Rabu, 14 Maret 2012

Sejarah Peradaban Islam : Daulah Bani Seljuk


Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Saljuk  dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah ; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan saljuk raya (salajiqah al-Kubra/Saljuk agung).          
Jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ke tangan Saljuk Ibn Tuqaq bermula dari perebutan kekuasaan di dalam negeri. Ketika Al-Malik Al- Rahim memegang jabatan Amir Al-Umara, kekuasaan itu dirampas oleh panglimanya sendiri, Arselan Al-Basasiri. Dengan kekuasaan yang ada di tangannya, Al-Basasiri berbuat sewenang-wenang terhadapap Al-Malik Al-Rahim dan Khalifah Al-Qaimdari Bani Abbas; bahkan dia mengundang khalifah Fathimiyah, (al-Mustanshir) untuk menguasai Baghdad.
Hal ini mendorong khalifah meminta bantuan kepada Tughril Bek Rahimahullah dari daulah Bani Saljuk yang berpangkalan di negeri Jabal. Pada tanggal 18 Desember 1055 M/447 H  pimpinan Saljuk itu memasuki Baghdad. Al-Malik Al-Rahim, Amir al-Umara Bani Buwaih yang terakhir, dipenjarakan. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Bani Buwaih dan bermulalah kekuasaan Daulah Saljuk. Pergantian kekuasaan ini juga menandakan awal periode keempat khilafah Abbasiyah.
Adapun poin – poin yang dibahas dalam makalah ini adalah:
a.                 Bagaimana awal terbentuknya Bani Saljuk?
b.                Bagaimana Kesultanan bani Saljuk?
c.                 Bagaimana masa kejayaan Bani Saljuk?
d.                Apa penyebab mundurnya kesultanan Bani saljuk?
e.                 Perang Salib?





Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
a.                 Menjelaskan awal terbentuknya Bani Saljuk
b.                Menjelaskan Kesultanan Bani Saljuk
c.                 Menjelaskan masa kejayaan Bani Saljuk
d.                Menjelaskan penyebab kemunduran Bani saljuk
e.                 Menjelaskan Terjadinya Perang Salib
Makalah ini disusun dengan metode studi pustaka.
Makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan statistika penulisan. Bab kedua berisi pembahasan dan bab ketiga yaitu penutup.


Bani Saljuk berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun suku Ghuz di wilayah Turkistan. Pada abad kedua, ketiga, dan keempat Hijrah mereka pergi ke arah barat menuju Transoxiana dan Khurasan. Ketika itu mereka belum bersatu. Mereka dipersatukan oleh Saljuk ibn Tuqaq. Karena itu, mereka disebut orang-orang Saljuk. Pada mulanya Saljuk ibn Tuqaq Rahimahullah mengabdi kepada Bequ, raja daerah Turkoman yang meliputi wilayah sekitar laut Arab dan laut Kaspia. Saljuk Rahimahullah diangkat sebagai pemimpin tentara. Pengaruh Saljuk Rahimahullah sangat besar sehingga Raja Bequ khawatir kedudukannya terancam. Raja Bequ bermaksud menyingkirkan Saljuk.
Namun sebelum rencana itu terlaksana, Saljuk Rahimahullah mengetahuinya. Ia tidak mengambil sikap melawan atau memberontak, tetapi bersama pengikutnya ia bermigrasi ke daerah LAND, atau disebut juga Wama Wara'a al-Nahar, sebuah daerah muslim di wilayah Transoxiana (antara sungai Ummu Driya dan Syrdarya atau Sihun). Mereka mendiami daerah ini atas izin penguasa daulah Samaniyah yang menguasai daerah tersebut. Mereka masuk Islam dengan manhaj Sunni Salafy. Ketika daulah Samaniyah dikalahkan oleh daulah Ghaznawiyah, Saljuk Rahimahullah menyatakan memerdekakan diri. Ia berhasil menguasai wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh daulah Samaniyah. Setelah Saljuk Rahimahullah meninggal, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya, Israil Ibn Saljuk dan kemudian penggantinya Mikail Ibn Israil Ibn Saljuk, namun sayang saudaranya dapat ditangkap oleh penguasa Ghaznawiyah.
Kepemimpinan selanjutnya dipegang oleh Thugril Bek Rahimahullah. Pemimpin Saljuk terakhir ini berhasil mengalahkan Mas'ud al-Ghaznawi, penguasa dinasti Ghaznawiyah, pada tahun 429 H/1036 M, dan memaksanya meninggalkan daerah Khurasan. Setelah keberhasilan tersebut, Thugril memproklamasikan berdirinya daulah Saljuk. Pada tahun 432 H/1040 M daulah ini mendapat pengakuan dari khalifah Abbasiyah di Baghdad. Di saat kepemimpinan Thugril Bek inilah, dinasti Saljuk memasuki Baghdad menggantikan posisi Bani Buwaih. Sebelumnya, Thugril Rahimahullah berhasil merebut daerah-daerah Marwadan Naisabur dari kekuasaan Ghaznawiyah, Balkh, urjan, Tabaristan, Khawarizm, Rayy, dan Isfahan[1].


