Minggu, 04 Maret 2012

Eksistensi 'Urf dalam Hukum Islam

Oleh : Abdurrahman MBP


Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para cendekiawan muslim mengenai kedudukan ‘urf dalam Islam. Namun merujuk kepada hadits-hadits Nabi dan juga praktek para ulama terdahulu menunjukan bahwa ‘urf adalah bagian dari metode hukum Islam dalam menetapkan suatu hukum. Beberapa dalil yang dijadikan dasar bagi ‘urf adalah :


خُذِ ٱلْعَفْوَ وَأْمُرْ بِٱلْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ ٱلْجَٰهِلِينَ
Jadilah Engkau Pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. QS. al-A’raf : 199
Kata ‘urf dalam ayat di atas oleh Ushuliyun difahami sebagai sesuatu yang baik dan telah menjadi kebiasaan masyarakat. Maka ayat di atas menjadi landasan untuk mengerjakan sesuatu yang dianggap baik yang menjadi tradisi dalam suatu masyarakat. Pada prinsipnya syari’at Islam menerima dan mengakui adat dan tradisi selama tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Islam tidak serta merta menghapus tradisi dalam masyarakat Arab ketika ia diturunkan. Tradisi yang baik dilestarikan sedang tradisi yang buruk secara bertahap dihapuskan. Sebagi contoh tradisi masyarakat Arab yang dilestarikan adalah praktek bagi hasil dalam perdagangan (mudharabah), jual beli salam yang merupakan kebiasaan masyarakat Madinah, dan jual beli ‘araya (jual beli kurma yang masih “basah” yang masih di pohon dengan kurma yang sudah kering).
Hadis Nabi ,”Segala sesuatu yang dianggap kaum muslimin baik, maka demikian itu di sisi Allah adalah perbuatan yang baik”. Menurut hadis ini perbuatan yang telah menjadi kebiasaan kaum muslimin yang dipandang baik maka di sisi Allah merupakan perbuatan yang baik. Perbuatan yang menyalahi kebiasaan yang dipandang baik tersebut akan menyebabkan terjadinya kesulitan dan kesempitan dalam hidup mereka. Mazhab Hanafi dan Maliki menyatakan bahwa sesuatu yang ditetapkan berdasarkan ‘urf yang shahih setara dengan penetapan dengan dalil syara’.
Dan hadis Rasulullah saw. tentang  kisah Hindun; istri Abu Sufyan yang mengadukan kebakhilan suaminya dalam memberikan nafkah. Rasulullah bersabda :

”khudzi min mali Abi Sufyan ma yakfiki wa waladaki bi al-ma’ruf.”
Ambillah dari harta Abi Sufyan sesuai kebutuhan yang pantas untukmu dan anakmu). Menurut al-Qurthubi dalam hadis ini dijadikannya ‘urf sebagai pertimbangan penetapan hukum Syari’at  oleh Rasulullah.
Para ulama dari masa yang berbeda, berhujjah dengan ‘urf dengan memasukkan pertimbangan ‘urf dalam ijtihad mereka. Ini sebagai pertanda sahnya penggunaannya, ini posisinya sama dengan ijma’ sukuti. Sebagian mereka secara tegas menggunakannya sedang yang lain tidak membantahnya.  Lebih lanjut ia menyatakan sesungguhnya‘urf pada hakikatnya berdasarkan pada dalil Syara’ yang mu’tabarah, seperti Ijma’, mashlahah mursalah dan adz-dzri’ah‘Urf yang berdasarkan Ijma’ antara lain: jual beli secara pesanan, ketentuan tentang penyewaan kamar mandi umum.
Syatibi mendasarkan bahwasan ijma’ ulama menyatakan bahwa sesungguhnya syari’at Islam itu datang untuk memelihara kemaslahatan manusia. Untuk itu wajib memperhatikan tradisi-tradisi mereka karena di dalamnyalah terwujudnya kemaslahatan tersebut. Keberlakuan ‘urf dalam kehidupan manusia merupakan sebagai dalil bahwa ia mendatangkan kemaslahatan bagi mereka atau melenyapkan kesulitan. Mashlahah merupakan dalil syar’i demikian juga melenyapkan kesulitan adalah tujuan syar’i. Ajaran Islam datang dengan mengakomodir kemashlahatan yang telah menjadi ‘urf bangsa Arab pra Islam seperti dalam masalah kafaah dalam perkawinan, ashabiyyah dalam perwalian dan waris, dan kewajiban membayar diyat bagi orang membunuh secara tidak sengaja (khatha’). Berdasarkan dalil-dalil di atas, secara istiqra’ dapat dinyatakan kehujjahan ‘urf sebagai dalil syar’i itu tidak dapat dibantah lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...