Oleh : Vinna
Risqa Shabrina Langi dan Cyntia
Ayu Wardani
Uang emas dan perak sudah dikenal
jauh lebih lama dari kedatangan Islam di Jazirah Arab. Uang merupakan sesuatu
yang telah diakui dan disahkan untuk dijadikan sebagai alat untuk menukar
barang atau jasa yang kita butuhkan. Dahulu sebelum munculnya uang, manusia
cenderung berperilaku untuk melakukan barter atau saling menukarkan barang yang
mereka butuhkan. Namun kegiatan barter tidak berlangsung lama. Karena, barter
dirasakan cenderung menyulitkan dan terkadang barang yang ditukarkan tidak
memiliki nilai yang sesuai. Sehingga
keberadaan uang pada saat itu mulai dibutuhkan. Pada masa awal uang dibuat
dengan menggunakan bahan dasar berupa besi yang harganya cenderung lebih murah.
Hingga akhirnya manusia mengenal emas dan perak yang digunakan untuk menjadi bahan
dasar uang karena emas dan perak tersebut dianggap lebih layak.
Setelah mengenal uang yang berbahan
dasar emas dan perak, bangsa Arab mulai mencetak mata uang sendiri yang dikenal
dengan Dinar (uang emas) dan Dirham (uang perak). Pertama kali umat Islam
menggunakan dinar dan dirham sebagai mata uang yang sah pada masa pemerintahan
khalifah Umar Bin Khattab RA. Dengan menggunakan kedua mata uang tersebut
perekonomian Islam berkembang sangat pesat.
Uang di Awal Masa Islam
Dinar dan dirham pada awalnya telah
berlaku dari masa sebelum Islam. Bangsa Roma dan Persia telah menggunakan kedua
mata uang tersebut sebagai alat tukar yang sah. Karena adanya aktivitas
perdagangan dinar Roma banyak beredar di kalangan penduduk Mekkah. Penggunaan
dinar Roma dan dirham Persia berlangsung secara terus-menerus di kalangan orang
Arab hingga datangnya Islam. Walaupun pada saat itu uang Yaman juga beredar,
namun penggunaannya sangat terbatas. Bangsa Arab menyebut uang emas dengan
istilah “al-a’in” sedangak uang perak disebut dengan istilah “al-wariq”.
Uang di Masa Kenabian
Muhammad SAW
Dinar di masa Nabi Muhammad dari awal
ia diutus menjadi Nabi sampai ia meninggal bentuk fisik dinar masih sama
seperti keadaan awal, yaitu bentuknya masih berbeda-beda dan sudah diketahui
berapa berat dan kadar karatnya. Juga telah diidentifikasikan siapa yang
bertanggung jawab atas pengukur berat dan kadarnya dengan menuliskan siapa yang
mengeluarkan uang tersebut. Dengan demikian di masa ini belum ada dinar yang
dicetak resmi sebagai simbol mata uang umat Islam. Karena, pada saat itu
Rasulullah SAW masih sibuk dengan perkara-perkara yang lebih penting. Perhatian
Nabi Muhammad banyak tercurah pada penyatuan Jazirah Arab baik secara politik
maupun keagamaan. Namun demikian Islam membawa pandangan baru dalam hal ekonomi
secara umum juga aturan-aturan khusus mengenai uang yang berkaitan dengan
pertukaran uang yang adil.
Uang di Masa Abu bakar
As-shidiq ra
Di masa pemerintahan khalifah Abu
bakar As-shidiq keadaan entuk mata uang dinar masih sama dengan masa Nabi
Muhammad SAW. Hal ini disebabkan karena masa pemerintahan khalifah Abu bakar
As-shidiq reatif pendek dan banyak juga perkara yang harus ditangani.
Perkara-perkara tersebut diantara lain adalah memerangi orang murtad dan
orang-orang yang enggan untuk memayar zakat.
Uang di Masa Umar ra
Pada masa khalifah Umar perkembangan
uang mulai dirasakan, nmun lebih banyak berkaitan dengan uang dirham (uang perak).
Pada awalnya dirham hanya berupa fulus perunggu yang dicetak dengan menggunakan
aksara arab di setiap sisinya. Setelah itu, barulah khalifah Umar ra melakukan
hal-hal penting dalam masalah uang.
1. Percetakan
uang dirham dengan ciri-ciri keislaman. Bentuk uang dirham Islam pertama ini
hampir sama dengan dirham Persia. Hanya saja terdapat tulisan tambahan seperti
“Al-hamdulillah”, “Muhammad Rasulullah”, “Laa ilaha illa Allah
wahdahu” dan juga nama khalifah “Umar”.
