagian di antara
mereka ikut bertanggung jawab atas darah kematian Ustman.
Selanjutnya model pemilihan kepala negara berikutnya
adalah didasarkan kepada system monarki yaitu diambil dari keturunan atau
keluarga terdekatnya. System kerajaan denagan pemilihan kepala Negara dari
keluarga dekat terus berlanjut hingga masa-masa kberikutnya bahkan pada
beberapa wilayah Islam saat ini juga masih berlaku system keturunan tersebut.
Menurut
Mehdi Muzaffari ia mengatakan “Agama Islam dalam bentuk asalnya, tidak
menetapkan cara atau prosedur tertentu dalam memilih seorang khalifah,
pengganti Rasulullah Saw. Kenyataan ini adalah suatu opini yang dipegang oleh
sejumlah (jumhur) umat Islam, dalam madzhab sunni, ta adanya sebuah nas yang
memberikan intruksi tentang cara-cara pemilihan seorang pemimpin ini,
menimbulkan berbagai cara dan prosedur empat khalifah Rasyidun yang secara
silih berganti memimpin masyarakat Islam selama 29 tahun (632-661 M), jelas nampak, bahwa setiap khalifah terpilih dengan
cara-cara yang berbeda ( empat cara) :
1.
Pada pemilihan khalifah pertama (Abu Bakar Sidik) yaitu dengan cara
pembaiatan dari para sahabat, lalu diikuti oleh para kaum muslimin secara
langsung.
2.
Dengan cara menyampaikan amanat oleh khalifah Abu Bakar kepada Umar
bin khatab ra sebagai pelanjutnya sebagai khalifah yang kedua. Tetapi setlah
Abu bakar wafat, Umar menyerahkan kembali kekuasaannya kepada umat Islam lalu
beliau terpilih kembali melalui syura.
3.
Membentuk suatu majelis terbatas yang terdiri dari orang-orang
pilihan, lalu setelah memperhatikan aspirasi umat majelis tersebut memilih satu
diantara mereka Utsman bin Affan ra sebagai khalifah ketiga.
4.
Pada pemilihan yang ke empat hampir sama dengan yang ketiga yaitu
pemilihan dengan cara melalui perwakilan umat dan hasil dari penjaringan opini
umum yang ada memilih Ali bin Abi Thalib ra. Sebagai Khalifah ke empat dalam
pemerintahan islam.
Itulah
cara pemilihan kepala negara yang
dilakukan pada masa khulafau Rasyidun, dan untuk selanjutnya dalam sejarah
Islam kita lihat untuk menentukan para
pemimpin masa selanjutnya seperti pada masa bani Uamayah, Abasiyah dan
seterusnya yang paling dominan seperti sistem kerajan.
Haykal
menyatakan dalam Islam tidak ada sistim yang baku yang harus dipegangi dalam
pemilihan kepala negara. Sistim yang diterapkan Abubakar, berbeda dengan masa
Khalifah Umar, dan seterusnya. Apalagi sistem pemilihan masa Bani Umayah dan Bani Abbasiyah.
Dengan kata lain, sistim pemilihan kepala negara dalam Islam mengalami
perubahan mengikuti perkembangan situasi sosiohistoris yang mengitarinya.
Al-Qur’an dan Sunnah menurut Haykal tidak merinci bagaimana seharusnya sistim
pemrintahan berlaku. Oleh karenya dalam memilih kepala negara, dengan
menggunakan ijtihad yang tentu tetap berpegang teguh pada
prinsip-prinsip dasar negara Islam. Kebebasan memilih kepala negara menurut
Haykal mengarah pada pemilihan dengan pemilihan yang bebas dan Musyawarah.
Haykal merujuk pada mekanisme pemilihan Khalifah masa Abubakar.
Selain
itu kepala negara seharusnya dipilih karena posisi dan prestasi dalam Islam,
bukan karena faktor keluarga, atau kekayaan. Bahkan Haykal menyebutkan,
hendaknya calon kepala negara tidak mencalonkan untuk dipilih, apalagi
melakukan kampanye. Seluruh umat Islam menurutnya berhak untuk dipilih karena
masing-masing mempunyai kedudukan yang sama. Selanjutnya kepala negara
bertanggung jawab kepada Allah, kepada dirinya, dan kepada rakyat yang
membaiatnya.
Konsep
pemilihan kepala negara ketika masa Khulafaurrasyidin, menurut Haykal berbeda
dengan masa bani Abbasiyah. Pertama, konsep pemikiran Arab bahwa keberadaan
Abubakar dan Umar adalah manusia biasa, yang kemudian memperoleh kekuasaan dari
rakyat untuk dipilih sebagai khalifah. Ketika keduanya dilantik, pidato
pelantikannnya mencerminkan jabatannya sebagai kepercayaan umat. Kedua, konsep
pemikiran persia bahwa khalifah mendapatkan hak memerintah dari Allah, bukan
dari manusia, maka tanggung jawab kepemimpinannya hanya kepada Allah. Pada
pidato pelantikannya mereka mencerminkan klaim bahwa posisinya adalah wakil atau
bayangan Tuhan dibumi. Terlihat jelas dalam pemikiran mengenai sistim pemilihan
kepala negara ini, Haykal menyatakan keberpihakannya pada golongan Sunni, bahwa
kepala negara hendaknya dipilih bukan karena faktor keturunan
Penulis
dalam hal ini hanya melihat cara pemilihan kepala negara pasca Rasulullah yaitu
pada zaman Khulafau Rasyidun, karena pada zaman berikutnya banyak yang
memakai sistem kerajaan. Kemudian penulis bisa mengambil kongklusi dan berpandangan
bahwa kepemimpinan dalam islam merupakan hal yang sangat diperlukan, atau wajib
adanya dan bukan saja calon pemimpin
yang harus memenuhi syarat bahkan calon pemilih atau masyarakat pun dalam
pandangan Islam harus memiliki persyaratan adapun bentuk atau cara pemilihan
tidak ada bentuk yang dibakukan, begitu juga mengenai waktu memiliki jabatan
tidak ada ketentuan berapa tahun tapi hal ini diserahkan kepada umat Islam
tentu selama orang itu memiliki kereteria persayaratan dia diperbolehkan untuk
menjadi pemimpin, tetapi sebenarnya
dapat juga ditentukan/ dibatasi lamnya memimpin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...