Posisi dan kedudukan khalifah lebih baik setelah dinasti Saljuk berkuasa; paling tidak kewibawaannya dalam bidang agama dikembalikan setelah beberapa lama "dirampas" orang-orang Syi'ah. Meskipun Baghdad dapat dikuasai, namun ia tidak dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Thugrul Bek Rahimahullah memilih kota Naisabur dan kemudian kota Rayy sebagai pusat pemerintahannya. Daulah-daulah kecil yang sebelumnya memisahkan diri, setelah ditaklukkan daulah Saljuk ini, kembali mengakui kedudukan Baghdad, bahkan mereka terus menjaga keutuhan dan keamanan Abbasiyah untuk membendung faham Syi'ah dan mengembangkan manhaj Sunni Salafy yang dianut mereka.
Adapun kaum saljuk adalah satu persukuan bangsa Turki yang di zaman Sultan Mahmud Sabaktakin, setelah mereka memeluk Agama Islam, mereka diberi tanah tempat mereka tinggal yang baru, setelah mereka meninggalkan tanah tumpah darah mereka yang lama. Kabilah ini berasal dari suatu jurnai bangsa Turki yang bernama Gez, keturunan dari Saljuk ibn Taklak, asal turunnya dari Turkistan di bawah perintah Raja Turki yang bernama Bigu. Taklak adalah kepala suku, tempat anak cucunya meminta keputusan di dalam perkara – perkara yang sulit. Puteranya bernama Saljuk. Saljuk ini sangat dipercayai, oleh raja Turki itu sehingga dianggkat menjadi kepala perang. Tetapi permaisuri Raja Turki Bigu memberi nasehat kepada suaminya agar Saljuk lekas dibunuh, karena pengaruhnya nampak kian lama kian besar, takut kelak akan menyaingi baginda.
Munculnya Saljuk ke dalam panggung peristiwa di negeri – negeri wilayah Timur Arabia, memiliki dampak besar dalam perubahan konstalasi politik di wilayah itu, dimana telah terjadi peperangan yang hebat antara khilafah Abbasiyah yang Sunni di satu sisi dan khilafah Fatimiyah yang Syiah di sisi lain.
Pengaruh Syiah Buwaihi demikian kuat di Baghdad dan di kalangan istana khilafah Abbasiyah. Maka tatkala orang – orang saljuk mampu menghancurkan pemerintahan Buwaihi dari Baghdad dan Sultan Thugril Bek (pemimpin Saljuk) memasuki ibu kota khilafah dan diterima dengan hangat oleh khilafah Abbasiyah, al-Qaim Biamrillah. Khalifah mengalungkan tanda kehoramatan dan didudukkan di sampingnya. Di samping itu dia juga diberi gelar kehormatan. Di antaranya gelarnya ialah Sultan Rukn Al-Din Thugril Bek.







