Selasa, 20 Maret 2012

Konsep Pendidikan sebagai Mata Pelajaran


Konsep Pendidikan sebagai Mata Pelajaran

Guru dalam proses belajar mengajar memiliki fungsi yang sangat strategis dalam melaksanakan tugas mendidik dan mengajar, karena melalui proses pendidikan akan terbentuklah sikap dan perilaku peserta didik. Guru sebagai seorang pendidik disebut sebagai seorang muaddib, yaitu orang yang berusaha mewujudkan budi pekerti yang baik atau akhlakul karimah, atau sebagai pembentukan nilai-nilai moral atau transfer of values. Sedangkan guru sebagai pengajar atau mu’allim adalah orang yang mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada peserta didik, sehingga peserta didik mengerti, memahami, menghayati dan dapat mengamalkan berbagai ilmu pengetahuan yang disebut sebagai transfer of knowledge.[1]
1.     Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.[2]
2.     Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan dan kesinambungan antara :
a.      Hubungan manusia dengan Allah SWT.
b.      Hubungan manusia dengan sesama manusia.
c.      Hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
d.      Hubungan manusia dengan mahkluk lain dan lingkungannya.
Adapun ruang lingkup bahan pelajaran pendidikan agama Islam meliputi tujuh unsur pokok, yaitu keimanan, ibadah, Al-Qur’an, akhlak, muamalah, syari’ah dan tarikh. Pada tingkat Sekolah Dasar (SD) penekanan diberikan kepada 4 (empat) unsur pokok, yaitu : keimanan, ibadah, Al-Qur’an dan kahlak.[3]
3.     Landasan Pemikiran Pendidikan Agama Islam
Islam sebagai agama yang universal memberikan pedoman hidup bagi manusia menuju kehidupan yang bahagia. Kebahagiaan hidup manusia itulah yang menjadi sasaran hidup manusia yang mencapaiannya sangat bergantung pada masalah pendidikan. Guna mendapatkan gambaran tentang konsep pendidikan, para ilmuwan muslim menawarkan tiga istilah sebagai referensi dalam mengkaji problematika sistem pendidikan yaitu pendidikan Islam. Diantara mereka adalah Abdurrahman An-Nahlawi, menurutnya lafadz-lafadz itu adalah tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Namun Hans Wehr, seorang ahli bahasa mengartikan lafadz “tahzib” dengan arti ada kesemaannya dengan ketika lafadz sebelumnya.[4]

a.      Tarbiyah
Istilah tarbiyah itu sedikitnya bisa memiliki arti 7 (tujuh) macam education (pendidikan), upbringing (asuhan), teaching (pengajaran), instruction (perintah), pedagogy (pendidikan), breeding (pemeliharaan), raising (peningkatan). Istilah tarbiyah sendiri berasal dari akar kata “raba-yarbu” yang berarti tumbuh dan berkembang. Semuanya arti itu sejalan dengan lafal yang digunakan oleh Al-Qur’an untuk menunjukkan proses pertumbuhan dan perkembangan kekuatan fisik, akal dan akhlak. Hal ini diantaranya nampak dalam ayat :
قال الم نربّك فينا وليداوّلبثت فينا من عمرك سنين (الشّعراء : 18)
Artinya : “Fir’aun menjawab “bukankah kami telah mengasuhmu diantara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu” (QS. Al-Syu’ara : 18).[5]

b.      Ta’lim
Istilah ta’lim mempunyai dua pola atau bentuk jama’, pertama ta’lim dengan pola jama’ ta’alim mempunyai sembilan arti yakni, informasi (berita), advice (nasehat), instruction (perintah), direction (petunjuk), teaching (pengajaran), training (pelatihan), schooling (pendidikan di sekolah), education (pendidikan), apprenticeship (bekerja sambil dengan belajar). Kedua, ta’lim dalam pola jama’ ta’limat hanya berarti dua macam, yakni : directives (petunjuk) dan announcement (pengumuman).
Ayat yang oleh para ahli dijadikan dasar proses pengajaran (pendidikan) diantaranya surat Al-Baqarah ayat 31-32 yang berbunyi :
وعلمّ ادم الاسماء كلها ثمّ عرضهم علىالملئكة فقال انبئونى باسماء هؤلاء ان كنتم صدقين. قالواسبحنك لا علم لنا الاّ ما علمتنا انك انت العليم الحكيم (البقرة : 31-33)
Artinya :    “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman : “sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”, mereka menjawab “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”   (QS. Al-Baqarah : 31-32).[6]