Sebab dicetaknya uang dirham ini karena pada masa itu aktivitas perdagangan
berkembang semakin luas seiring dengan semakin meluasnya wilayah Islam.
2. Ditetapkannya
standar kadar dirham dan dikaitkannya standar tersebut dengan kaitan. Pada masa
itu beredar berbagai jenis dirham dengan takaran yang bereda-beda pula. Ada
yang menyebutnya dengan takaran dawaniq,
misalnya dirham Al-Baghaly sebesar 8 dawaniq, dirham al-Thabary sebesar 4
dawaniq. Ada pula yang menggunakan istilah mistqal
yang artinya 1 dirham adalah 1 mistqal. Takaran mistqal pun berbeda-beda, ada
yang menyatakan 20 qirad, 12 qirad, 10 qirad dan lain-lain.
Atas segala perbedaan
tersebut, khalifah Umar membuat kebijakan dengan melihat pada apa yang berlaku
di tengah masyarakat baik takaran yang rendah maupun takaran yang tinggi.
Sehingga khalifah Umar menetapkan standar dirham yang dikaitkan dengan dinar,
yaitu : 1 dirham sama dengan 7/10 dinar, atau setara dengan 2,97 gr degan
landasan standar dinar 4,25 gram emas. Standar inilah yang kemudian berlaku
secara baku dalam landasan syar’i.
3.
Ada usaha Khalifah Umar untuk membuat
uang dengan bentuk lain. Yaitu dengan menggunakan bahan dasar kulit hewan
(kambing). Pemikiran ini terjadi karena Khalifah Umar menganggap bahwa uang
kulit reatif ebih mudah untuk dibawa sehingga memudahkan untuk melakukan
kegiatan transaksi. Hal tersebut dipicu dengan keadaan perekonomian yag semakin
membaik seiring dengan meluasnya wilayah Islam. Namun hal ini di urungkan,
karena banyaknya sahabat yang tidak menyetujui dengan pertimbangan bahwa bahan
kulit tidak dapat dijadikan standar of value karena harga kulit berfluktuasi
seiring dengan fuktuasi harga binatang itu sendiri, yang mengikuti harga
perkembangan pasar. Selain itu, juga karena sifat dasar kulit sendiri yang
mudah rusak sehingga tidak aman jika digunakan sebagai alat tukar yang sah.
Khalifah Umar pun menetapkan
standar koin dinar dan dirham. Berat 7 dinar sama dengan 10 dirham. Standar
dinar emas yakni memakai kadar emas 22 karat dengan berat 4,25 gram. Sedangkan
dirham harus menggunakan perak murni seberat 3,0 gram. Keputusan ini telah
ditetapkan pula dengan para ulama pada masa itu.
Uang di Masa Utsman bin Affan
Pada masa ini perkembangan yang
penting adalah dicetaknya uang dinar dan dirham baru dengan memodifikasi uang
dinar Persia dan ditulis simbol-simbol Islam. Dimana di dalam uang dinar
tersebut terdapat tulisan “Allahhu Akbar”.
Ada pula yang meriwayatkan bahwa dirham di masa ini di satu sisi bergambar
Croeses ke II yang dipahat bersama dengan kota asalnya, dengan tanggal dan
aksara Persia. Di batas koin juga terdapat kata-kata dalam aksara Kuffi, yang
artinya “Rahmat, dengan asma Allah,
dengan asma Tuhanku, bagi Allah, Muhammad”. Sejauh ini dinar belum ada yang
dicetak khusus sesuai dengan berinisial Islam saja.
Uang di Masa Ali bin Abi
Thalib
Uang di zaman khalifah Ali hampir
tidak ada perubahan dengan masa-masa sebelumnya. Di zaman ini perkembangan uang
hanya terlihat dalam segi percetakan uangnya saja, dengan menambahkan beberapa
kalimat Arab ernuansa syiar Islami. Ada riwayat yang menyatakan bahwa tulisan
yang tertera pada koin adalah “Dengan Asma Allah, Dengan Asma Tuhanku, Tuhanku
adalah Allah”.
I like it, teacher..... By: Ubaidillah Bebens
BalasHapusSyukron So Much... May Alloh Bless You and All Moslems Forever.... Keep Writing On Alloh Way
BalasHapusizin copy artikel dan gambarnya ya akhi, untuk tugas sekolah insya Allah. Jazakallah.
BalasHapusBagus banget nih, informatif banget tulisannya, ditunggu tulisan ke depan
BalasHapus