Minggu, 04 Desember 2011

Mendulang Keberkahan Hidup Dengan Ekonomi Syari'ah



Oleh : Didin Hafidhuddin



1.      Ekonomi sebagai suatu usaha untuk mempergunakan sumber-sumber daya secara rasional untuk memenuhi kebutuhan, sesungguhnya melekat pada watak manusia. Tanpa disadari, kehidupan manusia sehari-hari didominasi kegiatan ekonomi.
Ekonomi yang dalama bahasa Arabnya al-Iqtishad (الإقتصاد) berarti hemat, dengan perhitungan, juga mengundang makna rasional dan nilai secara implisit. Ekonomi Islam pada hakikatnya adalah upaya pengalokasian sumber-sumber daya untuk memproduksi barang dan jasa sesuai dengan petunjuk Allah SWT untuk memperoleh ridha-Nya. Petunjuk Allah SWT tentang hal itu sudah ada sejak wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَافِى السَّمَوَاتِ وَمَا فِى الأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِى اللهِ بِغَيْرِ عَلْمٍ وَلاَهُدًى وَلاَكِتَابٍ مُنِيْرٍ. {لقمان : 20}.
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni`mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan”. (QS. Luqman : 20).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَءَاتِ ذَاالْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلَ وَلاَتُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْا إِخْوَانَ الشَّيَاطِيْنِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوْرًا (27).{الإسراء: 26-27}.
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (26). Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya (27)”. (QS. Al-Isra : 26-27).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَبَنِى ءَادَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلاَتُسْرِفُوْا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ. {الأعراف : 31}.
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-A'raf : 31).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَالَّذِيْنَ إِذَا أَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا. {الفرقان : 67}.
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”. (QS. Al-Furqan : 67).

2.      Ekonomi Islam dibangun atas empat landasan filosofis, yaitu: Tauhid (التّوحيد), keadilan dan keseimbangan (العدالة والتّوازن), kebebasan (الحرّيّة), dan pertanggungjawaban (المسؤليّة).
à  Tauhid berarti tumbuhnya kesadaran bahwa pengatur rizki yang bersifat mutlak hanyalah Allah SWT. Manusia hanyalah diperintahkan berusaha dan bekerja seoptimal mungkin mencari rizki sesuai dengan aturan-Nya, sehingga merupakan bagian dari ibadah kepada-Nya.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَمَا مِنْ دَآبَّةٍ فِى الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِى كِتَابٍ مُبِيْنٍ. {هود : 6}.
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Hud : 6).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَهُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيوةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ. {الزّخرف : 32}.
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS. Az-Zukhruf : 32).

Kesadaran tauhid ini akan menghilangkan/meminimalisir sifat iri, dengki dan rakus/thama’ dalam mencari rizki.
قَالَ رَسُولُ اللهِ  s: إِيَّاكُمْ وَالطَّمَعَ فَإِنَّهُ الْفَقْرُ الْحَاضِرُ. {رواه الطّبرانى}.
“Rasulullah Saw. bersabda: “Jauhilah oleh kamu sekalian sifat thama’/rakus, karena ketamakan dan kerakusan itu merupakan kefakiran yang nyata”. (HR. Thabrani).

Dalam sebuah hadits riwayat Ibnu ‘Asakir dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah Saw. juga menyatakan bahwa sumber dosa dan malapetaka itu adalah: Takabbur/sombong, rakus dan hasad”.
à  Keadilan dan keseimbangan ditegaskan dalam banyak ayat suci Al-Qur’an sebagai dasar kesejahteraan hidup manusia. Oleh karena itu, seluruh kebijakan dan kegiatan ekonomi harus dilandasi paham keadilan dan keseimbangan. Sistem ekonomi haruslah secara intrinsik membawa keadilan dan keseimbangan. Dalam ekonomi Islam misalnya, pertumbuhan dan pemerataan merupakan dua dari satu entitas. Pada tingkat teknis, hal ini tampak pada praktek mudharabah (lost and profit sharing) dimana pemilik modal dan pekerja ditempatkan pada posisi yang sejajar dan adil.
Kesetaraan/mitra ini terjadi juga pada hubungan buruh dengan majikan. Bahkan Nabi Saw. dalam sebuah hadits riwayat Abu Daud menyatakan bahwa pekerja/buruh/ pembantu adalah merupakan saudara dari majikannya.
à Kebebasan mengandung pengertian bahwa manusia bebas melakukan seluruh aktifitas ekonomi sepanjang tidak ada ketentuan-ketentuan Allah yang melarangnya. Ini menunjukkan bahwa inovasi dan kreativitas dalam ekonomi adalah suatu keharusan.
à Pertanggungjawaban memiliki arti bahwa manusia sebagai pemegang amanah memikul tanggungjawab atas segala putusannya. Manusia dipandang sebagai makhluk yang mempunyai kebebasan memilih berbagai alternatif yang ada di hadapannya. Pada gilirannya ia harus bertanggungjawab kepada Allah SWT.
قَالَ رَسُولُ اللهِ  s: لَنْ تَزُوْلَ قَدَمَا عَبدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ, وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَ أَبْلاَهُ, وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اِكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ بِهِ. {رواه أبو داود}.
“Rasulullah Saw. bersabda: “Seseorang yang akan terlepas dari empat pertanyaan pada Hari Kiamat nanti: Usia dipergunakan untuk apa, masa muda dihabiskan untuk apa, harta benda yang dimiliki bagaimana cara mendapatkannya dan bagaimana pula caa memanfaatkannya; serta ilmu pengetahuan bagaimana pengamalannya”. (HR. Abu Daud).