Thugril Bek dikenal sebagai sosok yang memiliki kepribadian yang kokoh dan kecerdasan yang tinggi serta sosok pemberani. Disamping itu dia juga dikenal sebagai sosok yang religious, wara’, dan adil. Oleh sebab itu dia mendapat dukungan yang kuat dari rakyatnya. Dia telah mempersiapkan tentara yang kuat dan berusaha untuk menyatukan orang – orang Saljuk-Turki dalam sebuah pemerintahan yang kuat.

Sepeninggal Thugril Bek Rahimahullah (455 H/1063 M), daulah Saljuk  berturut-turut diperintah oleh :
1.       Alib Arselan Rahimahullah (455-465 H/1063-1072),
2.       Maliksyah (465-485 H/1072-1092),
3.             Mahmud al- Ghozi (485-487 H/1092-1094 M),
4.             Barkiyaruq (487 -498 H/1 094-1103),
5.             MalikSyah II (498 H/ 1103 M),
6.             Abu Syuja’ Muhammad (498-511 H/11 03-1117 M),dan
7.             Abu Haris Sanjar (511-522H/1117-1128 M).
Pada masa Alib Arselan  Rahimahullah perluasan daerah yang sudah dimulai oleh Thugril Bek Rahimahullah dilanjutkan ke arah barat sampai pusat kebudayaan Romawi di Asia Kecil, yaitu Bizantium. Peristiwa penting dalam gerakan ekspansi ini adalah  yang dikenal dengan Peristiwa Manzikert.
Dengan dikuasainya Manzikert tahun 1071 M itu, terbukalah peluang baginya untuk melakukan gerakan Penturkian (Turkification) di Asia Kecil. Gerakan ini dimulai dengan mengangkat Sulaiman Ibn Qutlumish, keponakan Alib Arselan sebagai gubernur di daerah ini. Pada tahun 1077 M (470 H), didirikanlah kesultanan Saljuk Rumm dengan ibu kotanya Iconim. Sementara itu putera Arselan, Tutush Rahimahullah, berhasil mendirikan dinasti Saljuk di Syria pada tahun 1094 M/487 H.
Pada masa Sulthan Maliksyah wilayah kekuasaan Daulah Saljuk ini sangat luas, membentang dari Kashgor, sebuah daerah di ujung daerah Turki, sampai ke Yerussalem. Wilayah yang luas itu dibagi menjadi lima bagian:
1.           Saljuk Besar yang menguasai Khurasan, Rayy, Jabal,Irak, Persia, dan Ahwaz. Ia merupakan induk dari yang lain. Jumlah Syekh yang memerintah seluruhnya delapan orang.
2.             Saljuk Kirman berada di bawah kekuasaan keluarga Qawurt Bek ibn Dawud ibn Mikail ibn Saljuk. Jumlah syekh yang memerintah dua belas orang.
3.             Saljuk Irak dan Kurdistan, pemimpin pertamanya adalah Mughris al-Din mahmud. Saljuk ini secara berturut-turut diperintah oleh sembilan syekh.
4.             Saljuk syiri’a diperintahkan oleh keluarga Tutush ibn Alp Arselan ibn Daud ibn Mikail ibn saljuk, jumlah syekh yang memerintah lima orang.
5.             Saljuk Rumm diperintahkan  oleh keluarga Qutlumish ibn Israil ibn Saljuk dengan jumlah syeikh yang memerintah seluruhnya 17 orang.

