Rabu, 04 Januari 2023

Keangkuhan Pribumi dan Kesombongan Pendatang

Oleh: Misno bin Mohamad Djahri


 

Salah satu permasalahan yang terjadi di masyarakat adalah perselisihan dan konflik antara pribumi dan pendatang. Bukan hanya pada level lokal tetapi secara internasional masalah ini terjadi di berbagai tempat dan kebudayaan. Tentu saja tempat terjadinya adalah adanya perubahan di masyarakat di mana pada satu tempat tidak lagi bersifat homogen pribumi yang mendiami tetapi heterogen dengan banyaknya pendatang. Perselisihan atau konflik semakin terasa apabila terjadi jurang perbedaan di antara pribumi dan pendatang, mulai dari agama dan kepercayaan, sosial, politik hingga masalah ekonomi adalah sebab-sebab utama terjadinya konflik.

Perselisihan atau konflik bisa terjadi secara diam-diam dan tidak kelihatan, namun seperti api dalam sekam yang suatu saat akan meledak. Hal ini terlihat dari kurangnya komunikasi dan muamalah antara pribumi dan pendatang. Hubungan di antara mereka cenderung terpisah dan tidak terjadi akulturasi atau asimilasi. Masing-masing dengan agama, budaya, politik dan ekonominya, kalaupun ada interaksi sebatas formalitas atau karena keperluan sementara saja. Sejatinya fenomena ini sangat berbahaya apabila terus dibiarkan, suatu saat akan menjadi permasalahan besar jika tidak dicari jalan keluarnya. Contoh nyata dari fenomena ini adalah komunitas-komunitas Ikhwan pengajian yang tinggal di suatu wilayah namun tidak membaur dengan masyarakat tempatan. Mungkin seolah-olah tidak masalah, tapi faktanya menjadi api dalam sekam yang suatu saat meledak atau menjadi konflik terpendam yang tidak bagus bagi sosial kemasyarakatan.

perselisihan atau konflik yang kelihatan nyata adalah konflik sosial bernuansa sara yang terjadi di berbagai penjuru dunia, di Indonesia kita mendengar dulu konflik antara suku Madura dan Dayak, demikian pula orang-orang Asli Timor Leste dengan Indonesia. Hingga saat ini beberapa orang di Papua ingin merdeka karena merasa “dijajah” oleh pendatang yang bukan pribumi Papua. Konflik klasik yang tercatat dalam sejarah tentu saja Suku Indian di Amerika dengan Pendatang dari Eropa, juga Suku Aborigin di Australia dan pendatang Eropa. Semuanya berakar kepada perselisihan antara pribumi dan pendatang. Walaupun dengan variasi permasalahan yang berbeda-beda sesuai dengan akar masalahnya masing-masing.

Salah satu dari akar permasalahan khususnya pada perselisihan yang terjadi antara pribumi dan pendatang di masyarakat urban atau modern adalah sikap “angkuhnya pribumi dan sombongnya pendatang”. Pribumi karena merasa di tanah sendiri dan wilayah yang diturunkan dari nenek moyangnya maka dia merasa tinggi di atas para pendatang yang hanya menumpang, pribumi cenderung angkuh dengan sikapnya dengan menganggap pendatang hanya mengganggu kehidupan mereka dan merebut wilayah dan penghasilannya. Stigma ini semakin meningkat ketika ekonomi pribumi di bawah para pendatang sehingga mengancam keberadaan pribumi itu sendiri. Contoh mudahnya adalah suku Betawi yang perlahan tapi pasti keluar dari wilayahnya sendiri di DKI Jakarta. Walaupun tanpa konflik berarti tapi menjadi catatan sejarah tentang bagaimana sikap pribumi terhadap para pendatang. Keangkuhan ini berbeda-beda sesuai dengan sistem budaya, tingkat pendidikan dan perubahan sistem sosial, semakin terbuka budaya suatu masyarakat maka semakin mudah mereka menerima kehadiran para pendatang.

Para pendatang yang seringkali tidak mau disebut pendatang suka seringkali bersikap sombong dengan keadaannya. Merasa tidak memerlukan pribumi, sibuk dengan urusannya sendiri hingga cenderung tidak peduli dengan masyarakat lokal di mana ia tinggal. Kesombongan pendatang semakin terasa dengan tingkat pemahaman keagamaan, kesejahteraan ekonomi, tingkat pendidikan dan level sosial yang dirasa lebih tinggi dari pribumi sehingga menyepelekan pribumi. Pada beberapa fenomena yang terjadi, para pendatang jarang sekali berbaur dengan pribumi dengan berbagai alasan yang sejatinya adalah salah satu bentuk kesombongan.

Keangkuhan pribumi dan kesombongan pendatang sama-sama tidak diperkenankan dalam Islam, karena keduanya adalah sikap menolak kebenaran dari pihak lain dan menyepelekan manusia. sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam:

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” HR. Muslim.

Keangkuhan pribumi terhadap pendatang yang memandang sebelah mereka adalah salah satu bentuk kesombongan. Demikian pula kesombongan pendatang karena menyepelekan pribumi juga kesombongan yang nyata. Maka Islam memberikan solusi kepada pribumi dan pendatang agar selalu berada dalam satu ikatan ukhuwah Islamiyah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌۭ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. QS. al-Hujuraat: 10.

Pribumi dan pendatang yang sama-sama muslim haruslah mengikatkan ukhuwah mereka dalam Islam yang membawa kepada rahmat dari Allah Ta’ala. Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah ternyata banyak corak keislaman antara pribumi dan pendatang itu berbeda, pribumi cenderung memiliki corak keislaman yang tradisional sedangkan pendatang lebih banyak yang modernis atau reformis. Ini menjadi bibit konflik tersendiri yang juga terjadi di masyarakat, maka bersikap lebih bijak sebagai pendatang dan lebih terbuka bagi pribumi adalah salah satu jalan keluar. Karena dalam Islam sendiri istilah pribumi dan pendatang bukanlah isu utama, hanya mereka yang bertakwa itulah yang paling mulia. Wallahu a’lam, 04012023.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...