Senin, 30 Januari 2023

Maka Kemanakah Kamu akan Pergi?

Oleh: Aisyah As-Salafiyah



Kenapa kita melakukan sebuah aktivitas?

Kapan kita rela meluangkan waktu kita untuk sesuatu?

Mengapa kita menyusun target hidup?

Apa yang ingin kita capai dalam hidup?

 

Kalau mengikuti kebanyakan manusia (yang mana amat sangat memungkinkan untuk salah dan terus berubah seiring berkembangnya zaman), alurnya yaitu sesederhana; lahir, tumbuh, bermain, belajar, kuliah, bekerja, menikah, menjadi orangtua, pensiun, wafat.. lupakan dulu soal sekolah bagus atau tidak, perusahaan bonafit atau tidak, tempat tinggal dan kendaraan mewah atau sederhana.. itu hanya soal pilihan dan kemampuan..

Tapi, setelah tercapai semua itu.. lalu apa?

Aktualisasi diri? Melakukan yang kita suka? Menjadi diri sendiri? Rekognisi dari orang lain?

Masya Allah, bagaimana jika ternyata.. kita wafat sebelum mencapai apa yang kita inginkan tersebut? Katanya, agar meninggal tanpa penyesalan karena minimal sedang dalam proses usahanya.. tapi kalau tidak melibatkan Allah, bagaimana nanti saat dihisab, untuk apa usiamu dihabiskan?

Memikirkan dunia terlalu banyak akan membuat frustasi, itu fakta. Uang bukan solusi, bahkan seringkali uang justru jadi sumber masalah.

Karenanya, mari kita, sebagai seorang Muslim, melihat kembali peta panjang kehidupan kita.. merefleksikan lagi siapa yang menciptakan kita, untuk tujuan apa, dan bagaimana akhirnya..

Jadikanlah setiap aktivitas kita ibadah, bukan hanya aktualisasi diri.. harus setingkat lebih tinggi, tujuan nya bukan hanya pencapaian dunia, tapi juga pencapaian akhirat.. karena Allah melihat proses, adapun hasilnya, Allah yang menentukan..

Jangan lagi bergantung pada apa yang kita suka atau kita inginkan, tapi dasarkan rasa suka atau ingin itu pada apa yang Allah suka atau ingin.. karena kita tidak akan mampu mencapai nya tanpa pertolongan Allah. Bahkan bernafas atau melihat atau mendengar saja, kita tidak akan mampu tanpa izin Allah. Laa Haula wa laa quwwata Illa Billah..

Jangan juga berusaha menjadi diri sendiri, karena sekali lagi, bergantung pada diri sendiri bisa salah atau kalah.. kita manusia yang punya hawa nafsu dan selalu diberikan was-was oleh syaitan, dan keduanya mengajak kepada keburukan.. jadilah kita sebagaimana yang Allah Ridha, dan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam contohkan.. karena petunjuk Nya tidak akan pernah salah.. dan kitapun tenang karena telah berpedoman pada Dzat yang abadi.. Ingat di surat Al-Ikhlas, Allahusshamad.. Allah adalah satu-satunya tempat bergantung.

Terakhir, rekognisi dari oranglain. Tahukah kita bahwa hati orang bisa berubah-ubah seketika tergantung oleh banyak hal? Bisa jadi hari ini dia menyukai kita dan besok membenci kita.. hanya karena mood nya terpengaruh oleh kondisi internal maupun eksternal nya, padahal bisa jadi kita tidak berubah sama sekali.. karenanya, kita yang perlu menentukan apa yang harus diterima dan ditolak, mana yang harus didengarkan, mana yang tidak.. tentunya dengan pertimbangan aturan Allah juga.. misalnya, ucapan orangtua, tentu saja harus selalu diperhatikan dan ditaati selama bukan dalam hal keburukan atau maksiat..

