Rabu, 28 Maret 2012

Hukum Islam adalah...


Oleh : Abu Aisyah

Hukum Islam adalah “Syariat Allah ta’ala yang bersifat menyeluruh berupa hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah (Syari’ah) serta hukum-hukum yang dihasilkan oleh para ahli hukum Islam dengan menggunakan metode ijtihad (fiqh)”. Kajian mengenai Hukum Islam seringkali memahami hukum Islam sebagai syariah Islam atau fiqh Islam, padahal keduanya memiliki perbedaan mendasar. Syariah[1] menurut bahasa bermakna الوارد  (al-warid) yang berarti jalan danنحو الماء   yaitu tempat keluarnya (mata) air.[2] Manna' Khalil Al-Qathan berkata “Syariat pada asalnya menurut bahasa adalah sumber air yang digunakan untuk minum, kemudian digunakan oleh orang-orang Arab dengan arti jalan yang lurus (al-syirath al-mustaqim) yang demikian itu karena tempat keluarnya air adalah sumber kehidupan dan keselamatan/kesehatan  badan, demikian juga arah dari jalan yang lurus yang mengarahkan manusia kepada kebaikan, padanya ada kehidupan jiwa dan pengoptimalan akal mereka[3]
Secara istilahsyariat adalah “Seperangkat norma yang mengatur masalah-masalah bagaimana tata cara beribadah kepada Allah ta'ala, serta bermuamalah dengan sesama manusia”. Al-Fairuz Abady menyebutkan bahwa syariat adalah apa-apa yang disyariatkan Allah kepada para hambaNya.[4] Ibnu Mandzur menyatakan bahwa syariah adalah :
والشريعةُ والشِّرْعةُ ما سنَّ الله من الدِّين وأَمَر به كالصوم والصلاة والحج والزكاة وسائر أَعمال البرِّ
Segala sesuatu yang ditetapkan  Allah dari dien (agama) dan diperintahkanya seperti puasa, shalat, haji, zakat dan amal kebaikan lainnya.[5]
Senada dengan pengertian ini Mahmud Syalthut mendefinisikan syariah dengan "Sebuah nama untuk tata peraturan dan hukum yang diturunkan oleh Allah ta'ala dalam bentuk ushulnya dan menjadi kewajiban setiap muslim sebagai pedoman dalam berhubungan dengan Allah dan antar sesama manusia."[6]
Sementara Hasbi Ash-Shidieqy mendefinisikan syariah dengan “Segala yang disyariatkan Allah untuk kaum muslimin, baik ditetapkan oleh Al-Qur'an ataupun sunnah Rasul yang berupa sabda, perbuatan, ataupun taqrirnya”.[7] Sedangkan Mohammad Daud Ali menyatakan bahwa syariah adalah Norma hukum dasar yang ditetapkan Allah yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak baik dalam hubungannya dengan Allah maupun sesama manusia dan benda dalam masayarakat.[8]
Fathurrahman Djamil yang menyimpulkan bahwa istilah hukum Islam tidak ditemukan sama sekali di dalam Al-Qur'an dan literatur hukum dalam Islam, yang ada dalam Al-Qur'an adalah kata syari'ah, fiqh, hukum Allah dan yang seakar dengannya, kata hukum Islam merupakan terjemahan dari term “Islamic Law” dari literatur barat.[9]
Berbeda dengan istilah Syariah yang mewakili hukum Islam yang qath’i, maka fiqh Islam adalah Serangkaian hukum Islam yang bersifat furu’ (cabang) yang berkaitan dengan perbuatan hamba yang digali dari dalil-dalil yang terperinci. Fiqh atau al-fiqhu الفقه secara bahasa adalah الفهم (al-fahmu) yang berarti “memahami”.[10] Dalam Lisaan Al-Arab disebutkan :
العلم بالشّيء والفهم له
Al-Fiqh adalah ilmu tentang sesuatu dan pemahaman tentangnya.[11]
Sedangkan secara istilah fiqh adalah :
معرفة الأحكام الشرعية العملية بأدلتها التفصيلية
Pengetahuan tentang-tentang hukum syariat yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.[12] Pengertian yang lebih komprehensif mengenai fiqh adalah :
العلم بالأحكام الشّرعيّة العمليّة المكتسب من أدلّتها التّفصيليّة
Ilmu tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci.
Dalil-dalil yang tafsili yang dimaksud berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad. Maka dari sini dapat disimpulkan bahwa Hukum Islam adalah Hukum Allah ta’ala bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam bentuk syariah Islam dan hukum-hukum yang digali oleh para ulama mujtahidin dari kedua sumber hukum Islam tersebut dalam bentuk Fiqh Islam. 


[1] Kata syariah terdapat di dalam Al-Qur'an yaitu QS Al-Jatsiyah : 18 :   
 ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ اْلأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَآءَ الَّذِينَ لاَيَعْلَمُونَ
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَتَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَاتَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
أَمْ لَهُمْ شُرَكَآؤُاْ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَالَمْ يَأْذَن بِهِ اللهُ وَلَوْلاَ كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِىَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمُُ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.
[2] Ibnu Mandzur, Lisan Al-‘Arab Juz VII, Beirut : Darul Fikr, Tahun 1992, hal. 86
[3] Manna' Khalil Al-Qatan, At-Tasyri' Wa Al-Fiqhi fi Al-Islam Tarikhan wa Manhajan, Mesir : Maktabah Wahbah, 2001, hlm. 13. 
[4] Al-Fairuz Abady, Al-Qamus Al-Muhith,  hlm. 732.
[5] Ibnu Mandzur, Lisan Al-‘Arab Juz V, hlm. 86.
[6] Mahmud Syalthut, Al-Islam Aqidah Wa-Syari'ah, hlm. 73.
[7] Hasbi Ash-Shidieqy, Pengantar hukum Islam, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra , 2001. hlm. 18.
[8] Mohammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Tahun 2006,  hal. 47.
[9] Fathurrahman Jamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999. hlm. 11.
Tahun 1979.
[10] Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menggunakan istilah fiqh yang bermakna pemahaman, diantaranya dalah firmanNya :
فَمَالِ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًۭا
Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?
Dalam ayat yang lainnya disebutkan :
وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةًۭ ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍۢ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌۭ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Sementara di dalam hadits, Rasulullah bersabda :
مَنْ يُرِدِ اللّٰهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقّهْهُ فِى الدّيْنِ
Barangsiapa dikehendaki Allah sebagai orang baik, pasti Allah akan memahamkannya dalam persoalan agama.
[11] Ibnu Mandzur, Lisaan Al-Arab, Juz XIII, hal. 522
[12] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Kairo : Dar Al-hadits, tahun 2003,  hal. 11.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...