Oleh : Aulani Fardina
Catatan : Dalam membaca tulisan ini mohon diperhatikan karena sumbernya sangat bisa untuk dikritisi..
Fatimah
dilahirkan pada hari Jumat, 20 Jumadil akhir di Mekkah, tahun kelima setelah
kerasulan Nabi Muhammad, atau sekitar tahun 614 M (menurut tradisi Syi'ah) atau
tahun 606 M (menurut Sunni). Tempat beliau dilahirkan ialah di rumah ayah dan
ibunya. Fatimah, Pemimpin
wanita pada masanya ini adalah putri ke 4 dari anak anak Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam, dan ibunya adalah Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwalid.
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala menghendaki kelahiran Fathimah
yang mendekati tahun ke 5 sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul, bertepatan
dengan peristiwa besar yaitu ditunjuknya Rasulullah sebagai penengah ketika
terjadi perselisihan antara suku Quraisy tentang siapa yang berhak meletakan
kembali Hajar Aswad setelah Ka’abah diperbaharui. Dengan kecerdasan akalnya
beliau mampu memecahkan persoalan yang hampir menjadikan peperangan diantara
kabilah-kabilah yang ada di Makkah. Kelahiran Fahimah disambut gembira oleh
Rasulullahu SAW dengan memberikan nama Fathimah dan julukannya Az-Zahra
(bunga), sedangkan kunyahnya (nama alias/ nama samaran) adalah Ummu Abiha (Ibu
dari bapaknya). Fathimah putri yang mirip dengan ayahnya, Ia tumbuh dewasa dan
ketika menginjak usia 5 tahun terjadi peristiwa besar terhadap ayahnya yaitu
turunnya wahyu dan tugas berat yang diemban oleh ayahnya. Dan Fathimah juga
menyaksikan kaum kafir melancarkan gangguan kepada ayahnya.sampai cobaan yang
berat dengan meninggalnya ibunya Khadijah. Fathimah sangat sedih dengan
kematian ibunya.
Fatima Az-Zahra
si cantik dilahirkan delapan tahun sebelum Hijrah di Mekkah dari Khadijah,
istri Nabi yang pertama. Fatimah ialah anak yang keempat, sedang yang lainnya:
Zainab, Ruqaya, dan Ummi Kalsum. Fatimah dibesarkan di bawah asuhan ayahnya,
guru dan dermawan yang terbesar bagi umat manusia. Tidak seperti anak-anak
lainnya, Fatimah mempunyai pembawaan yang tenang dan perangai yang agak
melankolis. Badannya yang lemah, dan kesehatannya yang buruk menyebabkan ia
terpisah dari kumpulan dan permainan anak-anak. Ajaran, bimbingan, dan aspirasi
ayahnya yang agung itu membawanya menjadi wanita berbudi tinggi, ramah-tamah,
simpatik, dan tahu mana yang benar.
Fatimah,
yang sangat mirip dengan ayahnya, baik roman muka maupun dalam hal kebiasaan
yang saleh, adalah seorang anak perempuan yang paling disayang ayahnya dan
sangat berbakti terhadap Nabi setelah ibunya meninggal dunia. Dengan demikian,
dialah yang sangat besar jasanya mengisi kekosongan yang ditinggalkan ibunya.
Pada beberapa kesempatan Nabi Muhammad SAW menunjukkan rasa sayang yang amat
besar kepada Fatimah. Suatu saat Beliau berkata, "O... Fatimah, Allah
tidak suka orang yang membuat kau tidak senang, dan Allah akan senang orang
yang kau senangi." Juga Nabi dikabarkan telah berucap:
"Fatimah itu anak saya, siapa yang membuatnya sedih, berarti membuat aku
juga menjadi sedih, dan siapa yang menyenangkannya, berarti menyenangkan aku
juga."Aisyah, istri Nabi tercinta pernah berkata, "Saya tidak
pernah berjumpa dengan sosok probadi yang lebih besar dari pada Fatimah,
kecuali kepribadian ayahnya."Atas suatu pertanyaan, Aisyah menjawab,
"Fatima-lah yang paling disayang oleh Nabi."
Pernikahan Fatimah binti Rasulillah SAW
Pada suatu hari di
Madinah, ketika Nabi Muhammad berada di masjid sedang dikelilingi para sahabat,
tiba-tiba anaknya tercinta Fatimah, yang telah menikah dengan Ali (prajurit
utama Islam yang terkenal) datang pada Nabi. Dia meminta
dengan sangat kepada ayahnya untuk dapat meminjam seorang pelayan yang dapat
membantunya dalam melaksanakan tugas pekerjaan rumah. Dengan tubuhnya yang
ceking dan kesehatannya yang buruk, dia tidak dapat melaksanakan tugas
menggiling jagung dan mengambil air dari sumur yang jauh letaknya, di samping
juga harus merawat anak-anaknya.
Nabi
tampak terharu mendengar permohonan si anak, tapi sementara itu juga Beliau
menjadi agak gugup. Tetapi dengan menekan perasaan, Beliau berkata kepada sang
anak dengan sinis, "Anakku tersayang, aku tak dapat meluangkan
seorang pun di antara mereka yang terlibat dalam pengabdian 'Ashab-e Suffa.
Sudah semestinya kau dapat menanggung segala hal yang berat di dunia ini, agar
kau mendapat pahalanya di akhirat nanti." Anak itu
mengundurkan diri dengan rasa yang amat puas karena jawaban Nabi, dan
selanjutnya tidak pernah lagi mencari pelayan selama hidupnya.
