Oleh : Shofiya Fazaat
Sejak lama bangsa Indonesia dikenal sebagai penghasil rempah-rempah
yang laku dipasaran dunia. Banyak pedagang Asia yang datang ke Indonesia untuk
mencari rempah-rempah dan menjualnya ke Eropa. Namun bangsa Eropa kemudian
melakukan pencarian sendiri langsung dari sumbernya. Jenis rempah-rempah yang
dibutuhkan adalah cengkeh, lada, pala dan bunga pala (Fuli) yang berfungsi
sebagai obt-obatan, bumbu, dan penghangat tubuh disaat musim dingin. Begitu
pentingnya rempah-rempah bagi bangsa Eropa sehingga muncul ungkapan “semahal
lada” atau ‘Siapa yang menguasai rempah-rempah, mereka akan menguasai
kerongkongan Eropa.
Pada abad 16, bangsa Barat mulai datang ke Nusantara. Diawali
bangsa Portugis tahun 1512, Spanyol tahun 1560, disusul Belanda tahun 1596.
Pada awalnya mereka datang dengan sejumlah kepentingan yang biasa dikenal
dengan sebutan Gospel (penyebaran agama), Glory (kemuliaan), dan Gold (kekayaan). Namun, dalam
perjalanannya, kepentingan ekonomilah yang paling utama yaitu untuk mendapatkan
barang-barang komoditas dunia, khususnya rempah-rempah yang kala itu laku keras
di Eropa.
Pelopor penjelajahan dari portugis adalah pangeran Henry
(1394-1460) yang sampai di pantai barat Afrika Selatan, yaitu Tanjung harapan.
Penjelajahan ini diteruskan Vasco dagama 1497-1499 dan sampai di goa india .
dalam upaya untuk mendapatkan rempah rempah ke sumber aslinya portugis berusaha
untuk menguasai pusat perdagangan malaka yang dilakukan Al Fondso de Al burquerque
1511 keberhasilan portugis menjadikan kota lisabon menjadi pusat perdagangan
rempah rempah di eropa.
Adapun bangsa Spanyol melakukan perjalan menuju arah barat karena
telah ada kesepakatan sebelumnya dengan perjanjian Thordesillas tahun 1492,
dengan membawa restu Paus untuk menyebarkan agama Kristen Katolik ke seluruh
dunia. Isi perjanjian ini adalah, Portugis berlayar ke arah timur sedangkan Spanyol
ke arah barat. Penjelajah dari Spanyol, Columbus, menemukan pulau Amerika yang
diyakininya sebagai india. Dan Megellan sampai di Filipina pada tahun1521. Kemudian
ia terbunuh. Perjalanan dilanjutkan oleh
Sebastian Del Kano yang tiba di Maluku dan terjadi kontak senjata dengan
portugis yang kemudian diselesaikan dengan Perjanjian Saragosa yang isinya
ialah :
1. Daerah kekuasaan Portugis adalah Brasilia sampai Maluku.
2. Daerah kekuasaan Spanyol adalah Mexico ke barat sampai Filipina.
1. Daerah kekuasaan Portugis adalah Brasilia sampai Maluku.
2. Daerah kekuasaan Spanyol adalah Mexico ke barat sampai Filipina.
Meskipun di Eropa telah muncul pusat perdagangan rempah-rempah,
namun Belanda tetap berupaya mendapatkannya langsung dari sumbernya. Belanda
datang ke Indonesia disebabkan oleh Portugis yang melarang Belanda berdagang di
Lisabon, Eropa Barat. Belanda pertama kali datang di Indonesia pada tahun 1596.
Ekspedisi yang dipimpin oleh Cornelius de Houtman berhasil mendarat di Banten.
