Teori Receptie
1. Teori Kredo atau Syahadat
Teori kredo atau syahadat ialah teori yang mengharuskan
pelaksanaan hukum Islam oleh mereka yang telah mengucapkan dua kalimah syahadat
sebagai konsekuensi logis dari pengucapan kredonya.
Teori ini sesungguhnya kelanjutan dari prinsip tauhid dalam filsafat hukum
Islam. Prinsip tauhid yang menghendaki setiap orang yang menyatakan dirinya
beriman kepada ke-Maha Esaan Allah swt., maka ia harus tunduk kepada apa yang
diperintahkan Allah swt. Dalam hal ini taat kepada perintah Allah swt. dan
sekaligus taat kepada Rasulullah saw. dan sunnahnya.
Teori Kredo ini sama dengan teori otoritas hukum yang dijelaskan oleh H.A.R.
Gibb (The Modern Trends in Islam, The University of Chicago Press, Chicago,
Illionis, 1950). Gibb menyatakan bahwa orang Islam yang telah menerima Islam
sebagai agamanya berarti ia telah menerima otoritas hukum Islam atas dirinya.
Teori Gibb ini sama dengan apa yang telah diungkapkan oleh imam madzhab seperti
Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah ketika mereka menjelaskan teori mereka
tentang Politik Hukum Internasional Islam (Fiqh Siyasah Dauliyyah) dan Hukum
Pidana Islam (Fiqh Jinayah). Mereka mengenal teori teritorialitas dan non
teritorialitas. Teori teritorialitas dari Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa
seorang muslim terikat untuk melaksanakan hukum Islam sepanjang ia berada di
wilayah hukum di mana hukum Islam diberlakukan. Sementara teori non
teritorialitas dari Imam Syafi’i menyatakan bahwa seorang muslim selamanya
terikat untuk melaksanakan hukum Islam di mana pun ia berada, baik di wilayah
hukum di mana hukum Islam diberlakukan, maupun di wilayah hukum di mana hukum
Islam tidak diberlakukan.
Sebagaimana diketahui bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia adalah penganut
madzhab Syafi’i sehingga berlakunya teori syahadat ini tidak dapat disangsikan
lagi. Teori Kredo atau Syahadat ini berlaku di Indonesia sejak kedatangannya
hingga kemudian lahir Teori Receptio in Complexu di zaman Belanda.
2. Teori Receptio in Complexu
Teori receptio in Complexu menyatakan bahwa bagi orang Islam berlaku penuh
hukum Islam sebab ia telah memeluk agama Islam walaupun dalam pelaksanaannya
terdapat penyimpangan-penyimpangan. Teori ini berlaku di Indonesia ketika teori
ini diperkenalkan oleh Prof. Mr. Lodewijk Willem Christian van den Berg. Teori
Receptio in Complexu ini telah diberlakukan di zaman VOC sebagaimana
terbukti dengan dibuatnya pelbagai kimpulan hukum untuk pedoman pejabat dalam
menyeleaikan urusan-urusan hukum rakyat pribumi yang tinggal di dalam wilayah
kekuasaan VOC yang kemudian dikenal senagai Nederlandsch Indie.
3.
Teori Receptie
Teori
Receptie menyatakan bahwa bagi rakyat pribumi pada dasarnya berlaku hukum adat.
Hukum Islam berlaku bagi rakyat pribumi kalau norma hukum Islam itu telah
diterima oleh masyarakat sebagai hukum adat. Teori Receptie dikemukakan oleh Prof.
Christian Snouck Hurgronye dan kemudian dikembangkan oleh van Vollenhoven dan
Ter Haar. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck Hurgronye agar orang-orang
pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam dan hukum Islam. . Jika mereka
berpegang terhadap ajaran dan hukum Islam, dikhawatirkan mereka akan sulit
menerima dan dipengaruhi dengan mudah oleh budaya barat. Ia pun khawatir
hembusan Pan Islamisme yang ditiupkan oleh Jamaluddin Al-Afgani berpengaruh di
Indonesia.
Teori Receptie ini amat berpengaruh bagi perkembangan hukum Islam di Indonesia
serta berkaitan erat dengan pemenggalan wilayah Indonesia ke dalam sembilan
belas wilayah hukum adat. Teori Receptie berlaku hingga tiba di zaman
kemerdekaan Indonesia.
4.
Teori Receptie Exit
Teori
Receptie Exit diperkenalkan oleh Prof. Dr. Hazairin, S.H. Menurutnya setelah
Indonesia merdeka, tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan
Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan Undang-Undang Negara Republik Indonesia,
semua peraturan perundang-undangan Hindia Belanda yang berdasarkan teori
receptie bertentangan dengan jiwa UUD ’45. Dengan demikian, teori receptie itu
harus exit alias keluar dari tata hukum Indonesia merdeka.
Teori Receptie bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Secara tegas UUD ’45
menyatakan bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Demikiandinyatakan
dalam pasal 29 (1) dan (2).
5.
Teori Receptie A Contrario
Teori
Receptie Exit yang diperkenalkan oleh Hazairin dikembangkan oleh Sayuti Thalib,
S.H. dengan memperkenalkan Teori Receptie A Contrario. Teori Receptie A
Contrario yang secara harfiah berarti lawan dari Teori Receptie menyatakan
bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau hukum adat itu tidak
bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam. Dengan demikian, dalam Teori
Receptie A Contrario, hukum adat itu baru berlaku kalau tidak bertentangan
dengan hukum Islam.
Kalau Teori Receptie mendahulukan
berlakunya hukum adat daripada hukum Islam, maka Teori Receptie A Contrario
sebaliknya. Dalam Teori Receptie, hukum Islam tidak dapat diberlakukan jika
bertentangan dengan hukum adat. Teori Receptie A Contrario mendahulukan
berlakunya hukum Islam daripada hukum adat, karena hukum adat baru dapat
dilaksanakan jika tidak bertentangan dengan hukum Islam. Demikian uraian
mengenai teori tentang berlakunya hukum Islam di Indonesia. Semoga
bermanfaat. Sumber : http://master-masday.blogspot.com/2011/05/teori-tentang-berlakunya-hukum-islam-di.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...