Abu
Bakar dan Umar keduanya berusaha agar dapat menikah denga Fatimah, tapi Nabi
diam saja. Ali yang telah dibesarkan oleh Nabi sendiri, seorang laki-laki yang
padanya tergabung berbagai kebajikan yang langka, bersifat kesatria dan penuh
keberanian, kesalehan, dan kecerdasan, merasa ragu-ragu mencari jalan untuk
dapat meminang Fatimah. Karena dirinya begitu miskin. Tetapi akhirnya ia
memberanikan diri meminang Fatimah, dan langsung diterima oleh Nabi. Ali
menjual kwiras (pelindung dada dari kulit) miliknya yang bagus. Kwiras ini
dimenangkannya pada waktu Perang Badar. Ia menerima 400 dirham sebagai hasil
penjualan, dan dengan uang itu ia mempersiapkan upacara pernikahannya. Upacara
yang amat sederhana. Agaknya, maksud utama yang mendasari perayaan itu dengan
kesederhanaan, ialah untuk mencontohkan kepada para Muslim dan Muslimah
perlunya merayakan pernikahan tanpa jorjoran dan serba pamer.
Fatimah hampir berumur
delapan belas tahun ketika menikah dengan Ali. Sebagai mahar dari ayahnya yang
terkenal itu, ia memperoleh sebuah tempat air dari kulit, sebuah kendi dari
tanah, sehelai tikar, dan sebuah batu gilingan jagung. Kepada putrinya Nabi
berkata, "Anakku, aku telah menikahkanmu dengan laki laki yang
kepercayaannya lebih kuat dan lebih tinggi daripada yang lainnya, dan seorang
yang menonjol dalam hal moral dan kebijaksanaan."
Kehidupan
perkawinan Fatimah berjalan lancar dalam bentuknya yang sangat sederhana,
gigih, dan tidak mengenal lelah. Ali bekerja keras tiap hari untuk mendapatkan
nafkah, sedangkan istrinya bersikap rajin, hemat, dan berbakti. Fatimah di
rumah melaksanakan tugas-tugas rumah tangga; seperti menggiling jagung dan
mengambil air dari sumur. Pasangan
suami-istri ini terkenal saleh dan dermawan. Mereka tidak pernah membiarkan
pengemis melangkah pintunya tanpa memberikan apa saja yang mereka punyai,
meskipun mereka sendiri masih lapar.Sifat penuh perikemanusiaan dan murah hati
yang terlekat pada keluarga Nabi tidak banyak tandingannya. Di dalam catatan
sejarah manusia, Fatimah Zahra terkenal karena kemurahan hatinya.
Pada
suatu waktu, seorang dari suku bani Salim yang terkenal dalam praktek
sihir datang kepada Nabi, melontarkan kata-kata makian. Tetapi Nabi menjawab
dengan lemah-lembut. Ahli sihir itu begitu heran menghadapi sikap luar biasa
ini, hingga ia memeluk agama Islam. Nabi lalu bertanya: "Apakah Anda
berbekal makanan?" Jawab orang itu: "Tidak." Maka,
Nabi menanyai Muslimin yang hadir di situ: "Adakah orang yang mau
menghadiahkan seekor unta untuk tamu kita ini?" Mu'ad ibn Ibada
menghadiahkan seekor unta. Nabi sangat berkenan hati dan melanjutkan:
"Barangkali ada orang yang bisa memberikan selembar kain untuk penutup
kepala saudara seagama Islam?. Kepala orang itu tidak memakai tutup sama
sekali. Sayyidina Ali langsung melepas serbannya dan menaruh di atas kepala
orang itu. Kemudian Nabi minta kepada Salman untuk membawa orang itu ke
tempat seseorang saudara seagama Islam yang dapat memberinya makan, karena dia
lapar. Salman membawa orang yang baru masuk Islam itu mengunjungi beberapa
rumah, tetapi tidak seorang pun yang dapat memberinya makan, karena waktu itu
bukan waktu orang makan.
Akhirnya Salman pergi ke rumah Fatimah, dan
setelah mengetuk pintu, Salman memberi tahu maksud kunjungannya. Dengan air
mata berlinang, putri Nabi ini mengatakan bahwa di rumahnya tidak ada makanan
sejak sudah tiga hari yang lalu. Namun putri Nabi itu enggan menolak seorang
tamu, dan tuturnya: "Saya tidak dapat menolak seorang tamu yang lapar
tanpa memberinya makan sampai kenyang."
Fatimah
lalu melepas kain kerudungnya, lalu memberikannya kepada Salman, dengan
permintaan agar Salman membawanya barang itu ke Shamoon, seorang Yahudi, untuk
ditukar dengan jagung. Salman dan orang yang baru saja memeluk agama Islam itu
sangat terharu. Dan orang Yahudi itu pun sangat terkesan atas kemurahan hati
putri Nabi, dan ia juga memeluk agama Islam dengan menyatakan bahwa Taurat
telah memberitahukan kepada golongannya tentang berita akan lahirnya sebuah
keluarga yang amat berbudi luhur.
Salman balik ke rumah Fatimah
dengan membawa jagung. Dan dengan tangannya sendiri, Fatimah menggiling jagung
itu, dan membakarnya menjadi roti. Salman menyarankan agar Fatimah menyisihkan
beberapa buah roti untuk anak-anaknya yang kelaparan, tapi dijawab bahwa
dirinya tidak berhak untuk berbuat demikian, karena ia telah memberikan kain
kerudungnya untuk untuk kepentingan Allah.
Fatimah dianugerahi lima orang anak, tiga
putra: Hasan, Husein, dan Muhsin, dan dua putri: Zainab dan Umi Kalsum.