Perbedaan sudut pandang terhadap aktualisasi diri atau ibadah ini, akan berpengaruh pada bagaimana kita bertindak, bagaimana kita berusaha, bagaimana kita bercita-cita.. dan ini adalah satu topik yang saat ini sedang kuhadapi. Menjadi seorang mahasiswa Pascasarjana dan juga seorang isteri.. banyak yang mengatakan bahwa sayang sekali ijazahnya jika tidak digunakan untuk berkarir, padahal banyak kesempatan yang terbuka.. terus untuk apa mengambil S2 kalau akhirnya hanya jadi ibu?

Hey, tunggu. Sebelum aku menjawab semua itu, rasa-rasanya aku yang perlu bertanya dahulu, jadi selama ini belajar, sekolah dan kuliah kita tujuannya hanya untuk bekerja saja? Mengumpulkan uang yang bahkan nominal dari rezeki kita setiap harinya sudah Allah tentukan?

Betul, bekerja juga bisa menjadi ibadah.. mengamalkan ilmu yang kita miliki, mendapatkan hasil yang bisa kita gunakan untuk membahagiakan orang-orang yang kita sayangi.. tapi jangan lupa, sekali lagi, panjangkan niat tersebut sampai kepada Allah. Ikhlas betul-betul mengerjakannya sebagai ibadah, atau mungkin kewajiban jika memang kondisinya mengharuskan (misalnya anak perempuan yang mengurus orangtua yang sudah renta dan adik-adik yang masih kecil, tidak ada yang bisa membantu mencari nafkah).. karena dengan hati yang ikhlas, kita akan menyadari bahwa tugas kita, kewajiban kita, ibadah kita adalah berusaha sebaik-baiknya.. sedangkan hasilnya, kita serahkan kepada Allah, karena Allah tau mana yang terbaik untuk kita. Jadi, tidaklah kita besar kepala jika hasilnya banyak, pun tidak berkecil hati jika hasilnya sedikit.. karena yang dilihat dari kita, yaitu besar kecilnya usaha kita, bukan besar kecilnya hasil..

Di antara hal yang seringkali kita lupakan, bahwa kita memiliki tugas peradaban, menjadi Khalifah di bumi, memakmurkan bumi, dengan perannya masing-masing.. kadang kita belum tau apa peran yang Allah titipkan pada kita, hal yang bermanfaat bagi diri kita dunia akhirat maupun bagi ummat, namun.. Allah akan mengarahkan kita, karena itu kita perlu selalu meminta petunjuk-Nya.. Allah akan menempatkan kita di tempat, bersama orang-orang, di suatu waktu yang kadang tidak kita sangka-sangka, tapi itulah saat bagi kita untuk belajar menerima dan menjalani sebaik-baiknya.. baik itu dimana kita sekolah, dimana kita kuliah, jurusan yang kita tekuni, perusahaan tempat kita bekerja, orangtua dengan karakter nya masing-masing, lingkungan sekitar kita, pasangan kita, anak-anak kita, rumah kita, kendaraan kita, jabatan yang kita duduki, dan semuanya.. sama seperti nabi Musa yang memiliki kelebihan dalam kekuatan fisik, namun Allah perintahkan ia untuk berdakwah pada Firaun dengan kalimat yang lembut, yah.. boleh jadi itu bukan passion atau bidangnya, tapi beliau tetap berusaha melaksanakan nya, dan Allah melihat proses tersebut, ketika nabi Musa telah berusaha sebaik mungkin, totalitas mengerjakan perintah Allah, hingga akhirnya terdesak lari ke laut dan nampak tidak ada jalan keluar lagi, nabi Musa yakin ada Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.. dan demikianlah, seperti cerita yang telah dicantumkan dalam Al-Qur'an, bahwa Allah belah laut itu untuk menjadi jalan keluar nya..

Sungguh, begitu juga nabi-nabi lain mengajarkan kita tentang tawakkal.. nabi Ibrahim yang dibakar dalam api dan kemudian menjadi dingin, nabi Yunus yang ditelan ikan paus dan kemudian Allah selamatkan, nabi Ismail yang akan disembelih dan kemudian Allah gantikan dengan sembelihan besar..

Janji Allah tidak pernah salah, Allah tidak akan membebani seseorang diluar batas kemampuannya. Implikasinya adalah, dimanapun Allah menempatkan kita, di posisi apapun, bersama siapapun, Allah telah membekali kita dengan kemampuan yang cukup.. tinggal bagaimana kita, apakah mau atau tidak menjalani nya..

