Oleh : Abdullah
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat Islam,
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq melakukan berbagai kebijakan ekonomi seperti
yang telah dipraktikkan Rasulullah SAW. Beliu sangat memperhatikan keakuratan
penghitungan zakat sehingga tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan
penghitungannya. Dalam hal ini Abu Bakar pernah berkata kepada Anas, “Jika
seseorang mempunyai kewajiban untuk membayar zakat berupa seekor unta betina
berumur satu tahun tetapi dia tidak mempunyainya lalu menawarkan seekor unta
betina berumur dua tahun, maka hal yang demikian dapat diterima dan petugas
zakat akan mengembalikan kepada orang tersebut sebanyak 20 dirham atau dua ekor
domba sebagai kelebihan dari pembayar zakatnya.” Dlam kesempatan lain, Abu Bakar pernah berkata kepada Anas, “Kekayaan
orang yang berbeda tidak dapat digabung atau kekayaan yang telah digabung tidak
dapat dipisah (karena dikhawatirkan akan terjadi kelebihan atau kekurangan
pembayaran zakat).”[1]
Hasil pengumpulan zakat tersebut
dijadikan sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk
langsung didistribusikan kepada umat muslimin hingga tidak ada yang tersisa.
Seperti halnya Rasulullah SAW, Abu Bakar juga melakukan
kebijakan pembagian tanah hasil taklukan, sebagian diberikan kepa da kaum
muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan negara. Di samping
itu, beliau mengambil alih tanah-tanah dari orang murtad untuk kemudian
dimanfaatkan demi kepentingan umat islam secara keseluruhan.[2]
Dalam mendistribusiakan harta Baitul Mal tersebut, Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan,
yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah SAW. Abu
Bakar tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu masuk islam
dengan sahabat yang kemudian masuk islam, antara hamba sahaya dan orang yang
merdeka, dan antara laki-laki dan perempuan. Menurutnya dalam hal keutamaan
beriman, Allah SWT yang akan menilainya.[3]
Dengan demikian, selama masa pemerintaha Abu Bakar
Ash-Shiddiq, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang
lama karena langsung didistribusikan kepada kaum muslimin. Bahkan ketika beliau
wafat hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum
Muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil pendapatan negara. Hal tersebut berimplikasi
pada peningkatan aggregat demand dan aggregat supply yang pada akhirnya menaikkan total pendapatan
nasional, disamping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya
dengan yang miskin.[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...