Hasan lahir pada tahun ketiga dan Husein pada tahun keempat Hijrah. Muhsin
meninggal dunia waktu masih kecil.
Fatimah merawat luka Nabi sepulangnya dari Perang Uhud. Fatimah juga ikut bersama
Nabi ketika merebut Mekkah, begitu juga ia ikut ketika Nabi melaksanakan ibadah
Haji Wada' pada akhir tahun 11 Hijrah.
Pada
saat kaum muslimin hijrah ke madinah, Fathimah dan Ummu Kultsum tetap tinggal
di Makkah sampai Nabi mengutus orang untuk menjemputnya.Setelah Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam menikah dengan Aisyah binti Abu Bakar, para sahabat
berusaha meminang/melamar Fathimah. Abu Bakar dan Umar maju lebih dahulu untuk
meminang tapi nabi menolak dengan lemah lembut. Lalu Ali bin Abi Thalib datang
kepada Rasulullah SAW untuk melamar, lalu ketika nabi bertanya,
“Apakah engkau
mempunyai sesuatu ?”,
“Tidak ada ya
Rasulullah,” jawabku.
“ Dimana pakaian
perangmu yang hitam, yang saya berikan kepadamu,” Tanya beliau.
“ Masih ada padaku
wahai Rasulullah,” jawabku.
“Berikan itu kepadanya
(Fathimah) sebagai mahar,”.kata beliau.
Lalu Ali bergegas
pulang dan membawa baju besinya, lalu Nabi menyuruh menjualnya dan baju besi
itu dijual kepada Utsman bin Affat seharga 470 dirham, kemudian diberikan
kepada Rasulullah dan diserahkan kepada Bilal untuk membeli perlengkapan
pengantin. Kaum muslim merasa gembira atas perkawinan Fathimah dan Ali
bin Abi Thalib, setelah setahun menikah lalu dikaruniai anak bernama Al- Hasan
dan saat Hasan genap berusia 1 tahun lahirlah Husein pada bulan Sya’ban tahun
ke 4 H.
Pada tahun ke 5 H, Siti
Khadijah melahirkan anak perempuan bernama Zainab dan yang terakhir
benama Ummu Kultsum. Rasullah sangat menyayangi Fathimah, setelah
Rasulullah bepergian, beliau lebih dulu menemui Fathimah sebelum menemui
istri-istrinya. Aisyah berkata ,” Aku tidak melihat seseorang yang perkataannya
dan pembicaraannya yang menyerupai Rasulullah selain Fathimah, jika Fathimah
datang mengunjungi Rasulullah, Rasulullah berdiri lalu menciumnya dan menyambut
dengan hangat, begitu juga sebaliknya yang diperbuat Fathimah bila Rasulullah datang
mengunjunginya.
KEPEMIMPINAN FATIMAH AZ-ZAHRA
Fatimah adalah "ibu dari ayahnya." Dia adalah
putri yang mulia dari dua pihak, yaitu putri pemimpin para makhluq Rasulullah
SAW, Abil Qasim, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim. Dia
juga digelari Al-Batuul, yaitu yang memusatkan perhatiannya pada ibadah atau
tiada bandingnya dalam hal keutamaan, ilmu, akhlaq, adab, hasab dan nasab.
Fatimah lebih muda dari Zainab, istri Abil Ash bin Rabi' dan Ruqayyah, istri
Utsman bin Affan. Juga dia lebih muda dari Ummu Kultsum. Dia adalah anak yang
paling dicintai Nabi SAW sehingga beliau bersabda : "Fatimah adalah darah
dagingku, apa yang menyusahkannya juga menyusahkan aku dan apa yang
mengganggunya juga menggangguku.
Sesungguhnya
dia adalah pemimpin wanita dunia dan penghuni syurga yang paling utama, putri
kekasih Robbil'aalamiin, dan ibu dari Al-Hasan dan Al-Husein. Az-Zubair bin
Bukar berkata : "Keturunan Zainab telah tiada dan telah sah riwayat, bahwa
Rasulullah SAW menyelimuti Fatimah dan suaminya serta kedua putranya dengan
pakaian seraya berkata : "Ya, Allah, mereka ini adalah ahli baitku.
Maka hilangkanlah dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya.
Dari
Abu Hurairah r.a., dia berkata : "Datang Fatimah kepada Nabi SAW meminta
pelayan kepadanya. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya : "Ucapkanlah :
"Wahai Allah, Tuhan pemilik bumi dan Arsy yang agung. Wahai, Tuhan kami
dan Tuhan segala sesuatu yang menurunkan Taurat, Injil dan Furqan, yang
membelah biji dan benih. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala sesuatu yang
Engkau kuasai nyawanya. Engkaulah awal dan tiada sesuatu sebelum-Mu. Engkau-lah
yang akhir dan tiada sesuatu di atas-Mu. Engkau-lah yang batin dan tiada
sesuatu di bawahMu. Lunaskanlah utangku dan cukupkan aku dari kekurangan."
(HR. Tirmidzi)
Inilah
Fatimah binti Muhammad SAW yang melayani diri sendiri dan menanggung berbagai
beban rumahnya. Thabrani menceritakan, bahwa ketika kaum Musyrikin telah
meninggalkan medan perang Uhud, wanita-wanita sahabah keluar untuk memberikan
pertolongan kepada kaum Muslimin. Di antara mereka yang keluar terdapat
Fatimah. Ketika bertemu Nabi SAW, Fatimah memeluk dan mencuci luka-lukanya
dengan air, sehingga darah semakin banyak yangk keluar. Tatkala Fatimah melihat
hal itu, dia mengambil sepotong tikar, lalu membakar dan membubuhkannya pada
luka itu sehingga melekat dan darahnya berhenti keluar." (HR. Syaikha dan
Tirmidzi)
Dalam kancah pertarungan yang dialami untuk
kita, tampaklah peranan putri Muslim supaya
menjadi teladan yang baik bagi pemudi Muslim masa kini. Pemimpin wanita
penghuni Syurga Fatimah Az-Zahra', putri Nabi SAW, di tengah-tengah pertempuran
tidak berada dalam sebuah panggung yang besar, tetapi bekerja di antara
tikaman-tikaman tombak dan pukulan-pukulan pedang serta hujan anak panah yang
menimpa kaum Muslimin untuk menyampaikan makanan, obat dan air bagi para
prajurit.
