a. Sejarah Timbulnya Gerakan
Sosialis
Abu Zarr al Giffari meninggal tahun 32 H (652 M), adalah di antara
yang telah merintis gerakan sosialis keagamaan di kalangan ummat Islam. Setelah
berabad-abad lamanya barulah memuncak gerakan sosialis di dunia Barat. Walaupun
banyak persamaan di dalam tujuan, akan tetapi dasar penggeraknya sangat
berlainan dari gerakan perintis itu. Abu Zarr mendasarkannya kepada agama,
sedangkan gerakan sosialis dunia dibangkitkan oleh perbaikan nasib buruh,
persoalan gaji dan persoalan materi yang tidak ada kaitannya dengan masalah
ketuhanan. Menurut penjelasan para peneliti dunia, faham sosialisme dunia di
dalam gerakannya yang teratur belumlah lama usianya.19
Adapun pemakaian perkataan sosialisme yang
pertama kali, masih diperdebatkan orang dalam permulaan abad ke XIX yang lampau.
Menurut Grunberg, bahwa perkataan itu dipakai pada tahun 1803 M, oleh pendeta
Italia yang bernama Guilani. Pada waktu itu perkataan sosialisme disamakan
dengan arti “Katholocisme” sebagai lawan dari “Protestanisme”. Di Inggris
pengikut-pengikut Robert Owen, pertama kali menggunaka perkataan itu. Sedangkan
di Perancis pertama kali yang memakainya ialah Vinet. Penulis Perancis L. Rebaud
yang menulis buku “Etudes sur Les Reformeteurs ou socialistes modernes”
(tahun 1864 terbit, cetakannya ke 7) menganggap dirinya orang yang pertama
mendapatkan perkataan itu. Perdebatan yang sengit dalam Majelis Rendah Inggris
pada tahun 1923 M tentang arti perkataan sosialisme, merupakan suatu bukti yang
sejelas-jelasnya atas demikian. Ada juga yang memberi arti bahwa sosialisme
ialah pelaksanaan dari pelajaran Yesus Kristus. Tetapi anggota yang lainnya
mengartikan bahwa sosialisme ialah
pengawasan atas perusahaan-perusahaan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Karena hebat dan pentingnya perdebatan itu, maka Majelis memutuskan akan
mengumpulkan segala pendapat-pendapat yang berbeda-beda itu dalam suatu buku
yang diberi nama “What Is Socialism”.20
Penulis Perancis Janet berpendapat: “Yang
dinamakan sosialisme itu, ialah
tiap-tiap pelajaran, yang mengajar bahwa negara berhak memberikan ketidakrataan
kekayaan yang ada diantara manusia, dan berhak melaksanakan keseimbangan menurut
hukum, dengan jalan mengambil dari mereka yang mempunyai kelebihan untuk
diberikan kepada mereka yang kekurangan; dan tindakan ini jangan hanya diambil
terus menerus”.21 Adolf Held
berpendapat yang dikutip oleh Zainal Abidin Ahmad juga bahwa sosialisme itu
menghendaki penundukan kemauan perseorangan
kepada kemauan masyarakat. Sedang Kirkup berpendirian bahwa pokok dari
segala macam-macam pendapat itu ialah para sosialist menghendaki supaya semua
industri dikemudikan oleh masyarakat dan hasil-hasilnya dibagi dengan adil. Baik
Professor Diepenhorst maupun Kirkup keduanya sependapat bahwa amat sulit untuk
menentukan arti sosialisme, karena amat jauh perbedaan faham antara ahli yang
telah menulis tentang soal itu. Sedang Mr. A. Luhrs dalam bukunya “Burgerlijk
en socialistische denken” (1946), karena menengok berbagai macam gerakan
sosialis yang mengatakan bahwa seseorang yang mengaku dirinya sosialis, masih
harus diselidiki lagi faham sosialis manakah yang dipegangnya. Orang harus
mengakui bahwa gerakan sosialis yang pertama itu barulah dilakukan oleh Abu
Zarr, seorang pemimpin Islam yang hidup dalam abad ke 6 / 7. Gerakan itu dimulai
dari kota Damascuc, Syria, di tengah lingkungan tuan-tuan tanah dan kaum-kaum
agama Nasrani dengan budak-budak belian dan rakyat umum.
