Oleh : AM. Bambang Prawiro
Islam adalah way of
life yang bersifat universal, ia tidak tersekat oleh gunung-gunung batu di
Jazirah Arabia, ia juga tidak tertahan oleh zaman di mana keledai dan onta
menjadi tunggangan. Islam senantiasa selaras dengan segala tempat dan zaman, di
mana masih ada manusia dan kehidupan di sana Islam akan senantiasa diamalkan.
Ketika Islam dihadapkan pada masyarakat tradisional ia akan hadir dengan sisi
ketradisionalannya, demikian juga ketika ia dihadapkan dengan masyarakat
metropolitan maka Islam hadir elegan di tengah masyarakat yang memiliki
ketinggian peradaban. Demikianlah Islam, ia adalah jalan hidup seluruh manusia
yang bertakwa, Ia hadir di antara rimbunnya belantara, hingga di antara gedung
pencakar langit kota.
Islam dengan sistem
hukumnya juga telah masuk ke dalam seluruh sendi kehidupan, dari masalah remeh-temeh
semisal urusan buang hajat, hingga masalah besar semisal urusan negara dan
pemerintahan. Hukum Islam ada pada masalah-masalah individual insan, ia juga
ada pada masalah-masalah kenegaraan dan pemerintahan. Sistem hukum Islam
mengatur seluruh sendi kehidupan manusia, termasuk dalam masalah pemerintahan
dan kenegaraan. Sehingga ketika hukum Islam menjadi bagian tidak terpisahkan
dalam sebuah undang-undang maka hal tersebut bukanlah suatu keanehan, bahkan
sudah selayaknya sebagai sistem hukum yang syamil wa kamil, hukum Islam
menjadi pedoman dalam permasalahan negara dan pemerintahan.
Realitas sejarah
membuktikan bahwa hukum Islam telah mengatur permasalahan kenegaraan, dibuatnya
Piagam Madinah adalah bukti nyata bagaimana hukum Islam menjadi basis bagi
sebuah perundang-undangan sebuah negara berdaulat. Toleransi kepada setiap
penganut kepercayaan, hingga rasa kebangsaan diatur begitu sempurna dalam hukum
Islam. Hal ini menjadi pedoman bagi pemerintahan sesudahnya, dari mulai masa empat
khulafa Ar-Rasyidin yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan
dan Ali bin Abi Thalib. Keempat khalifah tersebut telah menjadikan hukum Islam
sebagai pedoman dalam menjalankan roda pemerintahan[1].
Demikian pula masa-masa kerajaan setelahnya dari Dinasti Ummayah, Dinasti
Abbasiyah hingga Dinasti Utsmaniyyah semuanya menjadikan Islam sebagai pedoman dalam
mengurus negara dan pemerintahan. Mereka semuanya menjadikan hukum Islam
sebagai norma dan sistem konstitusi negara. Norma-norma Islam terkodifikasi
dalam setiap rumusan perundang-undangan sebagaimana sistem hukum Islam menjadi
pedoman dalam setiap pengambilan keputusan.
Mempelajari sejarah umat
Islam dengan sistem kenegaraannya yang didasarkan kepada sistem hukum Islam
memberikan satu hikmah yang sangat berharga, salah satu diantaranya adalah bahwa
sistem hukum Islam mencakup aturan-aturan yang berkenaan dengan negara dan
pemerintahan. Maka tidaklah mengherankan ketika umat Islam yang diwakili oleh
para ulama-nya senantiasa memperjuangkan Islam sebagai pedoman hidup dalam
berbangsa dan bernegara. Mereka mengorbankan harta, tenaga, pikiran dan nyawa
untuk tegaknya pemerintahan Islam yang berlandaskan hukum Islam. Mereka telah
mewariskan sistem hukum Islam sebagai pedoman dalam berbangsa dan bernegara
maka sudah selayaknya umat Islam menyambut dan mengaplikasikan hasil jerih
payah perjuangan pada pendahulu kita yang shaleh dalam rangka menegakan izzul
Islam wal muslimin.
Namun realitas yang
terjadi adalah umat Islam tidaklah seluruhnya memahami dan menerapkan warisan
ini. Bisa jadi pengalaman dijajah oleh bangsa kolonial telah menjadikan umat
Islam merasa tidak nyaman, akibatnya banyak sekali negeri-negeri umat Islam
yang tidak menjadikan hukum Islam sebagai dasar dalam berbangsa dan bernegara.
Negeri-negeri ini lebih bangga dengan dasar negara yang digali dari nilai-nilai
selain dari Islam, bahkan sebagiannya bangga dengan sistem demokrasi yang
dipasarkan oleh negara-negara bukan Islam. Hanya beberapa negara di dunia ini
yang berani dengan tegas mencantumkan hukum Islam sebagai dasar negara atau
konstitusi pemerintahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...