Inilah
gambaran lain dari putri sebaik-baik makhluk yang kami persembahkan kepada para
pengantin masa kini yang membebani para suami dengan tugas yang tidak dapat
dipenuhi. Ali r.a. berkata :"Aku menikahi Fatimah, sementara kami tidak
mempunyai alas tidur selain kulit domba untuk kami tiduri di waktu malam dan
kami letakkan di atas unta untuk mengambil air di siang hari. Kami tidak
mempunyai pembantu selain unta itu." Ketika Rasulullah SAW menikahkannya
(Fatimah), beliau mengirimkannya (unta itu) bersama satu lembar kain dan bantal
kulit berisi ijuk dan dua alat penggiling gandum, sebuah timba dan dua kendi.
Fatimah
menggunakan alat penggiling gandum itu hingga melecetkan tangannya dan memikul
qirbah (tempat air dari kulit) berisi air hingga berbekas pada dadanya. Dia
menyapu rumah hingga berdebu bajunya dan menyalakan api di bawah panci hingga
mengotorinya juga. Inilah dia, Az-Zahra', ibu kedua cucu Rasulullah SAW :
Al-Hasan dan Al-Husein. Fatimah selalu berada di sampingnya, maka tidaklah
mengherankan bila dia meninggalkan bekas yang paling indah di dalam hatinya
yang penyayang. Dunia selalu mengingat Fatimah, "ibu ayahnya,
Muhammad", Al-Batuul (yang mencurahkan perhatiannya pada ibadah),
Az-Zahra' (yang cemerlang), Ath-Thahirah (yang
suci), yang taat beribadah dan menjauhi keduniaan. Setiap merasa lapar, dia
selalu sujud, dan setiap merasa payah, dia selalu berdzikir.
Imam
Muslim menceritakan kepada kita tentang keutamaan-keutamaannya dan meriwayatkan
dari Aisyah' r.a. dia berkata : "Pernah istri-istri Nabi SAW berkumpul di
tempat Nabi SAW. Lalu datang Fatimah r.a. sambil berjalan, sedang jalannya
mirip dengan jalan Rasulullah SAW. Ketika Nabi SAW melihatnya, beliau menyambutnya
seraya berkata : "Selamat datang, putriku. Kemudian beliau mendudukkannya
di sebelah kanan atau kirinya. Lalu dia berbisik kepadanya. Maka Fatimah
menangis dengan suara keras. Ketika melihat kesedihannya, Nabi SAW berbisik
kepadanya untuk kedua kalinya, maka Fatimah tersenyum. Setelah itu aku berkata
kepada Fatimah : Rasulullah SAW telah berbisik kepadamu secara khusus di antara
istri-istrinya, kemudian engkau menangis!" Ketika Nabi SAW pergi, aku
bertanya kepadanya : "Apa yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu
?"
Fatimah menjawab :"Aku tidak akan menyiarkan rahasia RasulAllah
SAW."
Aisyah berkata :"Ketika Rasulullah SAW wafat, aku berkata kepadanya :
"Aku mohon kepadamu demi hakku yang ada padamu, ceritakanlah kepadaku apa
yang dikatakan Rasulullah SAW kepadamu itu ?. "Fatimah pun menjawab :
"Adapun sekarang, maka baiklah. Ketika berbisik pertama kali kepadaku,
beliau mengabarkan kepadaku bahwa Jibril biasanya memeriksa bacaannya terhadap
Al Qur'an sekali dalam setahun, dan sekarang dia memerika bacaannya dua kali.
Maka, kulihat ajalku sudah dekat. Takutlah kepada Allah dan sabarlah. Aku
adalah sebaik-baik orang yang mendahuluimu.Fatimah berkata : "Maka aku pun
menangis sebagaimana yang engkau lihat itu. Ketika melihat kesedihanku, beliau
berbisik lagi kepadaku, dan berkata : "Wahai, Fatimah, tidakkah engkau
senang menjadi pemimpin wanita-wanita kaum Mu'min atau ummat ini ?"
Fatimah berkata : "Maka aku pun tertawa seperti yang engkau lihat. Inilah
dia, Fatimah Az-Zahra'. Dia hidup dalam kesulitan, tetapi mulia dan terhormat.
Dia telah menggiling gandum dengan alat penggiling hingga berbekas pada
tangannya. Dia mengangkut air dengan qirbah hingga berbekas pada dadanya. Dan
dia menyapu rumahnya hingga berdebu bajunya. Ali r.a. telah membantunya dengan
melakukan pekerjaan di luar. Dia berkata kepada ibunya, Fatimah binti Asad bin
Hasyim : "Bantulah pekerjaan putri Rasulullah SAW di luar dan mengambil
air, sedangkan dia akan mencukupimu bekerja di dalam rumah : yaitu membuat
adonan tepung, membuat roti dan menggiling gandum. Tatkala suaminya, Ali,
mengetahui banyak hamba sahaya telah datang kepada Nabi SAW, Ali berkata kepada
Fatimah, "Alangkah baiknya bila engkau pergi kepada ayahmu dan meminta
pelayan darinya." Kemudian Fatimah datang kepada Nabi SAW. Maka
beliau bertanya kepadanya : "Apa sebabnya engkau datang, wahai anakku ?. Fatimah
menjawab :"Aku datang untuk memberi salam kepadamu. Fatimah merasa malu
untuk meminta kepadanya, lalu pulang. Keesokan harinya, Nabi SAW datang
kepadanya, lalu bertanya : "Apakah keperluanmu ?" Fatimah diam.