c.      Ta’dib
Lafal ta’dib setidaknya memiliki empat macam arti, yaitu education (pendidikan), discipline (ketertiban), punishment chastisement (hukuman), disciplinary punishment (hukuman demi ketertiban).

d.     Tahzib
Hans Wehr mengartikan tahzib dalam 10 (saepuluh) arti, yaitu : expurgation (penghilangan yang jelek), emendation (perbaikan), correction atau rectification (pembetulan), revion (perbaikan), training (pelatihan), instruction (perintah), education (pendidikan), upbringing (penumbuhan), culture (kebudayaan), dan refinement (perbaikan).
Meskipun term untuk pendidikan Islam itu yang digunakan dalam Al-Qur’an hanya “Al-Tarbiyah”  dan “Ta’lim”, tidak berarti konsep pendidikan Islam tidak menyentuh aspek yang dimiliki oleh istilah “Al-Ta’dib”, sebab esensi dari sistem pendidikan ini adalah perbaikan moral.[7]
Jadi pendidikan Islam (islamic education) merupakan suatu proses pengembangan potensi kreatif peserta didik untuk menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah,berkepribadian muslim, cerdas, terampil, memiliki etos kerja tinggi, berbudi luhur, dan bertanggung jawab terhadap dirinya, bangsa, negara dan agama.
Prinsip pendidikan Islam pada dasarnya hampir sama dengan pola umum pendidikan sebagai pengembangan potensi yang terpendam dari anak didik. Potensi yang menjadi garapan dalam pendidikan menurut Aristoteles meliputi kawasan akal (cognitive domain), kawasan perasaan (affective domain) dan kawasan psikomotorik (psycomotoric domain).[8]

4.     Tujuan Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

5.     Fungsi Pengajaran Agama Islam
a.      Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama menanamkan berkewajiban menanamkan keimanan dan ketaqwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar keimanan dan ketaqwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
b.      Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan peserta didik yang memiliki bakat khusus di bidang agama agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirrinya sendiri dan dapat pula bermanfaat untuk orang lain.[9]
c.      Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
d.      Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungan peserta didik atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dan menghambat perkembangan dirinya sendiri menuju manusia Indonesia seutuhnya.
e.      Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
f.       Sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
g.      Pengajaran, yaitu untuk menyampaikan pengetahuan keagamaan yang fungsional.[10]
6.     Pendekatan Pendidikan Agama Islam
Dalam melaksanakan pendidikan agama Islam pada Sekolah Dasar (SD) dapat dipakai beberapa pendekatan, yaitu :
a.      Pendekatan pengalaman yaitu memberikan pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka menanamkan nilai-nilai keagamaan.
b.      Pendekatan pembiasaan yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya.

c.      Pendekatan emosional, yaitu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agamanya.
d.      Pendekatan rasional, yaitu usha untuk memberikan perasaan kepada rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agama.
e.      Pendekatan fungsional yaitu usaha menyajikan ajaran agama Islam dengan menekankan kepada kemanfaatannya bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya.[11]
Sedangkan menurut Nana Sudjana (1989 : 160-161) mengemukakan ada 5 prinsip setrategi pendekatan PBM yaitu :

a.      Motivasi
Tidak lepas dari adanya motivasi instriksik dan ekstrinsik yang berasal dari dalam dan luar diri peserta didik. Dengan demikian PBM pada hakekatnya adlaah menciptakan situasi yang memungkinkan timbulnya motivasi dapat ditempuh dengan hal-hal sebagai berikut : 1) need analisis yaitu memberikan analisis tentang kebutuhan si terdidik agar menyadari akan kebutuhan masa depannya dan pemenuhan kebutuhan ini hanya akan dapat dicapai oleh orang yang pandai dan terampil; 2) menumbuhkan keingintahuan dalam diri anak didik; 3) memberi stimulus yang merangsang kegiatan murid; 4) menvariasi  metode mengajar; dan 5) memberikan ganjaran dan hukuman.