Disamping membagi wilayah menjadi lima, dipimpin oleh gubernur yang bergelar Syeikh atau Malik itu, penguasa Bani Saljuk juga mengembalikan jabatan perdana menteri yang sebelumnya dihapus oleh penguasa Bani Buwaih. Jabatan ini membawahi beberapa departemen.Pada masa Alib Arselan Rahimahullah, ilmu pengetahuan dan agama mulai berkembang dan mengalami kemajuan pada zaman Sultan Maliksyah yang dibantu oleh perdana menterinya Nizham al-Mulk. Perdana menteri ini memprakarsai berdirinya Universitas Nizhamiyah (1065 M) dan Madrasah Hanafiyah di Baghdad. Hampir di setiap kota di Irak dan Khurasan didirikan cabang Nizhamiyah. Menurut Philip K. Hitti, Universitas Nizhamiyah inilah yang menjadi model bagi segala perguruan tinggi di kemudian hari.
Perhatian pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan melahirkan banyak ilmuwan muslim pada masanya. Diantara mereka adalah az-Zamakhsyari dalam bidang tafsir, bahasa, dan teologi; al-Qusyairy dalam bidang tafsir; Abu Hamid al-Ghazali Rahimahullah dalam bidang teologi; dan Farid al-Din al-'Aththar dan Umar Khayam dalam bidang sastra.Bukan hanya pembangunan mental spiritual, dalam pembangunan fisik pun dinasti Saljuk banyak meninggalkan jasa. Maliksyah terkenal dengan usaha pembangunan di bidang yang terakhir ini. Banyak masjid, jembatan, irigasi dan jalan raya dibangunnya.
Setelah Sultan Maliksyah dan perdana menteri Nizham al-Mulk wafat Saljuk Besar mulai mengalami masa kemunduran di bidang politik. Perebutan kekuasaan diantara anggota keluarga timbul. Setiap propinsi berusaha melepaskan diri dari pusat. Konflik-konflik dan peperangan antar anggota keluarga melemahkan mereka sendiri. Sementara itu, beberapa dinasti kecil memerdekakan diri, seperti Syahat Khawarizm, Ghuz, dan al-Ghuriyah. Pada sisi yang lain, sedikit demi sedikit kekuasaan politik khalifah juga kembali, terutama untuk negeri Irak. Kekuasaan dinasti Saljuk di Irak berakhir di tangan Khawarizm Syah pada tahun 590 H/l199 M. ( Wallahul Musta’an ).