Ali
r.a. lalu berkata :"Aku akan menceritakannya kepada Anda, wahai
Rasululllah. Fatimah menggiling gandum dengan alat penggiling hingga melecetkan
tangannya dan mengangkut qirbah berisi air hingga berbekas di dadanya. Ketika
hamba sahaya datang kepada Anda, aku menyuruhnya agar menemui dan meminta
pelayan dari Anda, yang bisa membantunya guna meringankan bebannya."
Kemudian
Nabi SAW bersabda : "Demi Allah, aku tidak akan memberikan pelayan kepada
kamu berdua, sementara aku biarkan perut penghuni Shuffah merasakan kelaparan.
Aku tidak punya uang untuk nafkah mereka, tetapi aku jual hamba sahaya itu dan
uangnya aku gunakan untuk nafkah mereka."
Maka
kedua orang itu pulang. Kemudian Nabi SAW datang kepada mereka ketika keduanya
telah memasuki selimutnya. Apabila keduanya menutupi kepala, tampak kaki-kaki
mereka, dan apabila menutupi kaki, tampak kepala-kepala mereka. Kemudian mereka
berdiri. Nabi SAW bersabda : "Tetaplah di tempat tidur kalian. Maukah
kuberitahukan kepada kalian yang lebih baik daripada apa yang kalian minta
dariku ?"
Keduanya
menjawab : "Iya."
Nabi SAW bersabda: "Kata-kata yang diajarkan Jibril kepadaku, yaitu
hendaklah kalian mengucapkan : Subhanallah setiap selesai shalat 10 kali,
Alhamdulillaah 10 kali dan Allahu Akbar 10 kali. Apabila kalian hendak tidur,
ucapkan Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali dan takbir (Allahu akbar) 33
kali."
Dalam
mendidik kedua anaknya, Fatimah memberi contoh : Adalah Fatimah menimang-nimang
anaknya, Al-Husein seraya melagukan : "Anakku ini mirip Nabi, tidak mirip
dengan Ali.Dia memberikan contoh kepada kita saat ayahandanya wafat. Ketika
ayahnya menjelang wafat dan sakitnya bertambah berat, Fatimah berkata :
"Aduh, susahnya Ayah !"
Nabi SAW menjawab :"Tiada kesusahan atas Ayahanda sesudah hari
ini."
Tatkala ayahandanya wafat, Fatimah berkata : "Wahai, Ayah, dia telah
memenuhi panggilan Tuhannya. Wahai, Ayah, di surfa Firdaus tempat tinggalnya.
Wahai, Ayah, kepada Jibril kami sampaikan beritanya."
Fatimah
telah meriwayatkan 18 hadits dari Nabi SAW. Di dalam Shahihain diriwayatkan
satu hadits darinya yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim dalam riwayat
Aisyah. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud.
Ibnul Jauzi berkata : "Kami tidak mengetahui seorang pun di antara
putri-putri Rasulullah SAW yang lebih banyak meriwayatkan darinya selain
Fatimah."Fatimah pernah mengeluh kepada Asma' binti Umais tentang tubuh
yang kurus. Dia berkata : "Dapatkah engkau menutupi aku dengan sesuatu
?"
Asma' menjawab : "Aku melihat orang Habasyah membuat usungan untuk wanita
dan mengikatkan keranda pada kaki-kaki usungan." Maka Fatimah
menyuruh membuatkan keranda untuknya sebelum dia wafat.
Fatimah
melihat keranda itu, maka dia berkata : "Kalian telah menutupi aku, semoga
Allah menutupi aurat kalian." [Imam Adz- Dzhabi telah meriwayatkan dalam
"Siyar A'laamin Nubala'.
Semacam
itu juga dari Qutaibah bin Said dari Ummi Ja'far] Ibnu Abdil Barr berkata :
"Fatimah adalah orang pertama yang dimasukkan ke keranda pada masa
Islam." Dia dimandikan oleh Ali danAsma', sedang Asma' tidak mengizinkan
seorang pun masuk. Ali r.a. berdiri di kuburnya dan berkata :
"Setiap dua teman bertemu tentu akan berpisah dan semua yang di luar
kematian adalah sedikit kehilangan satu demi satu adalah bukti bahwa teman itu
tidak kekal.
Semoga Allah SWT meridhoinya. Dia
telah memenuhi pendengaran, mata dan hati. Dia adalah 'ibu dari ayahnya', orang
yang paling erat hubungannya dengan Nabi SAW dan paling menyayanginya. Ketika
Nabi SAW terluka dalam Perang Uhud, dia keluar bersama wanita-wanita dari
Madinah menyambutnya agar hatinya tenang. Ketika melihat luka-lukanya, Fatimah
langsung memeluknya. Dia mengusap darah darinya, kemudian mengambil air dan
membasuh mukanya.Betapa indah situasi di mana hati Muhammad SAW berdenyut
menunjukkan cinta dan sayang kepada putrinya itu. Seakan-akan kulihat Az-Zahra'
a.s. berlinang air mata dan berdenyut hatinya dengan cinta dan kasih
sayang.