Di samping tujuan dan pendiriannya tegas,
serta konsekuen dan fanatik memegang keyakinannya dan berjuang terus menantang
pemerintah Mu’awiyah yang dipandangnya reaksioner-pengkhianat, tetapi juga Abu
Zarr sebagai pemimpin sanggup menderita dan mengakhiri hayatnya dengan kepahitan
yang luar biasa, sebagai korban dari pendiriannya itu. Semboyan Abu Zarr al
Giffari yang terkenal “Wahai kaum yang mampu, bantulah kaum proletar yang tidak
berpunya”.22
Dua orang penulis pernah menulis suatu
buku bernama “Teori Ekonomi Sosialis” pada tahun 1938 M, di Amerika,
yaitu Oscar Lange, Lektor Ilmu Ekonomi, University of California, Lektor (luar
biasa) di University Craeowu dan Polish Free University di Warsawa. Buku itu
diberi kata penuntun oleh Fred M. Taylor, professor tentang politik perekonomian
dan keuangan, University of Michigan. Buku tersebut diberi prakata pendahuluan
yang lebar dan panjang oleh Benjamin E. Lippineott, Assistant professor in The
Political Science, University of Minnesota. Secara terus terang Lippineott
memulai tulisannya sengan berkata : “Dalam tradisi kuno kapitalisme, terdapat
kepercayaan bahwa perekonomian sosialis itu adalah suatu perekonomian yang tidak
dapat dipraktekkan. Seperti halnya dengan kepercayaan-kepercayaan lainnya di
dalam kebudayaan kapitalis, maka kepercayaan ini tidak saja banyak dianut oleh
orang-orang awam kebanyakan, tetapi juga oleh ahli-ahli ekonomi. Dari semua
keberatan-keberatan yang diajukan terhadap sosialisme, tidak satupun yang
berkata lebih dari pada ucapan ini, “bahwa sosialisme itu tidak dapat
dilaksanakan dalam praktek”.23
Dr. H. Ruslan Abdulgani dalam bukunya
“Sosialisme Indonesia”, ia mencoba menguraikan cita-citanya dengan uraian
yang panjang lebar tentang “Sosialisme Utopia” dan “Sosialisme Ilmiah” lalu
akhirnya, “Usaha mensynthesir Islam dan
Marxisme dan juga usaha mensynthesir Islam, Marxisme, da Nasionalisme”.24
Dari uraian di atas dengan tidak
mengurangi jasa para pahlawan sosialis yang hidup di kemudian hari, adalah
merupakan suatu kehormatan bagi dunia pada umumnya dan kaum sosialis khususnya,
apabila mereka mengakui bahwa gerakan sosialis yang agak teratur sudah timbul
pertama kali pada abad ke 6 - 7 M, di bawah pimpinan seorang muslim Abu Dzarr
al-Giffari. Dengan penjelasan ini bukanlah merupakan tujuan menyatakan bahwa
haluan sosialis itu sesuai dengan ajaran Islam di satu sisi tetapi di sisi yang
lain tidak ada persamaan karena haluan sosialis mempunyai faham atheis (tidak
bertuhan), hanya mementingkan materi saja.
b. Prinsip Dasar Sistem Ekonomi
Sosialis
1) Pemilikan harta oleh
negara
Seluruh bentuk produksi dan sumber pendapatan menjadi milik
negara atau masyarakat keseluruhan. Hak individu untuk memiliki harta atau
memanfaatkan produksi tidak diperbolehkan. Dengan demikian individu secara
langsung tidak mempunyai hak kepemilikan.
