Kamis, 22 Maret 2012

Pendidikan Pro Yatim

Oleh : Abdurrahman MBP 

Pendidikan adalah hak setiap warga Negara Indonesia, oleh karena itu pemerintah wajib menyediakan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat agar dapat memperoleh pendidikan yang berkualitas.[1] Pembukaan UUD 1945 alinea 4 menyatakan bahwa Negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pengajaran. Secara operasional, bentuk dukungan pemerintah terhadap pendidikan termaktub dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 yang menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.[2] Hak atas pendidikan ini berarti bahwa semua warga negara baik yang kaya ataupun yang miskin, yang normal ataupun yang memiliki kebutuhan khusus memiliki hak yang sama dalam mengenyam pendidikan.
Anak yatim adalah satu di antara anak-anak yang memerlukan pendidikan dengan kurikulum kebutuhan khusus (special need), hal ini karena anak yatim sejak awal ayahnya meninggal dunia telah kehilangan sosok/figure pengayom baginya. Sehingga kebanyakan dari anak yatim memiliki karakter dan pembawaan yang berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Dadang Hawari menyatakan bahwa Disfungsi Paternal dapat terjadi manakala seorang anak ditinggal oleh ayahnya. Teori ini didasarkan pada penelitian Rutter (1980) tentang Parent Child Separation, hasil dari penelitian tersebut adalah adanya hubungan berbeda antara anak laki-laki dan anak perempuan ketika salah satu dari orang tuanya meninggal dunia. Ketika ayah meninggal maka akan berpengaruh negative sebesar 35% bagi anak laki-laki sedangkan bagi perempuan hanya sebesar 13%. Apabila ibu yang meninggal maka akan berpengaruh negative sebesar 18% baik bagi anak laki-laki ataupun perempuan.[3]
Dari sini model pendidikan yang diterapkan bagi anak yatim seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan khusus mereka tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Joice dan Weil (1972) bahwa penerapan strategi pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan harus mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut : Pertama, Memahami kondisi psikologi peserta didik. Kedua, sesuai dengan cara belajar peserta didik. Ketiga, dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru.
Keberhasilan suatu  proses belajar sangat ditentukan oleh kondisi berbagai komponen seperti tujuan, bahan, peralatan serta suasana tempat pengajar dan peserta didik yang bertemu dan berinteraksi dalam proses belajar. Semua Itu disusun dalam satu lingkup kurikulum yang diberlakukan di lingkungan pendidikan. Jika komponen berada dalam kondisi prima, maka proses belajar akan berlangsung baik dan efektif.[4]
Secara lebih spesifik suatu program pembelajaran dikatakan sangat efektif apabila 80% peserta didik mencapai 80% tujuan pembelajaran, serta semakin sedikit tingkat kesalahan unjuk kerja yang dilakukannya. Efektifitas suatu proses pembelajaran secara umum ditentukan oleh kurikulum dan system pendidikan yang diterapkan pada lingkungan  pendidikan tersebut. Berkaitan dengan pendidikan yang diterapkan terhadap anak yatim maka diperlukan adanya kurikulum khusus yang dapat menjawab dan mengakomodir kebutuhan seorang anak yatim, baik secara fisik maupun secara spiritual.
Bila kita melihat model pendidikan yang diberlakukan beberapa lembaga pengasuhan anak yatim semisal pesantren yatim atau panti asuhan maka kita melihat model pendidikan yang diterapkan tidak jauh berbeda dengan yang diterapkan pada anak-anak normal. Padahal anak yatim secara kejiwaan mereka memiliki kepribadian yang tidak sempurna dikarenakan figur ayah telah hilang dalam kehidupannya. Mereka cenderung mudah marah, bersikap masa bodoh, kurang respect, merasa bebas dan terkadang kurang ada rasa hormat pada orang di sekitarnya.[5] Singkatnya dibutuhkan adanya model pendidikan yang mengarahkan anak yatim pada kesiapan mental dan spiritual untuk menjadi seorang manusia yang matang. Penelitian ini akan mengkaji lebih jauh mengenai model pendidikan khusus untuk anak yatim. Dengan mengambil studi kasus di Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah Bogor dan Rumah Yatim Indonesia Jakarta diharapkan dapat dirumuskan bagaimana sebenarnya kurikulum dan model pendidikan yang selaras dengan kebutuhan anak-anak yatim.



[1] Lihat Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkaham Konstitusi Republik Indonesia, tahun 2010.
[2] Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
[3] Dadang Hawari, Psikiater, Our Children Our Future, Dimensi Psikoreligi  Pada Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Fakultas Kedokteran UI , 2007.
[4] Nurhadi dkk, Pembelajaran Kontekstual. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang, tahun 2003.
[5] Imam Wahyudi, Motivasi Anak Yatim masuk ke PYIT , Laporan Penelitian, tidak diterbitkan, tahun 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...