Dinasti Saljuk mencapai puncak kejayaannya ketika menguasai negeri-negeri di kawasan Timur Tengah seperti Irak, Persia, Suriah serta Kirman. Sebagai negara yang sangat kuat, Dinasti, Pada tahun 1055 M, Kerajaan Saljuk sudah mampu menembus kekuasaan Dinasti Abbasiyah, dan Dinasti Fathimiyya .
Kehadirannya seakan menjadi penerang bagi rakyatnya. Meski berasal dari salah satu suku di Turki, para penguasa Saljuk sangat menghargai perbedaan ras, agama, dan jender.
Di bawah bendera Saljuk, umat Islam dapat hidup dalam kedamaian, keadilan serta kemakmuran. Pada era dinasti ini aktivitas keagamaan berkembang dengan pesat.
Kesultanan Saljuk telah ikut membangkitkan semangat ilmiyah di wilayah yang menjadi kekuasaannya. Mereka juga telah mampu menyebarkan rasa aman diwilayah itu.
Mereka mampu menghadang gerakan salibisme yang di pimpin Imperium Byzantium,sebagaimana mereka juga telah berusaha untuk menghadang gelombang sebuah Mongolia. Mereka mampu mengangkat tinggi-tinggi panji-panji Madzhab Sunni di wilayah wilayah kekuasaanya.
Dinasti Saljuk juga memiliki kemajuan yang sangat pesat dalam Bidang Arsitektur. Diantaranya:
1.             Caravanserai Saljuk (Khan) Penguasa Dinasti Saljuk begitu banyak membangun caravanserai atau tempat singgah bagi para pendatang atau pelancong. Caravanserai dibangun untuk menopang aktivitas perdagangan dan bisnis. Para pelancong dan pedagang dari berbagai negeri akan dijamu di caravanserai selama tiga hari secara cuma-cuma (gratis).
2.             Masjid Saljuk Inovasi para Arsitektur Dinasti Saljuk yang lainnya tampak pada bangunan masjidnya. Masjid Saljuk sering disebut Masjid Kiosque. Bangunan masjid ini biasanya lebih kecil yang terdiri dari sebuah kubah, berdiri melengkung dengan tiga sisi yang terbuka. Itulah ciri khas masjid Kiosque. Model masjid khas Saljuk ini seringkali dihubungkan dengan kompleks bangunan yang luas seperti caravanserai dan madrasah.
3.             Menara Saljuk Bentuk menara masjid-masjid di Iran yang dibanguan Dinasti Saljuk secara subtansial berbeda dengan menara di Afrika Utara. Bentuk menara masjid Saljuk mengadopsi menara silinder sebagai ganti menara berbentuk segi empat.
4.             Madrasah Saljuk Menurut Van Berchem, para arsitektur di era Dinasti Saljuk mulai mengembangkan bentuk, fungsi dan karakter masjid. Bangunan masjid diperluas menjadi madrasah. Bangunan madrasah pertama muncul di Khurasan pada awal abad ke-10 M sebagai sebuah adaptasi dari rumah para guru untuk menerima murid.Pada pertengahan abad ke-11 M, bangunan madrasah diadopsi oleh penguasa Saljuk Emir Nizham Al-Mulk menjadi bangunan publik. Sang emir terinspirasi oleh penguasa Ghaznawiyyah dari Persia. Di Persia, madrasah dijadikan tempat pembelajaran teknologi. Madrasah tertua yang dibangun Nizham Al-Mulk terdapat di Baghdad pada tahun 1067 M.
5.              Makam Saljuk
          Pada era kejayaan Dinasti Saljuk pembangunan makam mulai dikembangkan. Model bangunan makam Saljuk merupakan pengembangan dari tugu yang dibangun untuk menghormati penguasa Umayyah pada abad ke-8 M. Namun, bangunan makam yang dikembangkan para arsitek Saljuk mengambil dimensi baru. Bangunan makam yang megah dibangun pada era Saljuk tak hanya ditujukan untuk menghormati para penguasa yang sudah meninggal. Namun, para ulama dan sarjana atau ilmuwan terkemuka pun mendapatkan tempat yang sama.
Tak heran, bila makam penguasa dan ilmuwan terkemuka di era Saljuk hingga kini masih berdiri kokoh. Bangunan makam Saljuk menampilkan beragam bentuk termasuk oktagonal (persegi delapan), berbentuk silinder dan bentuk-bentuk segi empat ditutupi dengan kubah (terutama di Iran). Selain itu ada pula yang atapnya berbentuk kerucut (terutama di Anatolia). Bangunan makam biasanya dibangun di sekitar tempat tinggal tokoh atau bisa pula letaknya dekat masjid atau madrasah.
Banyak faktor yang menyebabkan kehancuran kesultanan Saljuk yang juga dengan kejatuhannya menyebabkan kejatuhan dinasti Abbasiyah.
Faktor – fator itu antara lain:
1.             Perselisihan yang terjadi di dalam keluarga Saljuk antara saudara mereka, paman, keponakan dan cucu.
2.             Masuknya pengaruh kaum wanita dalam pemerintahan.
3.             Dimunculkan api fitnah oleh para pejabat dan menteri.
4.             Lemahnya para Khalifah Bani Abbas dalam menghadapi kekuatan militer Saljuk. Sehingga pemerintahan Bani Abbas tidak mampu menolak siapapun yang duduk di kursi kesultanan Saljuk dan mendengungkan khutbah untuk semua pemenang yang kuat.
5.             Ketidak mampuan pemerintahan Saljuk dalam menyatukan wilayah Syam, Mesir dan Irak di bawah panji kekuasaan Bani Abbas.
6.             Terjadinya friksi di dalam kekuasaan Saljuk sehingga menimbulkan bentrokan militer yang terus menerus. Inilah yang menghancurkan kekuatan Saljuk hingga dia harus kehilangan kesultanannya di Irak.
7.             Konspirasi orang – orang aliran Bathiniyah terhadap kesultanan Saljuk yang mereka lakukan dengan cara membunuh dan menghabisi para sultan dan pemimpin – pemimpin mereka.
8.             Perang Salib yang datang dari belakang samudera serta pertempuran kesultanan Saljuk dengan pasukan Barbarik yang berasal dari Eropa.