Karenanya, ketika Allah Maha Kuasa menempatkan aku dulu sebagai seorang mahasiswa, aku diberikan kesempatan untuk belajar, yang bisa kulakukan adalah berusaha sebaik-baiknya.. melakukan apa yang memang seharusnya dilakukan oleh penuntut ilmu, sebagai bentuk ibadah, bukan hanya apa yang diminta oleh kampus.. hingga Allah mudahkan aku untuk lulus dengan baik, Alhamdulillah..

Demikian juga, saat aku lulus, aku bekerja di beberapa tempat, awalnya ingin memanfaatkan ilmu yang pernah kudapat, mengamalkannya, dan memberi manfaat, membahagiakan orangtua.. hingga aku baru melihat bagaimana dunia begitu menyilaukan.. tidak ada lagi yang mengatur atau membimbing kita seperti di sekolah atau kampus, kita harus belajar mengatur dan mengendalikan diri sendiri.. aku dengan latar belakang hukum ekonomi syariah, mulai mencoba berbagai bidang dari yang mulai posisi dengan gaji 1 juta per bulan, 1.5 juta, 2.5 juta, 4 juta, 6 juta, hingga 10 juta.. ambisi ku terus meningkat, hingga akhirnya, Allah selamatkan aku dari angan-angan tidak berakhir tersebut..

Saat ini, Allah posisikan aku menjadi seorang isteri. Aku bekerja di rumah, pekerjaan rumah tangga, dengan suamiku sebagai satu-satunya atasanku. Lalu hasil yang kudapatkan? Hmm, kalau bisa disebut, aku akan menyatakan bahwa hasilnya worth it.. tidak ada angka pasti, karena aku merasa ada banyak ketenangan dan keberkahan yang tidak bisa dikuantifikasi.. dan yang terpenting, aku merasa cukup, Alhamdulillah.

Kemudian, bagaimana dengan karirku?

Karirku adalah menjadi ibu rumah tangga.

Aku punya ibadah sekaligus kewajiban yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Bagaimana aku menjadi pemimpin di rumah, apakah aku taat pada suami, apakah aku sudah membahagiakan nya dengan penampilan bahkan ucapan, apakah aku mendapat Ridha nya. Inilah ibadahku sekarang..

Aku tidak lagi bekerja untuk pimpinan perusahaan manapun, tapi aku bekerja untuk pimpinan rumah tanggaku, suamiku. Karena inilah ibadah prioritas bagi seorang isteri.. bukan, bukan karena yang lain dilarang, tapi aku pribadi, memutuskan untuk fokus dalam bidang ini, mungkin, boleh jadi, disinilah peran peradaban ku.. Aku ingin ketika aku wafat, suamiku Ridha padaku, sehingga aku bisa menjadi bagian dari para isteri yang dibolehkan memilih pintu Syurga manapun yang ia inginkan karena telah memenuhi kewajibannya pada Allah dan Rasul-Nya, kemudian suaminya.

Meski, tentu saja, keadaan ini tidak sama bagi semua orang.

Di saat menulis tulisan ini, aku sedang mengandung dengan usia hampir mencapai 9 bulan.. tentu saja ada banyak kekhawatiran, terlebih aku masih minim ilmu tentang kehamilan dan persalinan, meski Alhamdulillaah ada berbagai kelas online yang tersedia dan sangat membantu.. Namun, bagiku, dan bagi semua calon ibu, di samping mempelajari hypnobirthing, prenatal yoga, latihan nafas, afirmasi positif, komunikasi dengan janin, ada hal yang harus diingat lebih dulu, hal yang untukku jauh lebih memiliki efek menenangkan.. yaitu, kesadaran bahwa kita tengah beribadah, berjihad untuk menjadi seorang ibu.. dan sekali lagi, ketika Allah memberi kita amanah ini, Allah berikan juga segala potensi yang kita butuhkan untuk melaluinya, insya Allah.. Allah Maha Baik, insya Allah, Allah mudahkan kita semua untuk melahirkan, menyusui, dan mendidik generasi Rabbani yang berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah..

