Oleh :
Adeng Syarifudin
A.
TEKS DAN TERJEMAHAN HADITS
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه
وسلم : لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ، لاَدَّعَى رِجَالٌ أَمْوَالَ قَوْمٍ
وَدِمَاءَهُمْ، لَكِنَّ الْبَيِّنَةَ عَلَى الْمُدَّعِيْ وَالْيَمِيْنَ عَلَى مَنْ
أَنْكَرَ
[حديث حسن رواه البيهقي وغيره هكذا، وبعضه في الصحيحين]
Dari
Ibnu ‘Abbas radhiallahu 'anhuma, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Sallam bersabda :“Sekiranya setiap tuntutan orang dikabulkan begitu saja,
niscaya orang-orang akan menuntut darah orang lain atau hartanya. Akan tetapi,
haruslah ada bukti atau saksi bagi yang menuntut dan bersumpah bagi yang
mengingkari (dakwaan)”.
(HR.
Baihaqi, hadits Hasan, sebagian lafazhnya ada pada riwayat Bukhari dan Muslim)
[Baihaqi
(Sunan Baihaqi 10/252), dan yang lain, juga sebagian lafaznya ada di shahih
Bukhari dan Muslim]
B. SANAD & PERAWI HADITS
Penulis
kitab Al Arbain berkata : “Hadits ini diriwayatkan Bukhari dan Muslim dalam
Kitab Shahihnya dengan sanad bersambung dari riwayat Ibnu ‘Abbas. Begitu pula
riwayat para penyusun Kitab Sunnan dan lain-lainnya”. Ushaili berkata : “Bila
marfu’nya Hadits ini dengan kesaksian Imam Bukhari dan Imam Muslim, maka
tidaklah ada artinya anggapan bahwa Hadits ini mauquf”. Penilaian semacam itu
tidak berarti berlawanan dan tidak juga menyalahi.
C. ASBABUL WURUD
Hadits
Ibnu Abbas ini juga diriwayatkan oleh
Al-Bukhari (4552) dan Muslim (1711), tapi dalam riwayat keduanya tidak ada
lafazh, “Tapi yang mendakwa harus mendatangkan bukti.” Namun kalimat ini telah
shahih dalam hadits Al-Asy’ats bin Qais riwayat Al-Bukhari dan Muslim dalam
kisah Al-Asy’ats dengan anak pamannya. Berkata Al-Asy’ats: Terjadi perselisihan
antara aku dengan seseorang tentang sebuah sumur. Kamipun mengangkat
permasalahan tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Datangkanlah dua saksi atau
dia akan bersumpah.” Akupun berkata: “Kalau begitu dia akan dengan mudah
bersumpah dan tidak peduli. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
bersabda: “Barang siapa yang bersumpah untuk mendapatkan harta dan ia berdosa
di dalamnya, ia akan bertemu Allah dalam keadaan Allah murka kepadanya. Hadits
ini merupakan salah satu pokok hukum Islam dan sumber pegangan yang terpenting
di kala terjadi perselisihan dan permusuhan antara orang-orang yang
bersengketa. Suatu perkara tidak boleh diputuskan semata-mata berdasarkan pengakuan
atau tuntutan dari seseorang.
D.
PENJELASAN HADITS
1.
Hadits ini menunjukkan bahwa jika vonis diberikan untuk pendakwa hanya
dengan dakwaannya, akan banyak orang yang memanfaatkannya untuk merebut harta
orang lain dan mengancam jiwa dan kehormatannya. Dalam hadits ini Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa pendakwa harus mendatangkan
bayyinah atau bukti, yaitu jika terdakwa mungkir dan tidak mengakui dakwaan.
Adapun jika terdakwa mengakui dakwaan, masalahnya selesai dan pengakuan ini
disebut iqrar. Pendakwa tidak perlu lagi mendatangkan bukti.
2.
Pada dasarnya seseorang bebas dari tuduhan hingga terbukti perbuatan
jahatnya ,
3.
Seorang hakim harus meminta dari kedua orang yang bersengketa sesuatu
yang dapat menguatkan pengakuan mereka.
4. Bersumpah hanya diperbolehkan atas nama
Allah.
5.
Seorang hakim harus berusaha keras untuk mengetahui permasalahan
sebenarnya dan menjelaskan hukumnya berdasarkan apa yang tampak baginya.
6.
Seorang hakim tidak boleh memutuskan sebuah perkara dengan menghalalkan
yang haram dan mengharamkan yang halal.
E.
KESIMPULAN
Hadits
ini sangat penting karena merupakan dasar dalam bab hukum dan perselisihan. Karena Bukti adalah segala sesuatu
yang menunjukkan kepada yang benar. Dengan demikian bukti itu sangat banyak
macamnya dan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan waktu dan tempat.
Bukti
dibutuhkan pada setiap pengakuan. Maka pengakuan tanpa bukti tidak dihiraukan.
Namun ada kalanya meski penuduh tidak membawa bukti dibutuhkan sumpah dari yang
dituduh jika dia mengingkarinya.
Hakim
tidak boleh memutuskan berdasarkan yang dia ketahui, tetapi harus berdasarkan
bukti-bukti. Mana yang lebih kuat buktinya itulah ysng dia menangkan meskipun
dia tahu bahwa yang buktinya lebih kuat telah berbuat curang. Maka dalam
perselisihan, keputusan hakim tidak mesti benar. Oleh karena itu tidak boleh
bagi seorang mengambil hak orang lain dengan alasan karena hakim
memenangkannya. Dia menjadikan keputusan hakim sebagai kebenaran, padahal dia
tahu bahwa dirinyalah yang bersalah.
Daftar pustaka : sabanhukum.blogspot.com
terima kasih,,,
BalasHapus