Sungguh seorang yang menghamba pada Yang Maha Mulia akan ikut mulia. Karena Yang Mulia memberikan kemuliaan-Nya dengan berkah kasih sayang dan cinta serta ampunan-Nya terhadap kesalahan dan kekhilafan.
Di awal bulan istimewa-Nya Allah menurunkan kasih sayang untuk para pemburu cinta-Nya. Saat sepuluh hari pertama lewat dan seandainya Dia mengumumkan daftar nama orang-orang yang dirahmati-Nya, apakah nama kita termasuk di dalamnya? Kita pun segera memasuki peluang hari berikutnya untuk memburu ampunannya, mencari maghfirah-Nya.
Sepuluh hari kedua pun telah lewat. Seandainya Allah mengumumkan list nama-nama yang diampuni oleh-Nya, apakah nama kita ada di sana? Tak ada yang berani menjawabnya.
Saat ini, kita memasuki etape terakhir pembekalan ini. Rute tersulit yang di dalamnya –kadang– orang telah kehilangan konsentrasi. Sebagian justru jauh berpikir duniawi ke depan, bagaimana mempersiapkan keadaan setelah puasa. Padahal Ramadhan belum benar-benar meninggalkan kita.
Ini merupakan babak final yang menjadi akibat dari dua level sebelumnya. Rahmah dan kasih sayang Allah membawa ampunan untuk para hamba-Nya. Seandainya ia merasa belum maksimal merasakannya, ia akan memburu ampunan tersebut. Dan ampunan tersebutlah yang membawa pembebasan dari kemurkaan-Nya yang dahsyat. Pembebasan dari api neraka.
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur'an) pada malam kemuliaan". (QS. 97:1)
Allah menurunkan Al Qur'an pada sebuah malam yang mulia yang "lebih baik dari seribu bulan" . (QS. 97:3)
Mengapa Allah begitu mengistimewakan malam itu. Malam yang hanya sebagian saja dari waktunya dijadikan Allah sebagai fasilitator turunnya Kalam-kalam suci itu dari lauh mahfuzh-Nya.
Malam yang hanya bersentuhan sesaat saja dengan Al Qur'an, nilainya digandakan Allah lebih baik dari 30.000 malam yang tidak bersentuhan dengan lailatul qadr tersebut.
Betapa beruntungnya malam itu. Lebih beruntung lagi, bagi mereka yang menggunakan kesempatan ini. Bagi para pemburu kebaikan seribu bulan, pasti dijadikan sebuah peluang emas untuk menutupi keterbatasan dua etape sebelumnya di 20 hari yang telah lewat.
Lantas bagaimana dengan seorang mukmin yang tenggorokannya dilewati oleh huruf-huruf Al Qur'an. Tentu tenggorokan tersebut lebih baik dari tenggorokan-tenggorokan lainnya. Satu hurufnya saja diberi insentif ukhrawi berupa sepuluh kebaikan. Ada berapa huruf di dalamnya. Telinga yang mendengarkannya, lebih baik dari telinga yang menjauh darinya. Mata yang membacanya, lebih baik dari mata yang menghindarinya. Dan mata ini menjadi akumulasi ketiganya, ia meneteskan air mata karena mendengarkan, melihat dan membacanya. Air mata kesyahduan. Ada ketakutan di sana. Ada pengharapan. Ada kenikmatan. Ada seribu ada, tak terungkap dengan kata-kata. Sungguh, tetesan itu hanya dinikmati oleh mereka yang sanggup meneteskan air mata; sedang orang disekelilingnya keheranan mengapa hal itu bisa terjadi.
Itulah kenikmatan bersentuhan dengan keberkahan. Bagaimana seorang mukmin yang seluruh hidupnya selalu bersentuhan dengan Al Qur'an. Dadanya menjaga dan menghafalnya. Perilakunya mencerminkan keberkahan itu. Sungguh, orang seperti ini lebih baik dari seribu orang yang tak pernah bersentuhan dengan keberkahan itu.
Abu Musa al Asy'ari meriwayatkan sabda Rasulullah Saw. "Perumpamaan seorang mukmin yang membaca Al Qur'an seperti buah Utrujjah, baunya harum dan rasanya enak. Sedang orang mukmin yang tak suka membaca Al Qur'an bagaikan buah Tamr, tak ada baunya dan rasanya manis…." (HR. Bukhari Muslim)
Menurut berbagai riwayat malam keberkahan tersebut terjadi di sepuluh hari terakhir ini, di etape terakhir madrasah pembekalan ini. Ibunda Aisyah binti Abi Bakar Ash Shiddiq ra. meriwayatkan sabda Rasulullah, "Carilah lailatul qadr pada hari-hari ganjil di sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan" (HR. Bukhari Muslim)
Pada sepuluh hari terakhir, Rasulullah Saw. meningkatkan ibadahnya melebihi 20 hari yang telah lewat. Ali bin Abi Thalib ra. meriwayatkan, "Rasulullah Saw. ketika telah memasuki sepuluh hari terakhir mengencang-kan sarung dan membangunkan keluarganya" (HR.Ahmad)
Kegigihan Rasulullah Saw. hendak memberi contoh kepada kita betapa siapapun dia, jika tak menggunakan peluang ini akan sangat merugi dan menyesal di kemudian hari. Apakah dia telah memiliki tabungan yang banyak sehingga ia malas menggunakan peluang yang sulit terulang lagi. Karena tak ada jaminan hal ini akan didapatinya di tahun depan. Semuanya serba ghaib. Atau bagi mereka yang hari-hari sebelumnya penuh dengan kekhilafan dan dosa serta kelalaian. Saat inilah kebangkitan hakiki itu.
Pemburu seribu bahkan tiga puluh ribu keberkahan…
Syeikh Mubarakfuri mempunyai analisis yang bagus, berkenaan dengan malam keberkahan tersebut. Di hari ke berapakah Al Qur'an turun pertama kali kepada Rasulullah Saw.?
Suatu ketika Rasulullah Saw. ditanya, mengapa beliau sering berpuasa pada hari Senin. Beliau menjawab karena pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu aku menerima wahyu dari Allah untuk pertama kali.
Sudah menjadi kesepakatan ulama, bahwa al Qu'ran diturunkan pada bulan Ramadhan, sebagaimana yang dinashkan Al Qur'an dan Hadits. Allah telah mengabadikan hal itu "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)…". (QS. 2:185). Berikutnya Allah menegaskan lagi, "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan". (QS. 44:3)
Pada bulan Ramadhan tahun itu, hari Senin terulang sebanyak empat kali. Yaitu pada tanggal ke 7, 14, 21, dan 28. Dalam hadits-hadits nabawi dianjurkan untuk mencari lailatul qadr pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Bahkan ada yang lebih spesifik lagi, yaitu pada hari-hari ganjil. Dengan demikian, lailatul qadr terjadi pada malam ke 21. Karena 7, 14 dan 28 tidak memenuhi kriteria sebagaimana yang disebutkan dalam gabungan hadits-hadits yang ada. Lantas benarkah, malam keberkahan tersebut terjadi pada hari itu. Allahu a'lam. Sangat banyak pendapat yang mengatakannya. Ada yang menjadikan bulan Ramadhan secara umum. Ada yang mengkhususkan pada sepuluh hari terakhir. Ada yang mengkhususkan lagi pada hari-hari ganjil di sepuluh hari tersebut. Ada yang berpendapat pada hari 27. Ada ….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...