Selanjutnya, inilah dia, Az-Zahra', putri Nabi SAW, putri sang pemimpin. Dia
memberi contoh ketika keluar bersama 14 orang wanita, di antara mereka terdapat
Ummu Sulaim binti Milhan dan Aisyah Ummul Mu'minin r.a. Dan mengangkut air
dalam sebuah qirbah dan bekal di atas punggungnya untuk memberi makan kaum
Mu'minin yang sedang berperang menegakkan agama Allah SWT.
KEBIJAKAN FATIMAH
AZ-ZAHRA
Meskipun kehidupan beliau sangat singkat, tetapi beliau
telah membawa kebaikan dan berkah bagi alam semesta. Beliau adalah panutan dan
cermin bagi segenap kaum wanita. Beliau adalah pemudi teladan, istri tauladan
dan figur yang paripurna bagi seorang wanita. Dengan keutamaan dan kesempurnaan
yang dimiliki ini, beliau dikenal sebagai “Sayyidatu Nisa’il Alamin”; yakni
Penghulu Wanita Alam Semesta.
Bila Maryam binti ‘Imran, Asiyah istri Firaun, dan Khadijah
binti Khuwalid, mereka semua adalah penghulu kaum wanita pada zamannya, tetapi
Sayidah Fatimah as adalah penghulu kaum wanita di sepanjang zaman, mulai dari
wanita pertama hingga wanita akhir zaman.
Beliau adalah panutan dan suri teladan dalam segala hal.
Di kala masih gadis, ia senantiasa menyertai sang ayah dan ikut serta merasakan
kepedihannya. Pada saat menjadi istri Ali as, beliau selalu merawat dan
melayani suaminya, serta menyelesaikan segala urusan rumah tangganya, hingga
suaminya merasa tentram bahagia di dalamnya.
Demikian pula ketika beliau menjadi seorang ibu. Beliau
mendidik anak-anaknya sedemikian rupa atas dasar cinta, kebaikan, keutamaan,
dan akhlak yang luhur dan mulia. Hasan, Husain, dan Zainab as adalah anak-anak
teladan yang tinggi akhlak dan kemanusiaan mereka.
INOVASI DARI FATIMAH AZ-ZAHRA
Sebelum ajal
menjemputnya,Fatimah Az-Zahra menghadap kiblat setelah sebelumnya berwudhu.
Beliau mengangkat tangan dan berdoa,” Ya Allah, jadikanlah kematian bagai
kekasih yang aku nantikan.
Memaparkan perjalanan hidup Fatimah terasa sangat sulit
bagi saya. Banyaknya keistimewaan dan sifat baik yang di sandang Fatimah
membuat saya dihinggapi rasa malu saat menuangkan tulisan ini. Kehidupan beliau
banyak mengandung pelajaran berharga. Kehidupan putri Rasul ini, laksana
permata indah yang memancarkan cahaya.
Tak di ragukan lagi, sebagian besar problem dan masalah
yang dihadapi umat manusia adalah karena kelalaiannya akan hakikat wujud
kemanusiaannya, sehingga dia terjebak dalam tipuan dunia. Sebaliknya, manusia
bias mendekatkan diri kepada Allah SWT saat dia mengenal dirinya dan mengetahui
tugas yang harus ia lakukan dan pertanggungjawabkan kepada Allah, Sang Pencipta
alam kehidupan.
Fatimah Az-Zahra adalah seorang figure yang unggul dalam
keutamaan ini. Dalam doanya, beliau sering berucap,”Ya Allah, kecilkan jiwaku
di mataku dan tampakkanlah keagungan-Mu kepadaku. Ya Allah, sibukkanlah aku
dengan tugas yang aku pikul saat Engkau menciptakanku, dan jangan Engkau
sibukkan aku dengan hal-hal yang lain.
Keikhlasan dalam beramal adalah jembatan menuju
keselamatan dan keberuntungan. Manusia yang memiliki jiwa keikhlasan akan
terbebas dari seluruh belenggu hawa nafsu dan akan sampai ke tahap penghambaan
murni. Keikhlasan akan memberikan keindahan, kebaikan, dan kejujuran kepada
seseorang.
Sayyidah Fatimah dalam munajatnya sering mengungkapkan
kata-kata demikian,” Ya Allah, berilah aku keikhlasan, aku ingin tetap tunduk
dan menghamba kepada-Mu di kala senang dan susah. Saat kemiskinan mengusikku
atau kekayaan dating padaku, aku tetap berharap kepada-Mu. Hanya darimu aku
memohon kenikmatan tak berujung kelapangan pandangan yang tak berakhir dengan
kegelapan. Ya Allah, hiasilah aku dengan iman dan masukkanlah aku ke dalam
golongan mereka yang mendapatkan petunjuk.
Kecintaan Fatimah kepada Allah SWT disebut oleh
Rasulullah SAW sebagai buah keimanannya yang tulus. Beliau bersabda,” Keimanan
kepada Allah telah merasuk ke qalbu Fatimah sedemikian dalam, sehingga
membuatnya tenggelam dalam ibadah dan melupakan segalanya. Manusia yang
menegenal Tuhannya akan menghiasi perilaku dan tutur katanya dengan akhalak
yang terpuji. Asma’, salah seorang wanita yang dekat dengan Fatimah mengatakan
,” Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih santun dari Fatimah. Faimah
belajar kesantunan dari Dzat yang Maha Benar.
Kasih sayang dan kelemah lembutan Fatimah diakui oleh
semua orang hidup satu zaman dengannya. Dalam sejarah disebutkan bahwa kaum
kafir miskin dan mereka yang memiliki hajat akan datang kerumah Fatimah ketika
semua telah tertutup. Fatimah tidak pernah menolak permintaan mereka, padahal
kehidupannya sendiri serba berkekurangan.
