Minggu, 13 Mei 2012

Tajdid Dalam Islam

PEMBARUAN HUKUM ISLAM 
SEBUAH KENISCAYAAN SEJARAH


Ide hukum Islam perlu diperbaharui untuk pertama kalinya digulirkan oleh Ibn Taimiyyah (1262-1328 H.), menyusul gerakan anti taklid dan perlunya menghidupkan kembali ijtihad. Stagnasi pemikiran hukum Islam telah membawa kemunduran Islam, karenanya seruan untuk kembali ijtihad telah membawa dampak yang signifikan. Di India gerakan ini direspon dan dipelopori oleh Syah Waliyullah al-Dahlawi (1703-1762), dan di Arab Saudi dipelopori oleh Muhammad bin Abd Al-Wahhab.
Pembaruan hukum Islam merupakan bagian dari pembaruan pemikiran Islam. Ide ini memengaruhi dunia Islam termasuk Indonesia setelah muncul tokoh-tokoh yang melanjutkan Ibn Taimiyyah, seperti Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain-lain. Yang dikenal sebagai tokoh-tokoh Islam modernis.
Ibn Taimiyyah prihatin atas kondisi umat yang terjangkit taklid dengan fanatisme mazhab. Di pihak lain, ijtihad benar-benar terhenti. Sehingga timbul kejumudan. Sementara di Barat, ia melihat kemajuan pengetahuan dan teknologi. Menurut Ibn Taimiyyah hanya dengan membuka pintu ijtihad semua masalah terjawab.
Yang dimaksud pembaruan hukum Islam adalah pembaruan fiqih. Pembaruan hukum Islam adalah gerakan ijtihad untuk menetapkan hukum yang mampu menjawab permasalahan dan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan zaman, baik menetapkan hukum yang belum ada ketentuan hukumnya, seperti cloning manusia, bayi tabung, dan lain-lain, atau menetapkan hukum baru untuk mengganti hukum lama yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kemaslahatan zaman sekarang, seperti bunga bank, wanita menjadi presiden, zakat profesi, dan lain-lain. Jadi yang diperbaharui bukan dalam konteks syari’ah.
Inti pembaruan adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih rasional, metodologis dan aktual sesuai dengan pola-pola pemikiran masyarakat modern. Lahirnya pemikiran neomodernisme Islam Fazlur Rahman merupakan upaya untuk mensistematiskan pemahaman hukum Islam agar lebih rasional, komprehensif dan relevan, serta diharapkan lebih mampu mewujudkan keadilan bagi umat.
Pasca Rahman muncul gagasan seperti fiqih kontemporer, reaktualisasi dan revitalisasi hukum Islam. Intinya adalah menghendaki adanya pemahaman kontekstual terutama bila dikaitkan dengan kearifan lokal dan situasi zaman yang temporal. Di Mesir terdapat Yusuf Al-Qaradhawi yang memandang ijtihad kontemporer merupakan kebutuhan sangat mendesak. Untuk itu, Yusuf Al-Qaradhawi menawarkan konsep metodologi yakni ijtihad intiqa’i dan ijtihad insya’i. Upaya serupa juga dilakukan di Indonesia. Pada era awal 40-an, Hasbi Al-Shiddiqi menawarkan konsep fiqih Indonesia, yaitu fiqih yang diformulasikan dengan memerhatikan keadaan dan hanya dapat menggunakan unsur-unsur hukum Islam yang sesuai dengan konteks keindonesiaan modern. Gagasan serupa dilontarkan oleh Hazairin, ahli hukum UI dan pakar adat, mengajak untuk mengkontruksi fiqih mazhab Indonesia.  
Wacana reaktualisasi hukum Islam makin gencar di Indonesia ketika Munawir Sadzali (menteri agama RI tahun 1985) mengangkat kasus pembagian waris yang sama antara anak laki-laki dan perempuan dan halal bunga bank. Dari situ tumbuh kajian-kajian perlu tidaknya pembaruan hukum Islam. Selain itu, gagasan pribumisasi hukum Islam Gus Dur yang diantaranya mengubah assalamu’alaikum dengan selamat pagi. Gus Dur melihat bahwa eksistensi hukum Islam di Indonesia telah mengalami proses legal-formalistik dan tidak memerhatikan kontekstualisasi.
Perlu tidak pembaruan disebabkan kekaburan pengertian istilah-istilah seperti kata syari’ah dan fiqih.  Kata syariat adalah bentuk isim mashdar dari kata syarra’a yang berarti meciptakan dan menetapkan syari’at. Dalam Al-Qur’an ditemukan satu kali pada Al-Jatsiah ayat 18 yang berati jalan lurus. Menurut Syekh Mahmud Syaltut, syari’at mengandung arti hukum-hukum dan tata aturan yang Allah syari’atkan bagi hamba-hamba-Nya untuk diikuti. Menurut Faruq Nabhan, syari’at berarti segala sesuatu yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Menurut Manna Al-Qathan, syari’at berarti segala ketentuan Allah yang disyari’atkan bagi hamba-hamba-Nya menyakut akidah, ibadah dan ahlak serta muamalah. Maka syari’at itu identik dengan agama. Syari’at adalah ajaran yang tidak dicampuri oleh nalar manusia. Syari’ah adalah wahyu Allah secara murni yang bersifat tetap tidak bisa berubah. Arti inilah yang dimaksud dalam Al-Qur’an tadi. Jadi fiqih atau Hukum Islam adalah bagian kecil dari syari’ah.
