Muhammad adalah keturunan Nabi Ismail -nabi dengan 12 putra yang menjadi cikal
bakal bangsa Arab. Para nenek moyang Muhammad
adalah penjaga Baitullah sekaligus pemimpin masyarakat di Mekah, tempat yang
menjadi tujuan bangsa Arab dari berbagai penjuru untuk berziarah setahun
sekali. Tradisi ziarah yang sekarang, di masa Islam, menjadi ibadah haji. Salah
seorang yang menonjol adalah Qusay yang hidup sekitar abad kelima Masehi. Tugas
Qusay sebagai penjaga ka'bah adalah memegang kunci ('hijabah'), mengangkat
panglima perang dengan memberikan bendera simbol yang dipegangnya ('liwa'),
menerima tamu ('wifadah') serta menyediakan minum bagi para peziarah
('siqayah').
Ketika lanjut usia, Qusay menyerahkan mandat terhormat itu pada pada anak tertuanya,
Abdud-Dar. Namun anak keduanya, Abdul Manaf, lebih disegani warga. Anak Abdul
Manaf adalah Muthalib, serta si kembar siam Hasyim dan Abdu Syam yang
harus dipisah dengan pisau. Darah tumpah saat pemisahan mereka, diyakini orang
Arab sebagai pertanda keturunan mereka bakal berseteru. Anak-anak Abdul Manaf
mencoba merebut hak menjaga Baitullah dari anak-anak Abdud-Dar yang kurang
berwibawa di masyarakat. Pertikaian senjata nyaris terjadi. Kompromi
disepakati. Separuh hak, yakni menerima tamu dan menyediakan minum, diberikan
pada anak-anak Abdul Manaf. Hasyim yang dipercaya memegang amanat tersebut. Anak
Abdu Syam, Umayah, mencoba merebut mandat itu. Hakim memutuskan bahwa hak
tersebut tetap pada Hasyim. Umayah, sesuai perjanjian, dipaksa meninggalkan Makkah.
Keturunan Umayah -seperti Abu Sofyan maupun Muawiyah- kelak memang bermusuhan
dengan keturunan Hasyim.
Hasyim lalu menikahi Salma binti Amr dari Bani Khazraj -perempuan sangat
terhormat di Yatsrib atau Madinah. Mereka berputra Syaibah (yang berarti uban)
yang di masa tuanya dikenal sebagai Abdul Muthalib -kakek Muhammad. Inilah
ikatan kuat Muhammad dengan Madinah, kota
yang dipilihnya sebagai tempat hijrah saat dimusuhi warga Mekah. Syaibah
tinggal di Madinah sampai Muthalib -yang menggantikan Hasyim karena
wafat-menjemputnya untuk dibawa ke Mekah. Warga Mekah sempat menyangka Syaibah
sebagai budak Muthalib, maka ia dipanggil dengan sebutan Abdul Muthalib. Abdul
Muthalib mewarisi kehormatan menjaga Baitullah dan memimpin masyarakatnya.
Namanya semakin menjulang setelah ia dan anaknya, Harits, berhasil menggali dan
menemukan kembali sumur Zamzam yang telah lama hilang. Namun ia juga sempat
berbuat fatal: berjanji akan mengorbankan (menyembelih) seorang anaknya bila ia
dikaruniai 10 anak. Begitu mempunyai 10 anak, maka ia hendak melaksanakan
janjinya. Nama sepuluh anaknya dia undi ('kidah') di depan arca Hubal. Abdullah
-ayah Muhammad-yang terpilih. Masyarakat menentang rencana Abdul Muthalib.
Mereka menyarankannya agar menghubungi perempuan ahli nujum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...