Madrasah merupakan institusi pendidikan yang tumbuh dan berkembang oleh dan
dari masyarakat. Jumlah madrasah sebagian terbesar berstatus swasta yang
kebanyakan mengandalkan sumber pembiayaan pendidikan dari masyarakat. Dari segi
substansi, mayoritas madrasah telah otonom dan bahkan terkesan sebagai
institusi yang dibiarkan hidup dengan sendirinya. Persoalan krusial adalah performan
mutu pengetahuan umum secara umum masih tertinggal dari sekolah-sekolah
Kemendikbud. Kasus-kasus profesionalitas guru seperti kasus mismatch
(salah kamar) dan underqualified (tidak layak) masih sering kita jumpai.
[1]
Tetapi ternyata semangat membangun masjid belum diiringi dengan semangat memakmurkannya.
Hal ini terlihat tidak sedikit masjid yang sunyi dari kegiatan; Masjid di lingkungan
kantor misalnya hanya berfungsi seminggu sekali untuk shalat jum’at atau hanya
untuk shalat dhuhur dan shalat ashar berjamaah. Juga banyak masjid-masjid di
lingkungan perumahan yang sebagian besar hanya berfungsi untuk shalat jum’at,
shalat magrib, shalat isa berjamaah. Berdasarkan penelitian di kota Bandung
menunjukkan sekitar 62,89% masjid dengan jamaah maksimal hanya sampai 20 orang
untuk setiap shalat lima waktu dan hanya sekitar 5,74% masjid dengan jumlah
jamaah shalat lima waktu di atas 40 orang. Sering pula kita jumpai
masjid-masjid yang berangsur-angsur ditinggalkan jamaahnya karena kotor, tempat
wudlu dan WC nya tidak terpelihara.[2]
Masjid sebagai salah satu pemenuh kebutuhan spiritual sebenarnya bukan
hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja, tetapi juga merupakan pusat
kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah
SAW. Beberapa ayat dalam Al-Qur’an menjelaskan bahwa fungsi masjid adalah
sebagai tempat yang di dalamnya banyak disebut nama Allah (tempat berzikir),
tempat beri’tikaf, tempat beribadah (shalat), pusat pertemuan umat Islam untuk
membicarakan urusan hidup dan perjuangan (QS: 2:114, 22:40, 2:187, 72: 18-19,
22:25).[3]
¨bÎ) úïÏ%©!$# (#rãxÿx. tbrÝÁtur `tã È@Î6y «!$# ÏÉfó¡yJø9$#ur ÏQ#tysø9$# Ï%©!$# çm»uZù=yèy_ Ĩ$¨Y=Ï9 ¹ä!#uqy ß#Å3»yèø9$# ÏmÏù Ï$t7ø9$#ur 4 `tBur ÷Ìã ÏmÏù ¥$ysø9Î*Î/ 5Où=ÝàÎ/ çmø%ÉR ô`ÏB A>#xtã 5OÏ9r&
25. Sesungguhnya
orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan
Masjidilharam yang Telah kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim
di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan
kejahatan secara zalim, niscaya akan kami rasakan kepadanya sebahagian siksa
yang pedih.
¨br&ur yÉf»|¡yJø9$# ¬! xsù (#qããôs? yìtB «!$# #Ytnr& ÇÊÑÈ ¼çm¯Rr&ur $®RmQ tP$s% ßö7tã «!$# çnqããôt (#rß%x. tbqçRqä3t Ïmøn=tã #Yt7Ï9 ÇÊÒÈ
18. Dan
Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu
menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.
19. Dan
bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan
ibadat), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya.
Masjid sebagai tempat shalat pada dasarnya hanyalah salah satu fungsi dari
gedung masjid, sebab andaikata tugas masjid itu hanya terbatas sebagai tempat
shalat saja, tugas itu sebenarnya telah dapat dicukupi oleh tempat atau ruangan
lain yang bertebaran di muka bumi ini seperti rumah-rumah, kantor-kantor,
pabrik-pabrik, dan bahkan lapangan terbuka sekalipun dapat dipakai sebagai
tempat shalat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari bahwa: “Seluruh jagat telah dijadikan sebagai masjid (tempat sujud)”.
Dalam hadits lain yang diceritakan oleh Tirmizi dari Abi Sa’id Al-Khudri.
Rasulullah SAW bersabda: “Tiap potong tanah adalah masjid”. Seandainya fungsi
sosial sangat kurang sekali diperankan oleh masjid dan bahkan tidak dilakukan
sama sekali, kecuali hanya untuk menampung kebutuhan shalat saja, maka jelas
pendirian masjid yang terlalu luas akan membawa pemborosan ruang saja.[4]
Paling sedikit ada sembilan fungsi yang dapat diperankan oleh masjid,
yaitu:[5]
1.
Masjid tempat kaum muslimin beribadah dan memberihkan
diri kepada Allah SWT.
2.
Masjid adalah tempat kaum muslimin beri’tikaf,
membersihkan diri, menggembleng bathin/keagamaan sehingga selalu terpelihara
keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan kepribadian.