b.     Kooperasi dan kompetisi
Ini dimaksudkan untuk pembentukan sikap kerjasama dalam mencapai suatu tujuan bersama. Belajar pada dasarnya adalah adanya perubahan positif, saling memberi dan menerima, saling menghargai pendapat orang lain, menyadari kelebihan dan kekurangan dan berusaha saling membantu untuk mencapai tujuan.
Sedangkan kompetisi dimaksudkan untuk saling bersaing mencapai prestasi, berbuat yang utama, memberi keuntungan dan manfaat bersama, fastabiqul khairat. Kompetisi ini bukan bersifat kompetisi individual tetapi lebih bersifat kelompok dan dalam kompetisi ini jangan merusak tatanan kooperasi atau kerjasama yang ada.[12]

c.      Korelasi dan integrasi
Korelasi ini berkaitan dengan sifat keterbatasan manusia untuk mengingat apa yang sudah dipelajari salah satu upayanya adalah dengan pendekatan korelasi yaitu menghubungkan apa yang dipelajarinya dengan segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau sesuatu yang telah dikuasai. Demikian pula dengan pendekatan integrasi tidak ada sesuatu itu dipelajari itu terpisah dengan kehidupan riil semua merupakan sesuatu yang utuh.

d.     Aplikasi dan transformasi
Aplikasi adalah bentuk penerapan teori-teori atau prinsip-prinsip serta kaidah-kaidah yang telah dipelajari murid. Aplikasi ini merupakan pengalaman dan memberi manfaat langsung dari ilmu yang telah dikuasainya.
Adapun transformasi adalah proses pengingatan kembali bahan pelajaran yang dikuasai pada saat menghadapi situasi baru agar bahan pelajaran yang telah dipelajari itu senantiasa apat segar dalam ingatan siswa.

e.      Individualisasi
Bahwa setiap peserta didik itu mempunyai perbedaan dalam hal intelektual, minat, motivasinya, kebiasaan dan cara belajar, maka guru harus dapat memperhatikan tiap-tiap perbedaan yang ada dalam diri murid-muridnya. Ini tidak berarti guru harus memberikan pelayanan khusus bagi murid orang perorang, tetapi menyesuaikan dengan kemampuan rata-rata murid, memberikan bantuan bimbingan yang memerlukan, memacu anak pandai, memotivasi dan memacu anak yang lemah, memberi kesempatan untuk maju sesuai dengan kemampuan, memberi tugas-tugas mandiri, mengelompokkan murid-murid berdasarkan persamaan dan perbedaan yang ada, memberi kebebasan belajar dan untuk memilih suatu pelajaran ekstra yang disukainya dan dengan cara-cara yang lain-lain.[13]

[1]Chabib Thaha dan Abdul Mu’ti, PBM-PAI di Sekolah Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam, Cet. 1, Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dengan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm. 177.
[2]Ibid, hlm. 178.
[3]Ibid, hlm. 181.
[4]Ismail SM, Paradigma Pendidikan Islam, Cet. 1, Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo, Semarang, 2003, hlm. 57.
[5]Al-Qur’an, Surat Syu’ara Ayat 18, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1992, hlm. 574.
[6]Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah Ayat 31-32, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1992, hlm. 14.
[7]Ismail SM, Op.cit, hlm. 63.
[8]Ibid, hlm. 139-140.
[9]Ibid, hlm. 179.
[10]Ibid, hlm. 180.
[11]Ibid.
[12]Ibid, hlm. 209.
[13]Ibid, hlm. 212.
Sumber: http://www.perkuliahan.com/makalah-konsep-pendidikan-sebagai-mata-pelajaran/#ixzz1pf4JW5Vx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...