Fiqih menurut Abu Zahrah adalah mengetahui hukum-hukum syara yang bersifat amaliah yang dikaji dari dail-dalilnya yang terperinci. Menurut Al-Amidi, fiqih berarti ilmu tentang seperangkat hukum syara yang bersifat furu’iyyah yang didapatkan melalui penalaran dan istidlal. Jadi fiqih berarti daya upaya manusia dalam memahami wahyu atau hukum syara. Karena fiqih merupakan pemahaman yang zhanniy, maka kebenarannya relatif. Fiqih terikat oleh situasi yang meliputinya sehingga senantiasa berubah seiring waktu dan tempat.
Kekaburan sering terjadi dalam literatur barat, misalnya istilah islamic law sering diartikan syari’ah dan fiqih. Dan hukum Islam dalam bahasa Indonesia. Kata hukum islam tidak ditemukan dalam Al-Qur’an. Yang ada adalah syariah, fiqh dan hukum Allah. Sedang dalam literatur Islam ialah syariat Islam, fiqih Islam dan hukum syara. Istilah Hukum Islam merupakan khas Indonesia yang diterjemahkan dari islamic law. Jadi hukum Islam bukan terjemahan dari syariah, baik filosofis, sumber pengambilan, tujuan dan sebagainya.
Definisi Hukum Islam sendiri ada dua pendapat. Hasbi Ash-shiddieqy dalam bukunya Falsafah Hukum Islam mendefinisakan sebagai “koleksi daya upaya fuqaha dalam menerapkan syari’at Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pengertian ini mendekati makna fiqih.
Menurut Amir Syarifudin, bila kata hukum dihubungkan dengan Islam maka hukum Islam berarti “seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam. Secara sederhana hukum Islam adalah hukum yang berdasarkan wahyu Allah.” Arti ini mencakup hukum syari’ah dan hukum fiqih.  
Berdasarkan hal itu, hukum Islam yang tidak bisa dirubah adalah syariah atau hukum syara, yakni ajaran Allah yang mutlak, lengkap dan sempurna. Hukum Islam yang berubah berarti fiqih, sebagai hasil ijtihad dan interpretasi terhadap syariah.
Fiqih Islam (Islamic Jurisprudence) membicarakan subjeknya bersumber pada kaidah-kaidah fiqih. Karena itu, ahli fiqih adalah ulama dan ahli hukum. Disebut ulama karena bidang studi mereka mencakup segala macam cabang pengetahuan. Melalui fiqih maka berkembang hukum Islam. Tapi bila fiqih dipahami sebagai dogma yang sudah final maka fiqih juga dapat menjadi penyebab terjadinya kejumudan.
Fiqih Islam didasarkan sumber (hukum) yang primer dan sekunder (ijma dan qiyas). Dan sumber lain yang diakui beberapa aliran (mazhab) tetapi ditolak oleh aliran lain. Sumber ini didasarkan keperluan yang tidak dapat ditinggalkan (dharury), ‘urf dan keadilan; seperti istihsan dalam mazhab Hanafi, mashalih mursalah dalam mazhab Maliki, dan lain-lain.
Para fuqaha memperbincangkan sumber-sumber ini yang dikenal dengan konsep al-adillat atau alasan-alasan hukum, dalam suatu cabang ilmu khusus yang disebut ilmu ushul fiqh, yaitu ilmu yang membahas sumber-sumber pokok (dan metode-metode pengambilan kesimpulan atau istinbath hukum Islam). Mereka (para mujtahid) berusaha mencari pemecahan dari sumber-sumber dan dalil-dalil seperti di atas. Kegiatan ini disebut ijtihad.
Ketika Baghdad jatuh pada pertengahan abad ke-7 Hijriyah, peradaban Islam merosot. Peristiwa ini terjadi setelah para fuqaha dari kalangan sunni menyetujui ditutupnya pintu ijtihad. Akibatnya, pemikiran Islam mati sama sekali.
Jika pintu ijtihad tertutup maka Islam akan menjadi agama masa lalu yang ketinggalan zaman. Fiqih tidak boleh berhenti. Fiqih harus terus berkembang menghadapi pluralitas dan globalisasi untuk memberikan solusi-solusi alternatif pemecahan. Bukan hanya fiqih lintas agama yang diperlukan, tetapi fiqih lintas bangsa, lintas etnis, lintas budaya dan lintas negara. Kompilasi Hukum Islam, yang menjadi buku pintar para praktisi hukum di Pengadilan Agama, diharapkan menjadi embrio lahirnya fiqih Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...