Kamis, 24 Mei 2012

Sejarah Uang Dalam Islam

Oleh :  Vinna Risqa Shabrina Langi dan Cyntia Ayu Wardani 



Uang emas dan perak sudah dikenal jauh lebih lama dari kedatangan Islam di Jazirah Arab. Uang merupakan sesuatu yang telah diakui dan disahkan untuk dijadikan sebagai alat untuk menukar barang atau jasa yang kita butuhkan. Dahulu sebelum munculnya uang, manusia cenderung berperilaku untuk melakukan barter atau saling menukarkan barang yang mereka butuhkan. Namun kegiatan barter tidak berlangsung lama. Karena, barter dirasakan cenderung menyulitkan dan terkadang barang yang ditukarkan tidak memiliki nilai yang sesuai.  Sehingga keberadaan uang pada saat itu mulai dibutuhkan. Pada masa awal uang dibuat dengan menggunakan bahan dasar berupa besi yang harganya cenderung lebih murah. Hingga akhirnya manusia mengenal emas dan perak yang digunakan untuk menjadi bahan dasar uang karena emas dan perak tersebut dianggap lebih layak.
Setelah mengenal uang yang berbahan dasar emas dan perak, bangsa Arab mulai mencetak mata uang sendiri yang dikenal dengan Dinar (uang emas) dan Dirham (uang perak). Pertama kali umat Islam menggunakan dinar dan dirham sebagai mata uang yang sah pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Khattab RA. Dengan menggunakan kedua mata uang tersebut perekonomian Islam berkembang sangat pesat.

Uang di Awal Masa Islam
Dinar dan dirham pada awalnya telah berlaku dari masa sebelum Islam. Bangsa Roma dan Persia telah menggunakan kedua mata uang tersebut sebagai alat tukar yang sah. Karena adanya aktivitas perdagangan dinar Roma banyak beredar di kalangan penduduk Mekkah. Penggunaan dinar Roma dan dirham Persia berlangsung secara terus-menerus di kalangan orang Arab hingga datangnya Islam. Walaupun pada saat itu uang Yaman juga beredar, namun penggunaannya sangat terbatas. Bangsa Arab menyebut uang emas dengan istilah “al-a’in” sedangak uang perak disebut dengan istilah “al-wariq”.

Uang di Masa Kenabian Muhammad SAW
Dinar di masa Nabi Muhammad dari awal ia diutus menjadi Nabi sampai ia meninggal bentuk fisik dinar masih sama seperti keadaan awal, yaitu bentuknya masih berbeda-beda dan sudah diketahui berapa berat dan kadar karatnya. Juga telah diidentifikasikan siapa yang bertanggung jawab atas pengukur berat dan kadarnya dengan menuliskan siapa yang mengeluarkan uang tersebut. Dengan demikian di masa ini belum ada dinar yang dicetak resmi sebagai simbol mata uang umat Islam. Karena, pada saat itu Rasulullah SAW masih sibuk dengan perkara-perkara yang lebih penting. Perhatian Nabi Muhammad banyak tercurah pada penyatuan Jazirah Arab baik secara politik maupun keagamaan. Namun demikian Islam membawa pandangan baru dalam hal ekonomi secara umum juga aturan-aturan khusus mengenai uang yang berkaitan dengan pertukaran uang yang adil.

Uang di Masa Abu bakar As-shidiq ra
Di masa pemerintahan khalifah Abu bakar As-shidiq keadaan entuk mata uang dinar masih sama dengan masa Nabi Muhammad SAW. Hal ini disebabkan karena masa pemerintahan khalifah Abu bakar As-shidiq reatif pendek dan banyak juga perkara yang harus ditangani. Perkara-perkara tersebut diantara lain adalah memerangi orang murtad dan orang-orang yang enggan untuk memayar zakat.

