“Tidak akan masuk surga siapa yang dalam hatinya ada kesombongan walau seberat zarrah (atom)”…(HR. Muslim). Maka bagaimana jika kesombongan tersebut mencegahnya dari hidayah?…
Jabalah bin Al Aiham…
Ia adalah seorang raja dari raja-raja Ghossan. Keimanan mulai masuk ke dalam hatinya, ia masuk Islam, kemudian me-nulis surat kepada Khalifah Umar ra. Dia meminta izin untuk datang kepadanya. Umar dan kaum muslimin sangat gembira karenanya. Umar menulis surat kepada-nya, "Datanglah kepada kami… dan eng-kau memiliki hak-hak seperti kami serta kewajiban-kewajiban seperti kami.”
Maka datanglah Jabalah disertai lima ratus prajurit berkuda dari kaumnya… Tatkala dia sudah dekat dari Madinah… dia mengenakan pakaian yang ditenun dari emas dan mahkota yang bertatahkan mu-tiara diletakkan di kepalanya. Para prajurit-nya diberi pakaian yang indah…
Ketika ia masuk ke Madinah, semua orang keluar untuk melihatnya, demikian pula para wanita dan anak-anak. Sementara khalifah Umar segera menyambut dan duduk didekatnya. Memasuki musim haji, Umar menunaikan haji dan Jabalah pun ikut haji bersama beliau. Ketika ia sedang thawaf di Ka'bah tiba-tiba seorang laki-laki miskin dari suku Bani Fuzarah tak sengaja menginjak sarungnya. Jabalah menoleh kepadanya dengan penuh rasa marah lalu menamparnya hingga hidung laki-laki tersebut terkoyak. Maka orang dari suku Fuzarah itu marah lalu meng-adukannya kepada Umar bin Khatthab…
Umar memanggil Jabalah dan berkata, "Kenapa engkau menampar saudaramu ketika thawaf sampai melukai hidungnya, wahai Jabalah!?” Jabalah berkata dengan penuh kesombongan, "Dia telah menginjak sarungku dan kalau bukan karena kesucian Ka'bah pasti sudah aku penggal lehernya!"
Umar berkata kepadanya, "Sekarang engkau telah mengakui perbuatanmu, engkau harus meminta maaf kepadanya… atau kalau tidak, maka ia akan meng-qishas-mu (membalas) dan menampar wajahmu!"
Jabalah berkata, "Dia membalasku? Sementara aku adalah raja dan dia rakyat jelata?!"...
Umar berkata, "Wahai Jabalah, sesungguhnya Islam telah menyamakan antara engkau dengan dia. Engkau tidaklah lebih mulia dari dia kecuali dengan ketakwaan."
Jabalah berkata, "Kalau begitu aku akan beralih ke agama Nasrani."...
Umar menjawab, "Barangsiapa me-nukar agamanya maka harus dibunuh, maka jika engkau beralih ke agama Nasrani akan aku penggal lehermu."...
Jabalah berkata, "Tundalah aku sampai esok wahai Amirul Mukminin."...
Umar menjawab, "Ya, boleh."… Ketika malam telah tiba Jabalah dan para prajuritnya keluar dari Makkah. Mereka berjalan menuju Konstantinopel lalu beralih ke agama Kristen…
Zaman segera berlalu, kemewahan, kemuliaan dan kelezatan duniawi yang dimiliki Jabalah telah sirna. Hiasan hari yang dimiliki Jabalah hanyalah penyesal-an… ia teringat dengan hari-harinya ketika ia masih Islam… teringat dengan kelezatan shalat serta puasanya… lalu ia menyesal karena telah meninggalkan dien tersebut… dan menyekutukan Allah Rabbul 'Alamin, ia menangis dan berkata (dalam untaian syairnya) sebagai berikut:
"Orang yang mulia telah beralih ke agama Nasrani karena menghindari 'aibnya tamparan… padahal seandainya ia bersabar di dalamnya tentu tidak ada mudharatnya…
Kesombongan dan keangkuhan telah menguasai diriku… dan aku tukar karena-nya mata yang sehat dengan mata yang juling…
Wahai seandainya ibuku tidak melahirkanku… dan wahai seandainya aku merujuk kepada perkataan yang dikatakan Umar kepadaku…
Wahai seandainya aku ini penggembala kambing di padang-padang sunyi... dan aku berjalan di antara kabilah Rabi'ah atau Mudhar…
Wahai seandainya di Syam aku me-miliki ma'isyah (pekerjaan) yang rendah sekalipun … dan aku bergaul dengan kaumku dengan sepenuh pendengeran dan penglihatanku…"
Namun demikian, Jabalah tetap dalam agamanya yang Nasrani sampai mati… Benar, dia mati di atas kekafiran karena dia sombong untuk merendah kepada syariat Rabbul 'Alamin…
Kisah kedua adalah tentang seorang penyair kesohor yang namanya sudah menyebar ke seantero Jazirah Arab…
Seringkali seorang mengenal ke-benaran dan ingin mengikutinya… namun dia terpedaya oleh kesenangan dunia se-hingga tetap dalam kemaksiatannya. Entah itu terpedaya oleh jabatan, harta, keduduk-an atau persahabatan, sehingga ia tidak dapat istiqamah di atas dien… dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, padahal akhirat jauh lebih baik dan kekal…
A'sya bin Qais…….