Poin penting lain yang dapat menjdi inspirasi dari
kehidupan dan kepribadian penghulu wanita sejagat ini adalah sikap tanggap
peduli yang di tunjukkan beliau terhadap masalah rumah tangga, pendidikan dan
masalah social. Banyak yang berprasangka bahwa keimanan dan penghambaan yang
tulus kepa Allah swt akan menghalangi orang berkecimpung dalam urusan dunia.
Kehidupan Fatimah Az-Zahra mengajarkan kepada semua orang akan hal yang berbeda
dengan anggapan itu. Dunia dimata beliau adalah kehidupan, meski demikian hal
itu tidak berarti harus dikesampingkan. Beliau menegaskan bahwa dunia laksana
anak tangga untuk menuju ke puncak kesempurnaan, dengan syarat hati tidak
tertawan oleh tipuannya. Fatimah berkata,” Ya Allah, perbaikilah duniaku
bergantungnya kehidupanku. Perbaikilah kondisi akhiratku, karena ke sanalah aku
akan kembali. Panjangkanlah umurku selagi aku masih bisa berharap kebaikan dan
berkah dari dunia ini..”
Detik-detik akhir
kehidupannya telah tiba. Duka dan derita terasa amat berat untuk dipikul oleh putri tercinta Nabi ini. Meski
demikian, dengan lemah lembut Fatimah bersimpuh di hadapan Sang Maha Pencipta
mengadukan keadaannya. Asma berkata, “Saya menyaksikan saat itu Fatimah
mengangkat tangannya dan berdoa, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan
perantara kemuliaan Nabi dan kecintaannya kepadaku. Aku memohon kepada-Mu
dengan nama Ali dan kesedihannya atas kepergianku. Aku memohon kepada-Mu dengan
perantara Hasan dan Husein serta derita mereka yang aku rasakan. Aku memohon
kepada-Mu atas nama putri-putriku dan kesedihan mereka. Aku memohon, kasihilah
umat ayahku yang berdosa. Ampunilah dosa-dosa mereka. Masukkanlah mereka ke
dalam surga-Mu. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Pengasih dari semua
pengasih.”
Sebelum ajal datang
menjemputnya, Fatimah Az-Zahra menghadap kiblat setelah sebelumnya berwudhu.
Beliau mengangkat tangan dan berdoa, “Ya Allah, jadikanlah kematian bagai
kekasih yang aku nantikan. Ya Allah, curahkanlah rahmat dan inayah-Mu kepadaku.
Tempatkanlah ruhku di tengah ruh orang-orang yang suci dan jasadku di sisi
jasad-jasad mulia. Ya Allah, masukkanlah amalanku ke dalam amalan-amalan yang
Engkau terima.”
Tanggal 3 (atau 6
dalam riwayat lain) Jumadil Akhir tahun 11 Hijriyyah, Fatimah Az-Zahra putri
kesayangan Nabi menutup mata untuk selamanya. Beliau wafat meninggalkan
pelajaran-pelajaran yang berharga bagi kemanusiaan. Kepada Fatimah, Rasul
pernah bersabda, “Fatimah, Allah telah memilihmu dan menghiasimu dengan
makrifat dan pengetahuan. Dia juga telah membersihkanmu dan memuliakanmu di
atas wanita seluruh jagat.“
Kecintaan
Rasulullah kepada Fatimah Az-Zahra merupakan satu hal khusus yang layak untuk
dipelajari dari kehidupan beliau. Disaat bangsa Arab menganggap anak perempuan
sebagai pembawa sial dan kehinaan, Rasul memuliakan dan menghormati putrinya
sedemikian besar. Selain itu, Rasulullah biasa memuji seseorang yang memiliki
keutamaan. Dengan kata lain, pujian Rasul kepada Fatimah adalah karena beliau
menyaksikan kemuliaan pada diri putrinya itu. Nabi tahu akan apa yang bakal
terjadi sepeninggalnya kelak. Karena itu, sejak
dini beliau telah mengenalkan kemuliaan dan keagungan Fatimah kepada umatnya,
supaya kelak mereka tidak bisa beralasan tidak mengenal keutamaan penghulu
wanita sejagat itu. Fatimah adalah contoh nyata dari sebuah inspirasi bagi kaum
wanita. Dengan mengikuti dan meneladaninya, kesuksesan dan kebahagiaan hakiki
yang menghantarkan kepada keteladanan akan bisa digapai. Fatimah adalah wanita
yang banyak menimba ilmu, makrifat dan hikmah hakiki.
Di penghujung
tulisan ini, saya ingin tegaskan bahwa saya kehabisan kata-kata untuk
menuliskan kehidupan putri Rasulullah ini. Dan tidak akan ada seorang pun yang
sanggup menulisnya. Mudah-mudahan apa yang disediakan Allah baginya cukup untuk
mewakili semua itu. Dialah wanita terbaik di zamannya dan putri dari wanita
terbaik (Khadijah ra.) dan laki-laki terbaik (Muhammad Rasulullah). Dia juga
pemimpin para wanita surga. Allah ridha terhadap Fatimah dan menempatkannya di
surga Firdaus. (fimadani)
KEPERGIAN SANG
AYAH BAGINDA RASULULLAH SAW
Sekembalinya dari Haji Wada‘, Rasulullah Saw jatuh sakit,
bahkan beliau sempat pingsan akibat panas dan demam keras yang menimpanya.