Uang di Masa Umar ra
Pada masa khalifah Umar perkembangan uang mulai dirasakan, nmun lebih banyak berkaitan dengan uang dirham (uang perak). Pada awalnya dirham hanya berupa fulus perunggu yang dicetak dengan menggunakan aksara arab di setiap sisinya. Setelah itu, barulah khalifah Umar ra melakukan hal-hal penting dalam masalah uang.
1.    Percetakan uang dirham dengan ciri-ciri keislaman. Bentuk uang dirham Islam pertama ini hampir sama dengan dirham Persia. Hanya saja terdapat tulisan tambahan seperti “Al-hamdulillah”, “Muhammad Rasulullah”, “Laa ilaha illa Allah wahdahu” dan juga nama khalifah “Umar”. Sebab dicetaknya uang dirham ini karena pada masa itu aktivitas perdagangan berkembang semakin luas seiring dengan semakin meluasnya wilayah Islam.
2.    Ditetapkannya standar kadar dirham dan dikaitkannya standar tersebut dengan kaitan. Pada masa itu beredar berbagai jenis dirham dengan takaran yang bereda-beda pula. Ada yang menyebutnya dengan takaran dawaniq, misalnya dirham Al-Baghaly sebesar 8 dawaniq, dirham al-Thabary sebesar 4 dawaniq. Ada pula yang menggunakan istilah mistqal yang artinya 1 dirham adalah 1 mistqal. Takaran mistqal pun berbeda-beda, ada yang menyatakan 20 qirad, 12 qirad, 10 qirad dan lain-lain.
Atas segala perbedaan tersebut, khalifah Umar membuat kebijakan dengan melihat pada apa yang berlaku di tengah masyarakat baik takaran yang rendah maupun takaran yang tinggi. Sehingga khalifah Umar menetapkan standar dirham yang dikaitkan dengan dinar, yaitu : 1 dirham sama dengan 7/10 dinar, atau setara dengan 2,97 gr degan landasan standar dinar 4,25 gram emas. Standar inilah yang kemudian berlaku secara baku dalam landasan syar’i.
3.    Ada usaha Khalifah Umar untuk membuat uang dengan bentuk lain. Yaitu dengan menggunakan bahan dasar kulit hewan (kambing). Pemikiran ini terjadi karena Khalifah Umar menganggap bahwa uang kulit reatif ebih mudah untuk dibawa sehingga memudahkan untuk melakukan kegiatan transaksi. Hal tersebut dipicu dengan keadaan perekonomian yag semakin membaik seiring dengan meluasnya wilayah Islam. Namun hal ini di urungkan, karena banyaknya sahabat yang tidak menyetujui dengan pertimbangan bahwa bahan kulit tidak dapat dijadikan standar of value karena harga kulit berfluktuasi seiring dengan fuktuasi harga binatang itu sendiri, yang mengikuti harga perkembangan pasar. Selain itu, juga karena sifat dasar kulit sendiri yang mudah rusak sehingga tidak aman jika digunakan sebagai alat tukar yang sah.

Khalifah Umar pun menetapkan standar koin dinar dan dirham. Berat 7 dinar sama dengan 10 dirham. Standar dinar emas yakni memakai kadar emas 22 karat dengan berat 4,25 gram. Sedangkan dirham harus menggunakan perak murni seberat 3,0 gram. Keputusan ini telah ditetapkan pula dengan para ulama pada masa itu.

Uang di Masa Utsman bin Affan
Pada masa ini perkembangan yang penting adalah dicetaknya uang dinar dan dirham baru dengan memodifikasi uang dinar Persia dan ditulis simbol-simbol Islam. Dimana di dalam uang dinar tersebut terdapat tulisan “Allahhu Akbar”. Ada pula yang meriwayatkan bahwa dirham di masa ini di satu sisi bergambar Croeses ke II yang dipahat bersama dengan kota asalnya, dengan tanggal dan aksara Persia. Di batas koin juga terdapat kata-kata dalam aksara Kuffi, yang artinya “Rahmat, dengan asma Allah, dengan asma Tuhanku, bagi Allah, Muhammad”. Sejauh ini dinar belum ada yang dicetak khusus sesuai dengan berinisial Islam saja.

Uang di Masa Ali bin Abi Thalib
Uang di zaman khalifah Ali hampir tidak ada perubahan dengan masa-masa sebelumnya. Di zaman ini perkembangan uang hanya terlihat dalam segi percetakan uangnya saja, dengan menambahkan beberapa kalimat Arab ernuansa syiar Islami. Ada riwayat yang menyatakan bahwa tulisan yang tertera pada koin adalah “Dengan Asma Allah, Dengan Asma Tuhanku, Tuhanku adalah Allah”.  

4 komentar:

  1. I like it, teacher..... By: Ubaidillah Bebens

    BalasHapus
  2. Syukron So Much... May Alloh Bless You and All Moslems Forever.... Keep Writing On Alloh Way

    BalasHapus
  3. izin copy artikel dan gambarnya ya akhi, untuk tugas sekolah insya Allah. Jazakallah.

    BalasHapus
  4. Bagus banget nih, informatif banget tulisannya, ditunggu tulisan ke depan

    BalasHapus

Please Uktub Your Ro'yi Here...