Dia adalah seorang penyair yang sudah lanjut usia. Dia pergi dari Yamamah, dari Najed… menuju Nabi saw karena ingin masuk Islam. Dia berjalan dengan naik unta, didalamnya penuh kerinduan untuk bertemu Rasulullah saw. Bahkan ia berjalan sambil mengulang-ulang pujian untuk Nabi saw, seraya berkata (dalam untaian sya’irnya):
"Wahai orang yang bertanya kepada-ku, ‘Kemana engkau menuju?’... Sesungguh-nya aku memiliki janji pertemuan dengan penduduk Yatsrib (Madinah)…
Yaitu seorang Nabi yang melihat apa yang tidak kalian lihat… dan namanya telah menyebar keseluruh penjuru negeri…
Aku lihat engkau tidak mendengar-kan para penyeru utusan Muhammad … Nabiyullah, ketika ia berwasiat dan mempersaksikan…
“Jika engkau tidak berangkat dengan berbekalkan takwa… dan akan engkau temui setelah kematian nanti orang-orang yang telah berbekal …
Engkau pasti akan menyesal karena tidak seperti dia… maka tunggulah perkara yang sudah disiapkan”…
A'sya bin Qais berjalan melintasi padang pasir dan lembah-lembah sunyi, rasa rindu dan cintanya kepada Nabi saw… serta ingin memeluk Islam men-dorongnya untuk membuang keinginan penyembahan berhala…
Ketika sudah dekat dengan Madinah, dia dicegat oleh beberapa orang musyrik dan ditanya tentang maksud kedatangannya. Ia memberi tahu mereka bahwa kedatangan-nya karena ingin bertemu Rasulullah saw untuk masuk Islam. Orang-orang musyrik mereka khawatir jika penyair ini masuk Islam, sehingga menyebabkan semakin kuatnya kedudukan Nabi saw. Seorang penyair saja yaitu Hassan bin Tsabit telah membuat mereka kewalahan, maka bagaimana seandainya seorang penyair Arab A'sya bin Qais juga masuk Islam…
Mereka berkata kepadanya, "Wahai A'sya, agamamu dan agama orang-orang tuamu lebih baik bagimu …"
Ia menjawab, "Tidak, bahkan agama beliau lebih baik dan lebih lurus…"
Mereka saling berpandangan dan ber-musyawarah tentang bagaimana caranya menghalangi orang ini dari dienul Islam. Lalu mereka berkata, "Wahai A'sya, se-sungguhnya agama ini mengharamkan zina…"
Ia menjawab, "Saya orang yang sudah sangat tua … saya tidak berhajat kepada wanita…"
Lalu mereka berkata, "Wahai A'sya, sesungguhnya agama ini mengharamkan khamr…"
Ia menjawab, "Sesungguhnya khamr itu merusak akal… membuat seorang jadi terhina… saya tidak berhajat kepada-nya…"
Melihat keteguhan Asya yang tetap bersikeras untuk masuk Islam, mereka berkata, "Kami akan beri engkau seratus ekor unta, dengan syarat engkau kembali ke keluargamu dan engkau tinggalkan Islam…"
Mendengar hal tersebut ia mulai berfikir tentang harta, ternyata jumlah yang dikeluarkan adalah kekayaan yang cukup besar. Syaitan menguasai akalnya kemudian ia menoleh kepada mereka seraya berkata, "Adapun jika harta… maka baiklah…"
Dengan segera mereka mengumpul-kan seratus ekor unta untuknya … kemudian ia ambil… dan berbalik ke belakang (murtad) untuk kembali kepada keluarganya dengan kekafiran. Ia meng-giring unta-unta itu di depannya dengan penuh gembira dan suka cita ia melihat bahwa kepenyairan, kedudukan dan harta telah terhimpun pada dirinya …
A’sya bin Qais lupa bahwa Allah senantiasa mengawasinya. Bagaimana ia sampai maksiat kepada Allah hanya karena dunia, sedangkan di sisi Allah terdapat perbendaharaan langit dan bumi…
Ketika ia sudah hampir sampai ke perkampungannya, ia terjatuh dari unta-nya hingga tulang lehernya patah dan mati. Dia telah rugi dunia dan akherat. Itulah kerugian yang nyata …
Jadilah engkau manusia yang Rob-bani (senantiasa ta’at kepada Allah) dan jangan menjadi manusia yang Ramadhani (hanya ta’at di bulan Ramadhan).
Semoga Allah menerima seluruh amal shaleh kita dan mengaruniakan kepada kita istiqomah di atas sunnah Rasulullah saw ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...