Namun ekspedisi pertama ini kurang begitu menguntungkan karena sikap mereka
yang kurang ramah sehingga di usir dari Banten. Kedatangan belanda yang kedua
dipimpin oleh Jacob Van Neck. Ia berhasil mendarat di Maluku dan dapat membawa
hasil yang sangat banyak. Keberhasilan Van Neck ini mendorong pedagang-pedagang
Belanda lainnya datang langsung ke Indonesia.
Kepentingan
perdagangan tersebut membawa konflik baik antar bangsa Eropa, maupun dengan
penguasa lokal di Nusantara. Masing-masing membangun kekuatannya seperti
membentuk serikat dagang atau melengkapi teknologi perkapalan dan armada
perang. Masing-masing tak jarang saling berhadapan dan peperangan pun terjadi.
Pada
tanggal 20 Maret 1602, untuk memperkuat kepentingan dagangnya, Belanda
membentuk Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Selama sekitar 9 tahun VOC melakukan
perdagangan dengan singgah di sembarang pelabuhan. Kemudian pada tahun 1611,
VOC membeli lahan sekitar satu hektar di Sunda Calapa seharga 1.200 ringgit
dari tangan Wijaya Krama, penguasa Jayakarta. Lahan tersebut dibangun menjadi
kota dagang. Perdagangan VOC makin berkembang pesat setelah dengan kekuatannya
menyingkirkan kekuasaan Jayakarta dan mengubah Jayakarta menjadi Batavia
tanggal 30 Mei 1619. Batavia menjadi markas pusat VOC.
VOC dibentuk dengan Tujuan:
1.
Menghindari
persaingan antar sesama pedagang Belanda.
2.
Memperkuat
posisi Belanda dalam menghadapi persaingan dengan bangsa Eropa lainnya, seperti
Portugis dan Spanyol.
3.
Memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, keberadaan VOC di Indonesia tidak
hanya tumbuh sebagai kongsi dagang, namun juga menjadi kekuatan politik yang
banyak mempengaruhi perkembangan di Indonesia.
VOC mempunyai hak-hak istimewa yang diberikan oleh
Parlemen Belanda disebut hak Oktrooi. Hak Octrooi tersebut berisi hal-hal
sebagai berikut :
• VOC memperoleh hak monopoli perdagangan.
• VOC memperoleh hak untuk mencetak dan
mengeluarkan uang sendiri.
• VOC dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di
Asia.
• VOC berhak mengadakan perjanjian.
• VOC berhak memaklumkan perang dengan Negara
lain.
• VOC berhak menjalankan kekuasaan kehakiman.
• VOC berhak mengadakanpemungutan pajak.
• VOC berhak memiliki angkatan Perang sendiri.
• VOC berhak mengadakan pemerintahan sendiri.
Disamping hak istimewa, VOC juga mempunyai
kewajiban khusus terhadap pemerintah Belanda. VOC wajib melaporkan hasil
keuntungan dagangnya kepada Parlemen Belanda. VOC juga wajib membantu
pemerintah Belanda dalam menghadapi berbagai perangan.
Seperti yang sudah
saya singgung pada tulisan di atas, keberadaan VOC menjadi momok menakutkan
serta ancaman bagi penguasa lokal. Di antaranya penguasa Banten dan Mataram. Kasultanan Banten kemudian dipaksa tunduk di bawah VOC. Dalam
menundukkan Banten, selain menggunakan kekuatan militer, VOC juga menjalankan
strategi “pelumpuhan penyangga ekonomi” kasultanan Banten. Dalam laporan
penulis bangsa kulit putih, disebutkan banyak orang Tionghoa di Banten sebagai
pedagang dan memberikan andil besar sebagai pemasok pajak bagi kasultanan Banten.