3.      Dalam ekonomi (mu’amalah) terdapat beberapa kaidah:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِيْنَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُوْن َعَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. {رواه التّرمذى}.
“Perdamaian (transaksi) apapun antara sesama kaum muslimin boleh dilakukan, kecuali jika mengharamkan yang halal, atau menghalalkan yang haram”. (HR. Turmudzi).

الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ الإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
“Hukum asal dari mu’amalah itu diperbolehkan, kecuali adanya dalil yang menunjukkan keharamannya”.

a.       Dilarang mencari harta dengan cara yang bathil, seperti menipu, korupsi, dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan firman Allah pada QS. An-Nisa ayat 29.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا لاَتَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ وَلاَتَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا. {النّسآء : 29}.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa’ : 29).

b.      Dilarang mempermainkan timbangan, takaran dan kualitas. Hal ini sejalan dengan firman Allah pada QS. Al-Muthaffifin : 1-5.
c.       Dilarang melakukan perjudian dan menjual barang-barang yang diharamkan. Hal ini sejalan dengan firman Allah pada QS. Al-Maidah : 90.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنْصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مَنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. {المائدة : 90}.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Al-Maidah : 90).

d.      Dilarang melakukan kegiatan riba, dan bunga termasuk kategori riba. Perhatikan QS. Al-Baqarah : 278-279.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَذَرُوْا مَابَقِيَ مِنَ الرِّبَوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ     (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَتَظْلِمُوْنَ وَلاَتُظْلَمُوْنَ (279). {البقرة : 278-279}.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (278). Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (279)”. (QS. Al-Baqarah : 278-279).

Haramnya bunga telah ditetapkan pula oleh:
]  Majelis Tarjih Muhammadiyyah (Sidoarjo, 1968).
]  Lajnah Bahtsul Masaail Nahdatul Ulama (Bandar Lampung, 1982).
]  Sidang Organisasi Konfrensi Islam (OKI) di Islamabad, 1970.
]  Sidang MUFTI Negara Mesir, Kairo 1989.
]  Konsul Kajian Islam Dunia, 1965.
]  Kajian Islam dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia.
]  Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, 2003.

e.       Dilarang melakukan kegiatan ekonomi yang melalaikan ibadah. Perhatikan firman Allah pada QS. An-Nur : 37.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: رِجَالٌ لاَتُلْهِيْهمْ تِجَارَةٌ وَلاَبَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلوةِ وَإِيْتَآءِ الزَّكَوةِ يَخَافُوْنَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ وَالأَبْصَارُ. {النّور : 37}.
“laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang”. (QS. An-Nur : 37).

4.      Bagian penting dari ekonomi Islam, adalah kegiatan berzakat dan berinfaq (ZIS). Kesediaan berzakat/infaq akan menenangkan hati dan fikiran, akan mengembangkan dan memberkahkan harta yang dimiliki, dan akan menumbuhkan jiwa sosial yang tinggi.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَمَآءَاتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَا فِى أَمْوَالِ النَّاسِ فَلاَيَرْبُوْا عِنْدَ اللهِ وَمَآءَاتَيْتُمْ مِنْ زَكَوةٍ تُرِيْدُونَ وَجْهَ اللهِ فَأُولئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ. {الرّوم : 39}.

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (QS. Ar-Rum : 39).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسَاكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِى سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ. {التّوبة : 60}.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah : 60).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ. {التّوبة : 103}.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah : 103).

5.      Jika keseharian kegiatan ekonomi kita (dalam arti luas) dilandasi dan diikat oleh ekonomi Islam, maka insya Allah kita akan mendapatkan keberkahan dan keselamatan hidup di dunia ini maupun di akhirat nanti.

Wallahu A'lam bi Ash-Shawab.



[1] Disampaikan pada Kajian Islam Masjid Baitul Ihsan Bank Indonesia, Kerjasama IKADI, Rabu 9 Rajab 1425 H/25 Agustus 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...