Jumat, 06 Januari 2023

Hidup itu Harus Melihat ke “Atas”

Oleh: Misno Mohamad Djahri

 


Kehidupan ini terus berputar, waktu terus berlalu dan masa meninggalkan kita. Ianya menyisakan manusia dan seluruh makhluk Allah Ta’ala yang mau tidak mau, suka tidak suka harus mengikuti kuasaNya. Salah satu dari kuasa Allah Ta’ala adalah perubahan yang terjadi pada fisik manusia, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, pemuda, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Maka, perputaran ini memberikan inspirasi bagi manusia yang memiliki hati nurani, belajar dari berbagai peristiwa dan akhirnya menemukan berbagai hikmah dalam kehidupannya.

Salah satu dari hikmah kehidupan yang boleh kita rasa adalah harusnya kita melihat ke “atas” kita, melihat pada orang-orang yang berada di “atas” kita, yaitu orang-orang yang usianya jauh di atas (manula yang bertakwa). Demikian juga kita harus melihat ke “atas”, yaitu orang-orang yang ilmunya di atas kita, sehingga kita termotivasi untuk lebih rajin dalam beramal kebajikan, belajar dan mendalami ilmuNya.

Hidup ini harus melihat ke atas, yaitu melihat pada orang-orang yang usianya di atas kita bahkan yang sudah berada di masa lanjut usia serta menggunakannya dalam ketakwaan. Lihatlah bagaimana orang-orang yang sudah lanjut usia sudah menyiapkan diri untuk segera meninggalkan dunia dan menghadap Allah Ta’ala. Peristiwa shalat dhuhur berjama’ah tadi siang, di mana saya bermakmum dengan seorang yang sudah lanjut usia dengan dua orang makmum lainnya yang juga sudah tua renta. Mereka semua adalah orang-orang yang jauh berada di atas kita dari sisi usia. Lihatlah mereka, belajarlah banyak dari mereka yang selalu melakukan keta’atan, karena masa senja adalah masa di mana sudah saatnya untuk menyiapkan diri kapan saja, di mana saja dan dalam keadaan bagaimanpun juga untuk segera menghadapNya.

Hidup ini juga harus melihat ke “atas”, yaitu melihat pada orang-orang yang berada di atas kita dalam hal harta yang digunakan di jalanNya dan ilmu pengetahuan yang diamalkan. Sudah selayaknya orang-orang yang berada di atas kita dalam hal harta yang diinfakkan di jalanNya serta ilmu yang dimiliki seseorang memotivasi kita untuk terus belajar dan mendalam ilmu pengetahuan. Bahkan Allah Ta’ala telah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu di atas derajat orang biasa. Sebagaimana firmanNya:

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍۢ ۚ

…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. QS. al-Mujaadalah: 11.

Tingginya derajat orang yang berilmu adalah karunia dari Allah Ta’ala yang kitab oleh untuk “iri” kepada mereka. Tentu saja “iri” dalam makna positif yaitu ghibttah, di mana “iri” namun tidak menginginkan sesuatu obyek iri itu hilang dari orang lain. Ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam:

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” HR. Bukhari dan Muslim.

Maka “hasad” dan iri kepada orang yang memiliki harta dan menggunakannya di jalan Allah Ta’ala. Juga boleh hasad kepada orang yang berilmu karena menjadi motivasi bagi kita untuk dapat mencapai derajat orang berilmu tersebut.

Sedangkan hal yang tidak diperbolehkan adalah hidup dengan selalu melihat ke atas, yaitu hanya melihat ke atas orang-orang yang memiliki harta tanpa melihat apakah harta tersebut digunakan untuk kebajikan atau tidak. Demikian pula tidak diperbolehkan dalam kehidupan ini melihat ke atas, yaitu orang-orang yang diberikan kenikmatan dunia, rupa yang menawan, jabatan yang tinggi dan anugerah Allah ta’ala lainnya.

Kebolehan melihat ke atas kepada orang yang sudah lanjut usia dalam ketakwaan, pemilik harta yang menginfakkan harta di jalan Allah Ta’ala dan orang-orang yang diberikan ilmu oleh Allah Ta’ala adalah ghibtah, yaitu menginginkan agar dapat seperti mereka dalam ketakwaan kepada Allah Ta’ala dan tetap berfikiran bahwa kenikmatan tersebut tetap ada pada mereka.

Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah serta inayahNya, sehingga dalam kehidupan kita selalu melihat ke atas orang-orang yang berada di dalam ketakwaan dan menggunakan anugerah yang ada di jalanNya. Wallahu a’lam, 06012023.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...