Sedang warga pribumi banyak dijadikan budak. Dengan blokade perdagangan,
penarikan pedagang Tionghoa ke Batavia (melalui bujukan mendapat upah hingga
dengan penculikan paksa), serta ikut mengintervensi konflik internal kasultanan
Banten (konflik Sultan Ageng Tirtoyoso dengan Sultan Haji tahun 1683), hegemoni
Kasultanan Banten akhirnya runtuh. Daerah Tangerang selanjutnya dapat dikuasai
VOC sejak ditandatangani perjanjian antara Sultan Haji dan VOC pada tanggal 17
April 1684. Sedangkan konflik dengan Mataram terjadi tatkala Sultan Agung ingin
menguasai seluruh Jawa. Ia sempat melakukan penyerbuan ke Batavia selama dua
kali tahun 1628 dan 1629 namun berakhir gagal. Kasultanan Banten dan Mataram
tak mampu mengusir VOC dari tanah Nusantara.
Penting disinggung di sini mengapa
kekuatan bangsa Eropa, khususnya VOC kemudian mampu menguasai jalur perdagangan
antar pulau, padahal sebelum mereka datang, perdagangan laut sesungguhnya
justru didominasi orang-orang Tionghoa. Salah satu penyebabnya karena adanya perlengkapan
teknologi bangsa barat yang kala itu jauh lebih unggul. VOC mempunyai
armada-armada kapal yang besar lengkap, dengan persenjataan. Maka, bangsa kulit
putih tersebut mampu membawa barang-barang jauh lebih banyak dibanding pedagang
lain, terutama jung-jung Tiongkok. Para pedagang Tiongkok kemudian tidak dapat
bersaing. Mereka tidak mampu lagi melakukan aktivitas mondar-mandir antar
pulau. Perdagangan laut dikuasai oleh bangsa kulit putih. Hal itu menyebabkan
pergeseran kedudukan mereka dari pedagang besar antar pulau dan perantara
dengan warga pribumi, kemudian berubah hanya menjadi pedagang perantara antara
bangsa kulit putih (VOC) dengan penduduk pribumi. Bahkan, sebagian dari mereka
di kemudian hari ada yang harus berprofesi sebagai petani ketika menghadapi
tekanan politik kolonial.
Begitu VOC mampu mengembangkan Batavia
sebagai pusat dagang, maka dimulailah sistem kekuasaan layaknya sebuah negara.
Untuk mencapai tujuan utamanya di bidang perdagangan, ia harus mampu mengontrol
kehidupan kota dan mengatur penduduknya. Pada masa awal VOC di Batavia, kontrol
penduduk paling mencolok adalah penentuan warga kota (ingezetenen) dan
orang asing (vreemdelingen). Warga
kota adalah mereka yang bisa menopang kepentingan dagang VOC, antara lain:
pejabat VOC, serdadu Eropa maupun sewaan dari Jepang, orang Tionghoa, para
budak rampasan Portugis dari pantai India. Sedangkan penduduk pribumi
dinyatakan sebagai warga asing. Warga asing tersebut meliputi semua orang Jawa
baik dari Banten maupun Mataram (Javanen) dan disebut sebagai inlanders atau bumiputra. Saat konflik antara VOC dengan
Banten dan Mataram, keberadaan orang Jawa tersebut dilarang tinggal di dalam
kota dan hanya boleh membangun pondok di luar tembok. Wilayah diluar kota biasa
disebut Ommelanden.
Pada
akhir abad ke-18, VOC mengalami kemunduran disebabkan :
•
Gencarnya persaingan dari bangsa Perancis dan Inggris.
•
Korupsi dan pencurian yang dilakukan para pegawai VOC.
•
Maraknya perdagangan gelap di jalur monopoli VOC.
•
Besarnya aggaran belanja VOC tidak sebanding dengan pemasukkannya.
•
Meningkatnya kebutuhan gaji pegawai
•
Tertalu banyak biaya yang dikeluarkan dalam menumpas pemberontakan rakyat.
Akhirnya VOC dibubarkan pada tahun 1799 dengan
segala tanggungjawab VOC diambil alih oleh kerajaan Belanda dengan tujuan agar
wilayah Indonesia tetap dalam pengendalian Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...