Kata Salib berasal dari bahasa Arab (salibun) yang berarti kayu palang/silang
(Heuken, 1994:231). Peperangan tersebut disebut dengan Perang Salib karena didada
seragam merah yang dipakai serdadu tergantung/terjahit tanda Salib.
2.5.1. Latar Belakang Timbulnya Perang Salib
Pada kenyataannya Perang Salib itu terjadi tidak hanya didorong oleh motivasi
keagamaan saja, akan tetapi juga ada beberapa kepentingan yang turut mewarnai dalam
Perang Salib tersebut, diantaranya :
1.        Perang Salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri Barat (pihak Kristen) dan negeri Timur (pihak Muslim) yang mana pada akhir-akhir itu perkembangan dan kemajuan umat Islam sangat pesat, sehingga menimbulkan kecemasan bagi para tokoh Barat KRISTEN dan didorong oleh rasa kecemasan itulah mereka melancarkan serangan terhadap kekuatan Muslim.
2.      Munculnya kekuatan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia kecil dan Baitul Maqdis setelah mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071 M dan Dinasti Fathimiah tahun 1078 M.
3.      Pasukan Muslim menjadi penguasa jalur perdagangan di lautan tengah semenjak abad ke-10. Hal tersebut menyebabkan para pedagang Pisa, Vinesia dan Genoa merasa terganggu sehingga satu-satunya jalan yang ditempuh untuk memperluas perdagangan mereka adalah dengan mendesak kekuatan Muslim dari laut tersebut.
4.      Propaganda Alexius Comnesius kepada Paus Urbanus II untuk membalas kekalahannya dalam peperangan melawan Pasukan Saljuk.

Perang Salib terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:
A. Faktor Agama
Direbutnya Baitul Maqdis (471 H) oleh Dinasti Saljuk dari kekuasaan Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir menyebabkan kaum kristen merasa tidak bebas dalam menunaikan ibadah di tempat sucinya.
B. Faktor Politik
Kekalahan Byzantium(Constantinople/Istambul) di Manzikart pada tahun 1071 M, dan jatuhnya Asia kecil dibawah kekuasaan Saljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comneus (Kaisar Constantinople) untuk meminta bantuan Paus Urbanus II, dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Saljuk.
C. Faktor Sosial Ekonomi
Semenjak abad ke X, kaum muslimin telah menguasai jalur perdagangan di laut tengah, dan para pedagang Eropa yang mayoritas kristen merasa terganggu atas kehadiran pasukan muslimin.
2.5.2. Periodenisasi Perang Salib
A. Perang Salib I (1094-1144 M)
Periode pertama Perang Salib disebut sebagai periode penaklukan. Jalinan kerja sama antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II, berhasil membangkitkan semangat umat kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus II, pada consili clermont pada tanggal 26 November 1095, yang intinya mewajibkan untuk melakukan Perang Salib bagi umat Kristiani sehingga terbentuk kaum Salibin.
Gerakan ini merupakan gerakan spontanitas yang diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat Kristiani. Hasan Ibrahim (sejarawan penulis buku Tarikh Al-Islam) menggambarkan gerakan ini sebagai gerombolan rakyat jelata yang tidak mempunyai pengalaman berperang, gerakan ini dipimpin oleh Pierre I’ermite. Di sepanjang jalan menuju Constantinople mereka membuat keonaran bahkan terjadi bentrok dengan penduduk Hongaria dan Byzantium. Dengan adanya fenomena ini Dinasti Saljuk menyatakan perang terhadap gerombolan tersebut, sehingga akhirnya gerakan pasukan Salib dapat mudah dikalahkan.