Menjadi seorang ibu, adalah sebuah amanah yang luar biasa besar. Melalui rahim seorang ibu, seorang manusia akan terlahir, sosok yang kelak, tergantung bagaimana orangtuanya akan mendidiknya, namun berpotensi untuk menjadi penerus estafet kekhalifahan dan ibadah kita di bumi.. sosok yang jika dibimbing dengan cinta pada Allah dan Rasul-Nya, tidak mustahil untuk menebarkan kebaikan dan mengharumkan Islam dengan karya-karyanya seperti para syuhada dan ulama dahulu. Mendidik calon pemimpin Rabbani seperti itu, tentu butuh pendidikan yang baik, terencana dengan matang, diimplementasikan secara kontinyu dan dievaluasi secara berkala. Miris sekali melihat berbagai berita di media yang menunjukkan permasalahan yang diakibatkan oleh generasi saat ini, semoga Allah melindungi kita dari segala keburukan.

Maka ketika kita Allah berikan kesempatan untuk memegang posisi seorang ibu, madrasah pertama bagi anak, yuk kita optimalkan. Usahakan semaksimal mungkin agar kelak dapat mencetak generasi yang taat Allah dan Rasul-Nya, berakhlak mulia dan berjuang menebarkan maslahat yang lebih luas, menjadikan bumi Allah sebagai tempat yang lebih baik. Inilah salah satu jejak peradaban yang bisa kita tinggalkan. Inilah amanah besar yang Allah titipkan. Inilah ibadah yang ingin betul-betul aku tekuni, Insya Allah. Berusaha yang terbaik dalam setiap detailnya. Mulai dari merancang kurikulum pendidikan agama, memilihkan lingkungan dan teman yang mendukung dalam kebaikan, pembiasaan adab akhlak mulai dari rumah, menanamkan kecintaan kepada Allah, Rasul-Nya, Iman, Islam dan sejarah, memfilter apa yang dilihat, didengar dan disentuh, hingga hal-hal harian seperti pemilihan pakaian yang syar’i dan menutup aurat tapi tetap nyaman, demikian juga makanan dan camilan sehat yang tetap enak. Karena aku yakin, semakin kita bersungguh-sungguh dalam suatu kebaikan, Allah yang Maha Melihat juga akan membalas dengan kebaikan, walau sebesar biji zarrah.

Sebagai penutup, aku ingin berpesan bahwa kita tetap dapat berperan, berkarya, produktif dalam bidang apapun yang kita suka, selama tidak bertentangan dengan aturan Allah dan Rasul Nya.. kemudian, niatkan itu untuk ibadah, untuk mendapatkan pahala dan keridhaan Allah, untuk memenuhi peran kita sebagai Khalifah di muka bumi, untuk memberi manfaat bagi ummat, untuk menjadi peninggalan amal yang tidak terputus bahkan ketika kita wafat..

Karena kesuksesan abadi, adalah ketika kita mendapatkan akhir kehidupan yang baik, Husnul khatimah, dapat menampakkan kaki di Syurga bersama orang-orang yang kita sayang, tanpa hisab, dijauhkan dari api neraka, dan dilindungi di alam kubur..

Allah berfirman:

فَاَ يْنَ تَذْهَبُوْنَ 

"maka ke manakah kamu akan pergi?" (QS. At-Takwir 81: Ayat 26)

Mari sebelum melangkah kembali, kita pikirkan dulu baik-baik..

 

People pleaser? Please No. Be Allah pleaser.

Percaya diri? Please No. Percaya Allah.

Do what you love? Please No. Do what Allah loves.

 

Semoga Allah berkahi kehidupan kita, langkah kaki kita, semoga Allah berkahi setiap rizki, ilmu, harta, hati, keluarga dan setiap apapun yang kita miliki, yang telah Allah titipkan untuk kita didunia ini.. Semoga Allah berikan kemudahan untuk urusan dunia dan akhirat kita semua..

 

Aamiin Allahumma Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...