2) Kesamaan ekonomi
Sistem ekonomi sosialis menyatakan (walaupun sulit ditemui di
semua negara Komunis) bahwa hak-hak individu dalam suatu bidang ekonomi
ditentukan oleh prinsip kesamaan. Setiap individu disediakan kebutuhan hidup
menurut keperluan masing-masing.
3) Disiplin politik
Untuk mencapai tujuan di atas, keseluruhan negara diletakkan di
bawah peraturan kaum buruh, yang mengambil alih semua aturan produksi dan
distribusi. Kebebasan ekono mi serta hak pemilikan harta dihapuskan sama
sekali.
c. Kebaikan-kebaikan Sistem Ekonomi
Sosialis
Sistem ekonomi sosialis mempunyai
kebaikan-kebaikan sebagai berikut :
1) Setiap warga negara
disediakan kebutuhan pokoknya termasuk makanan sebanyak dua kali sehari,
beberapa helai pakaian, kemudian fasilitas kesehatan, serta tempat tinggal dan
lain-lain.
2) Setiap individu mendapat
pekerjaan dan orang yang lemah serta orang yang cacat fisik dan mental berada
dalam pengawasan negara.
3) Semua pekerjaan
dilaksanakan berdasarkan perencanaan (negara) yang sempurna di antara produksi
dengan penggunaannya. Dengan demikian masalah kelebihan atau kekurangan produksi
seperti yang berlaku dalam sistem ekonomi kapitalis tidak akan terjadi.
4) Semua bentuk produksi
dimiliki dan dikelola oleh negara, dan keuntungan yang diperolehnya akan
digunakan untuk kepentingan masyarakat.25
d. Kelemahan Sistem Ekonomi
Sosialis
Sistem ekonomi sosialis mempunyai
kelemahan sebagai berikut:
1) Tawar menawar sangat
sukar dilakukan oleh individu yang terpaksa mengorbankan kebebasan pribadinya
dan hak terhadap harta milik pribadi hanya untuk mendapatkan makanan sebanyak
dua kali sehari.
2) Sistem tersebut menolak
sepenuhnya sifat mementingkan diri sendiri, kewibawaan individu yang
menghambatnya dalam memperoleh kebebasan berfikir serta bertindak. Ini
menunjukkan secara tidak langsung sistem ini terikat kepada sistem ekonomi
diktator. Buruh dijadikan budak masyarakat yang memaksanya bekerja seperti
mesin.
3) Sistem ekonomi sosialis
mencoba untuk mencapai tujuan melalui larangan-larangan eksternal dan
mengesampingan pendidikan moral dan latihan individu. Dengan demikian jelas
mereka tidak berusaha untuk mencapai kejayaan yang menjadi tujuannya; misalnya
karena undang-undang saja belum mencukupi untuk memperbaiki kesalahan seseorang
tanpa disertai dengan pendidikan moral dan latihan. Sebaliknya, di balik upaya
memupuk semangat persaudaraan dan kerja sama yang baik di antara majikan dengan
penerima upah, sistem sosialis menimbulkan rasa permusuhan daan dendam antar
mereka. Secara keseluruhan sistem ini mencoba untuk mengubah ketidak samaan
kekayaan dengan menghapuskan hak kebebasan individu dan hak terhadap pemilikan
yang mengakibatkan hilangnya semangat untuk bekerja lebih giat dan berkurangnya
efisiensi kerja buruh.26
Dari uraian di atas penulis berpendapat
bahwa dalam sistem sosialis semua kegiatan diambil alih untuk mencapai tujuan
ekonomi, sementara pendidikan moral individu diabaikan. Dengan demikian apabila
pencapaian kepuasan kebendaan menjadi tujuan utama dan nilai-nilai moral tidak
diperhatikan lagi, maka tidak dapat dihindarkan bahwa masyarakat akan terbagi
dalam beberapa kelompok. Seluruh kekuasaan akan berada di tangan golongan kaum
buruh (proletarial) yang kurang berpendidikan dan beradab, kezaliman, penindasan
dan balas dendam, menjadi lebih berbahaya dari pada sistem ekonomi
kapitalis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...