B. Perang Salib II (1144-1193 M)
Perang Salib II juga terjadi sebab bangkitnya Bani Saljuk dan jatuhnya Halab (Aleppo), Edessa, dan sebagian negeri Syam ke tangan Imaddudin Zanky (1144 M). Setelah Imaduddin meninggal, ia digantikan oleh putranya yang bernama Nuruddin dan dibantu oleh Shalahuddin hingga tahun 1147 M. Perang Salib II ini dipimpin oleh Lode wiyk VII atau Louis VII (Raja Perancis), Bernard de Clairvaux dan Concrad III dari Jerman. Laskar Islam yang terdiri dari bangsa Turki, Kurdi dan Arab dipimpin oleh Nuruddin Sidi Saefuddin Gazi dan Mousul dan dipanglimai oleh Shalahuddin Yusuf Ibn Ayyub. Pada tanggal 4 Juli 1187 terjadi pertempuran antara pasukan Shalahuddin dengan tentara Salib di Hittin dekat Baitul Maqdis. Dalam pertempuran ini kaum muslimin dapat menghancurkan pasukan Salib, sehingga raja Baitul Maqdis dan Ray Mond tertawan dan dijatuhi hukuman mati.

C. Perang Salib III (1193-1291 M)
Perang Salib III ini timbul sebab bangkitnya Mesir dibawah pimpinan Shalahuddin, berkat kesuksesannya menaklukkan Baitul Maqdis dan kemampuannya mengatasi angkatan-angkatan perang Prancis, Inggris, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. Kejadian tersebut dapat membangunkan Eropa-Barat untuk menyusun angkatan Perang Salib selanjutnya atas saran Guillaume. Perang Salib III ini dipimpin oleh Kaisar Fredrick I Barbarosa dari Jerman Philip II August (Raja Prancis dan Inggris), Richard The Lion Heart. Ketika itu pasukan Jerman sebanyak 100.000 orang dibawah pimpinan Frederick Barbarosa.

D. Perang Salib IV (1202-1206 M)

Tentara Salib berpendapat bahwa jalan untuk merebut kembali Baitul Maqdis adalah menguasai keluarga Bani Ayyub terlebih dahulu,di Mesir yang menjadi pusat
Persatuan Islam ketika itu. Oleh karena itu kaum Salib memusatkan perhatian dan
kekuatannya untuk menguasai Mesir.(Sou’yb, 1978:98). Akan tetapi Perang Salib IV ini
dilakukan atas kerja sama dengan Venesia dan bekas kaisar Yunani. Tentara Salib
menguasai Konstatinopel (1204 M) dan mengganti kekuasaan Bizantium dengan kekuasaan latin disana. Pada waktu itu Mesir diperintah oleh Sultan Salib, maka dikuatkanlah perjanjian dengan orang-orang Kristen pada tahun 1203-1204 M dan 1210-1211 M. Isi perjanjian itu adalah mempermudah orang Kristen ziarah ke Baitul Maqdis dan menghilangkan permusuhan antara kedua belah pihak