3.
Masjid adalah tempat bermusyawarah kaum muslimin guna
memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat.
4.
Masjid adalah tempat kaum muslimin berkonsultasi,
mengajukan kesulitan-kesulitan, meminta bantuan dan pertolongan.
5.
Masjid adalah tempat membina keutuhan ikatan jamaah dan
kegotongroyongan di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.
6.
Masjid dan majlis ta’limnya merupakan wahana untuk
meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan.
7.
Masjid adalah tempat pembinaan dan pengembangan
kader-kader pimpinan umat.
8.
Masjid tempat
menghimpun dana, menyimpan dan membagikannya.
9.
Masjid adalah tempat melaksanakan pengaturan dan
supervisi sosial.
Di Malaga terdapat sebuah masjid jami’ sebagai pusat pengembangan ilmu
pengetahuan. Di masjid jami’ ini didirikan sebuah madrasah dengan nama madrasah
Malaga atau Uzhma. Di madrasah ini mengajar seorang faqih, Muhammad bin
Muhammad bin Yusuf al-Thanjali (w.733H/1332M). Di samping madrasah yang berada
di masjid ini terdapat pula madrasah lain yang didirikan oleh seorang sufi,
Muhammad bin Muhammad bin Abdul al-Rahman bin Ibrahim al-Anshari
(678-754/1279-1353). Dan membangun madrasah ini dari harta yang diberikan oleh
orang-orang kaya dan para pejabat kepadanya.[6]
Pendidikan Islam secara kelembagaan tampak dalam berbagai bentuk yang
bervariasi. Di samping lembaga yang bersifat umum seperti masjid, terdapat
lembaga-lembaga lain yang mencerminkan kekhasan orientasinya. Secara umum, pada
abad keempat hijrah dikenal beberapa sistem pendidikan (madaris al-tarbiyah)
Islam.[7]
Masing-masing sistem memiliki institusi yang khusus walaupun umumnya
memanfaatkan masjid. Namun demikian, madrasah dapat dianggap sebagai tradisi sistem
pendidikan bercorak fiqh dan hadits, setidaknya pada masa Abbasiyah di Baghdad.
Dengan kekhasannya itu, pada masa kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, madrasah
merupakan lembaga pendidikan par excellence. Setelah perkembangan masjid
dan kuttab, madrasah berkembang sangat pesat.[8]
Mengenai transformasi dari masjid ke madrasah, berkembang beberapa teori
yang secara sepintas berbeda satu sama lain. Di antara teori yang ingin
dikemukakan adalah pendapat George Makdisi. Dalam sejumlah karya sejarahnya, ia
berkesimpulan bahwa perpindahan lembaga pendidikan Islam dari masjid ke
madrasah terjadi secara tidak langsung, tetapi melalui tahapan perantara, yaitu
masjid-khan.[9] Teori
ini agaknya menarik karena mempertimbangkan lembaga masjid-khan sebelum
lembaga-lembaga madrasah berkembang secara luas pada abad pertengahan.[10]
Menurut Azyumardi Azra: Memasuki abad 21, madrasah di Indonesia kini berada
di persimpangan jalan. Pada persimpangan jalan itu, madrasah harus dapat
mengambil pilihan menempuh jalan tertentu, yang mengandung implikasi dan
konsekuensi tertentu. Dengan kata lain, berhadapan dengan pilihan-pilihan
sulit, yang tidak hanya berkaitan dengan distingsi
madrasah vis-à-vis sekolah umum, tetapi juga dengan eksistensi madrasah itu
sendiri di masa depan.[11]
[1] Husni Rahim, Madrasah dalam Politik
Pendidikan di Indonesia, Ciputat, Logos, 2005, hal, 1
[2]
Nana Rukmana DW., Masjid & Dakwah, Jakarta, Al-Mawardi Prima, 2002,
hal 3
[3] Choiruddin Hadhiri SP, Klasifikasi
Kandungan Al-Qur’an, Jakarta, Gema Insani, 1996, hal 300
[4]
H.A.M. Fatwa, Profil Masjid di Ibu Kota, Jakarta, Koordinasi Dak’wah
Islaam DKI, 1977, hal 73
[5] Moh.E.Ayub,dkk, Manajemen Masjid,
Jakarta, Gema Insani Press, 1997, hal 7
[6] Muhammad bin Abdul Hamid Isa, Tarikh
al-Ta’lim fi al-Andalas (Cairo Dar al-Fikr al-Arabi, 1982), h.387. Lihat
Depag RI, Sejarah Perkembangan Madrasah, 1999/2000, h. 70
[7] H. Maksum, Madrasah Sejarah dan
Perkembangannnya, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1999, Hal, 51
[8] H. Maksum, hal 52
[9]
Masjid-khan, yaitu masjid yang dilengkapi dengan bangunan khan
(asrama,pemondokan) yang masih berdekatan dengan masjid.
[10] H. Maksum, hal 56-57
[11]
Depag RI, Sejarah Perkembangan Madrasah, Jakarta, Bagian Proyek Peningkatan MA,
2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...