Fatimah as bergegas menghampiri beliau dan berusaha untuk memulihkan
kondisinya. Dengan air mata yang luruh berderai, Fatimah berharap agar sang
maut memilih dirinya dan merenggut nyawanya sebagai tebusan jiwa ayahandanya.
Tidak lama kemudian Rasul Saw membuka kedua matanya dan
mulai memandang putri semata wayang itu dengan penuh perhatian. Lantas beliau
meminta kepadanya untuk membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Fatimah pun segera
membacakan Al-Qur'an dengan suara yang khusyuk.
Sementara sang ayah hayut dalam
kekhusukan mendengarkan kalimat-kalimat suci Al-Qur'an, Fatimah pun memenuhi
suasana rumah Nabi. Beliau ingin menghabiskan detik-detik akhir hayatnya dalam
keadaan mendengarkan suara putrinya yang telah menjaganya dari usia yang masih
kecil dan berada di samping ayahnya di saat dewasa.
Rasul Saw meninggalkan dunia dan ruhnya
yang suci mi’raj ke langit. Kepergian Rasul Saw merupakan musibah yang sangat
besar bagi putrinya, sampai hatinya tidak kuasa memikul besarnya beban musibah
tersebut. Siang dan malam, beliau selalu menangis.
Belum lagi usai musibah itu, Fatimah as
mendapat pukulan yang lebih berat lagi dari para sahabat yang berebut kekuasaan
dan kedudukan.
Setelah mereka
merampas tanah Fadak dan berpura-pura bodoh terhadap hak suaminya dalam perkara
khilafah (kepemimpinan), Fatimah Az-Zahra’ as berupaya untuk mempertahankan
haknya dan merebutnya dengan keberanian yang luar biasa.
Imam Ali as melihat bahwa perlawanan
terhadap khalifah yang dilakukan Sayidah Fatimah as secara terus menerus bisa
menyebabkan negara terancam bahaya besar, hingga dengan begitu seluruh
perjuangan Rasul Saw akan sirna, dan manusia akan kembali ke dalam masa
Jahiliyah.
Atas dasar itu, Ali as meminta istrinya
yang mulia untuk menahan diri dan bersabar demi menjaga risalah Islam yang
suci. Akhirnya,
Sayidah Fatimah as pun berdiam diri dengan menyimpan kemarahan dan mengingatkan
kaum muslimin akan sabda Nabi, “Kemarahannya adalah kemarahan Rasulullah, dan
kemarahan Rasulullah adalah kemarahan Allah Swt.”
Sayidah Fatimah as diam dan bersabar diri hingga beliau
wafat. Bahkan beliau berwasiat agar dikuburkan di tengah malam secara rahasia.
WAFATNYA SAYYIDAH FATHIMAH AZ-ZAHRA
Bagaikan cahaya lilin yang menyala
kemudian perlahan-lahan meredup. Demikianlah ihwal Fatimah Az-Zahra’ as
sepeninggal Rasul Saw. Ia tidak kuasa lagi hidup lama setelah ditinggal wafat
oleh sang ayah tercinta. Kesedihan senantiasa muncul setiap kali azan
dikumandangkan, terlebih ketika sampai pada kalimat Asyhadu anna Muhammadan
Rasulullah.
Kerinduan
Sayidah Fatimah untuk segera bertemu dengan sang ayah semakin menyesakkan
dadanya. Bahkan kian lama, kesedihannya pun makin bertambah. Badannya terasa
lemah, tidak lagi sanggup menahan renjana jiwanya kepada ayah tercinta.
Takala 6 bulan sejak wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, Fathimah
jatuh sakit, namun ia merasa gembira karena kabar gembira yang diterima dari
ayahnya. Tak lama kemudian Fathimah berpulang ke Rahmatullah pada malam selasa
tanggal 13 Ramadhan tahun 11 H dalam usia 27 tahun.
Demikianlah keadaan Sayidah Fatimah as
saat meninggalkan dunia. Beliau tinggalkan Hasan yang masih 7 tahun, Husain
yang masih 6 tahun, Zainab yang masih 5 tahun, dan Ummi Kultsum yang baru saja
memasuki usia 3 tahun.Yang paling berat dalam perpisahan ini, ia harus
meninggalkan suami termulia, Ali as, pelindung ayahnya dalam jihad dan teman
hidupnya di segala medan.
Sayidah Fatimah as memejamkan mata
untuk selamanya setelah berwasiatkan kepada suaminya akan anak-anaknya yang
masih kecil. Beliau pun mewasiatkan kepada sang suami agar menguburkannya
secara rahasia. Hingga sekarang pun makam suci beliau masih misterius. Dengan
demikian terukirlah tanda tanya besar dalam sejarah tentang dirinya.
Fatimah Az-Zahra’ as senantiasa
memberikan catatan kepada sejarah akan penuntutan beliau atas hak-haknya yang
telah dirampas. Sehingga umat Islam pun kian bertanya-tanya terhadap rahasia
dan kemisterian kuburan beliau.
Dengan penuh kesedihan, Imam Ali as
duduk di samping kuburannya, diiringi kegelapan yang menyelimuti angkasa.
Kemudian Imam as mengucapkan salam, “Salam sejahtera bagimu duhai Rasulullah
... dariku dan dari putrimu yang kini berada di sampingmu dan yang paling cepat
datang menjumpaimu."Duhai Rasulullah! Telah berkurang kesabaranku atas
kepergian putrimu, dan telah berkurang pula kekuatanku ... Putrimu akan
mengabarkan kepadamu akan umatmu yang telah menghancurkan hidupnya. Pertanyaan
yang meliputinya dan keadaan yang akan menjawab. Salam sejahtera untuk kalian
berdua!”(al-shia)