E. Perang Salib V (1217–1221 M)
Perang Salib V tetap berada di Konstantinopel dan tidak henti-hentinya terjadi konflik dengan pihak Kaisar. Perang Salib V dipimpin oleh Jeande Brunne Kardinal Pelagiusserta raja Hongaria, meskipun pada tanggal 5 November 1219 kota pelabuhan Damietta mereka rebut, namun dalam perjalanan ke Kairo pada tanggal 24 Juli 1221 mereka membuat kekacauan di Al Masyura ( tepi sungai Nil) kemudian mereka pulang.
F. Perang Salib VI (1228–1229 M)
Perang Salib VI dipimpin oleh Frederick II dari Hobiens Taufen, Kaisar Jerman dan raja Itali dan kemudian menjadi Raja muda Yerussalem dikarenakan berhasil menguasai Yerussalem tidak dengan perang, tetapi dengan perjanjian damai selama 10 tahun dengan Sultan Al-Malikul Kamil, keponakan Shalahuddin al-Ayyubi, namun 14 tahun kemudian, pada tahun 1244 kekuasaan diambil alih Sultan Al Malikul Shaleh Najamuddin Ayyub beserta Kallam dan Damsyik.
G. Perang Salib VII (1248–1254 M)
Peperangan ini dipimpin oleh Raja Louis IX dari Perancis pada tahun 1248, namun pada tahun 1249 tentara Salib berhasil menguasai Damietta (Damyat). Dimasa inilah pemimpin angkatan perang Islam, Malikul Shaleh meninggal kemudian digantikan oleh putranya Malikul Asraff Muzafaruddin Musa. Ketika Louis IX gagal merebut Antiock yang dikuasai Sultan Malik Zahir Bay Bars pada tahun 1267/1268, ia beserta pembesar-pembesar pengiringnya ditawan oleh pasukan Islam pada 6 April 1250 dalam satu pertempuran di Perairan Mesir, setelah mereka memberikan uang tebusan, maka mereka dibebaskan oleh Tentara Islam dan mereka kembali ke negerinya
H. Perang Salib VIII (1270-1272 M)
Dalam Perang Salib VIII, yaitu pada tanggal 25 Agustus 1270 ini Louis IX telah meninnggal dikarenakan penyakit (riwayat lain menyebutkan ia terbunuh). Akhirnya pada tahun 1492 Raja Ferdinad dan Ratu Isabella sukses menindas umat Islam dari Granada, Andalusia. Dengan demikian terkuburlah Perang Salib oleh Perang Sabil. Tetapi meskipun Perang Konvensional dan Frontal itu sudah berakhir secara formal, namun sesungguhnya perang jenis lain yang kwalitasnya lebih canggih terus saja berlangsung seiring dengan kemajuan zaman.



6 komentar:

  1. kita menghendaki kebangkitan yang benar dan berdiri di atas pencampakan semua akidah, pemikiran atau sistem yang tidak terpancar dari Islam. Kita pun menghendaki kebangkitan yang tegak di atas pelepasan segala hal yang menyalahi Islam sejak dari akarnya. Semua itu tidak akan pernah tercapai, sebagaimana telah saya tunjukkan, kecuali dengan melanjutkan kehidupan Islam dan mengubah negeri dari dar al-kufr menjadi Dar al-Islam.

    BalasHapus
  2. Revolusioner... tapi kehendak yang hanya teori tidak lebih dari sekadar ilusi. Mulailah dari diri kita, pahami Islam lalu amalkan.

    BalasHapus
  3. Betul, Semangat yang tanpa diiringi dengan ilmu dan pemahaman yang benar hanya menggiring Islam kepada kehancuran dan kekeringan spiritual. Demikian juga keimanan spiritual yang tidak diiringi dengan tindakan laksana lautan tanpa terumbu karang... Keep Istiqamah Fi Sabilillah

    BalasHapus
  4. afwan., ana mau nanyak yg mungkin sedikit tidak sopan., tpi mohon pertolongannya karena saya ingin menjadikan artikel yang antum wa anti tulis ini sebagai re3ferensi ana/.

    sekali lagi ana mohon maaf,. sebagai seorang muslim yang semoga dimuliakan ALLOH., antum ini jika menyelesaikan suatu persoaalan., bagaimana metode antum dalam menyelesaikannya.,??

    BalasHapus
  5. Menyelesaikan masalah? jika massalah itu berkenaan dengan Islam maka semua muslim sepakat hendaknya mengembalikan kepada Al-Qur'an dan Al-Hadits, jika tidak terdapat pada keduanya maka gunakan penafsiran ulama yang paling dekat dengan masa kenabian... jika itu masalah kontemporer maka hendaknya merujuk kepada manhaj / metode yang jelas dan gambalng sebagaimana dicontohkan oleh para pendahulu kita yang shalih...

    BalasHapus
  6. maaf,,
    karakteristik kepemimpinannya apa yaa??
    tanks

    BalasHapus

Please Uktub Your Ro'yi Here...