Senin, 19 November 2012

Antara Peci dan Iket Kepala


Oleh : Abu Aisyah
Untuk Kerahasiaan Informan muka ditutup agar lebih syar'i

Tradisi menutup kepala bagi laki-laki adalah tradisi dunia yang ada di setiap sistem budaya, ia menjadi sebuah kewajiban yang mencerminkan kepribadian seseorang. Dalam ruang lingkup ilmu rawi hadits (orang-orang yang meriwayatkan hadits Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam) terdapat salah satu persyaratan seseorang itu dianggap tsiqah (syarat diterima riwayat haditsnya) adalah ketika ia senantiasa menutup kepalanya dengan imamah, sorban, peci atau yang lainnya. Tradisi menutup kepala di kalangan muslim menjadi satu keutamaan terutama ketika hendak melaksanakan shalat dan beberapa ibadah lainnya.
Tradisi menutup kepala menjadi trend terutama di abad pertengahan, dari budaya Eropa di Barat hingga budaya Nusantara dan China terdapat tradisi menutup kepala. Bagaimana dengan Indonesia? Menutup kepala menjadi kebiasaan yang juga kita temukan di seluruh budaya Indonesia. Dari Aceh di barat hingga Papua di timur semunya menjadikan penutup kepala sebagai “mahkota”. Pada suku Sunda? Tampak jelas bahwa suku Sunda menjadikan penutup kepala sebagai bagian tidak terpisahkan dalam kehidupan mereka.
“Moga-moga wae dina mastaka aya mustika” begitu kata Kang Entang, sebagai sesepuh suku Sunda. Tentu saja tradisi menutup kepala ini telah diwariskan secara turun-temurun, dalam ranah ini penggunaan penutup kepala bukan lagi sebagai pelindung ketika hujan atau panas, tetapi telah menjadi sebuah gaya hidup (life style) yang didasarkan pada keyakinan.
Penggunaan iket kepala saat ini menjadi trend baru masyarakat Adat terutama di Jawa Barat, ada yang setuju dan tidak sedikit yang mencibirnya. Tentu saja karakter masyarakat adat yang “cuek” tidak pernah ambil pusing dengan pendapat-pendapat tersebut. Namun ada yang menarik ketika iket kepala ini disandingkan dengan peci khas timur tengah. Bagaimana jadinya dan seperti apa pendapat anda tenga hal ini? Maksud saya adalah ketika peci dan iket kepala itu menjadi saudara kembar...
Sebagaimana disebutkan di awal bahwa menutup kepala merupakan tradisi dunia, sehingga klaim bahwa ia adalah ciri khas budaya tertentu sepertinya tidak tepat, apalagi sampai mendeskriditkan salah satu dari tradisi ini. Demikian juga para pemakai penutup kepala dengan segal modelnya merupakan keragaman yang layak kita rayakan. Masing-masing memiliki karakter dan kekhasan dan yang lebih dari itu adalah bahwa penggunannnya akan selaras dengan kondisi masyarakat dan lingkungannya. Sebagai contoh peci dan imamah atau sorban di Arab akan sesuai dengan lingkungannnya, demikian juga penggunaan iket kepala akan sesuai dengan budaya sunda yang selalu berada di huma.
Maksud dari tulisan ini adalah bahwa antara peci dan iket kepala sejatinya memiliki kesamaan fungsi dan tradisi, sehingga menjadi sebuah warna ketika keduanya bisa bersama dalam perbedaan bukan saling merendahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Bagaimana menurut anda?             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...