Minggu, 08 April 2012

Epistemologi Islam : Wacana Baru


Oleh : Abu Aisyah

Bila epistemologi dan induknya merangsek terus ke dalam umat Islam, maka sebagian cendekiawan muslim mencoba menerima dan memadukan dengan Islam. Tentunya dengan asumsi bahwa epistemologi yang diadopsi tersebut tidak bertentangan dengan prinsip dasar Islam.
  Istilah ilmu pengetahuan terkadang juga dipakai untuk merujuk sains yang dibedakan dengan pengetahuan (knowledge). Menurut Mulyadhi istilah ilmu dalam epistemologi Islam memiliki kemiripan dengan istilah science dalam epistemologi Barat. Sebagaimana sains dalam epistemologi Barat dibedakan dengan knowledge, ilmu dalam epistemologi Islam dibedakan dengan opini (ra'y) sementara sains dipandang sebagai any organized knowledge, ilmu didefinisikan sebagai "pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya"(hal. 1).
Generated: 12 February, 2009, 14:34  Dengan demikian istilah ilmu bukan sembarang pengetahuan atau opini melainkan pengatahuan yang sudah teruji kebenarannya, dan Mulyadhi mendefinisikan ilmu sebagai "pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya". Ilmu dalam kajian epistemologi Barat penerapannya dibatasi pada bidang-bidang ilmu fisik  atau empiris, sedangkan dalam epistemologi Islam ia dapat diterapkan dengan  sama validnya baik ilmu-ilmu yang yang fisik-empiris maupun nonfisik atau metafisik. Perbedaan yang fundamen inilah barangkali yang perlu dijelaskan dalam kajian  epistemologi menurut Mulyadhi, karena jika tidak akan membawa pada kekaburan dan kesalahpahaman dalam kajian teori pengetahuan (epistemologi). 
Paling tidak ada dua pertanyaan yang tidak bisa ditinggalkan dalam setiap sistem epistemologi manapun: pertama, apa yang dapat kita ketahui? Kedua, bagaimana mengetahuinya? Di mana yang pertama mengacu pada teori dan isi ilmu, sementara yang kedua pada metodologi. Pertanyaan apa yang dapat kita ketahui? Epistemologi Barat memberikan jawaban bahwa yang dapat kita ketahui adalah segala sesuatu sejauh ia dapat diobservasi secara indrawi. Hal-hal lain yang bersifat nonindrawi, nonfisik dan metafisik tidak termasuk ke dalam objek yang dapat diketahui secara ilmiah. Sedangkan  dalam epistemologi Islam kita bisa mengetahui tidak sebatas pada obyek-obyek fisik namun juga nonfisik. Sehingga dalam menentukan keberadaan sesuatu atau status ontologis sesuatu Barat hanya percaya pada benda-benda yang dapat dicerap oleh indra dan cenderung menolak status ontologis dari entitas-entitas nonfisik seperti ide-ide matematika, konsep-konsep mental dan entitas-entitas imajinal dan spiritual. Berbeda dengan Barat, Islam mengakui status ontologis tidak terbatas pada obyek-obyek indrawi melainkan juga obyek-obyek nonindrawi.
Untuk pertanyaan kedua, berkaitan dengan jawaban dari pertanyaan yang pertama  metode ilmiah yang dikembangkan oleh para pemikir dan filosuf Barat hanya menggunakan satu metode yaitu metode observasi. Sementara Islam menggunakan tiga macam metode sesuai dengan tingkat atau hierarki obyek-obyeknya, yaitu (1)metode observasi,  (2)metode logis atau demonstratif (burhani) (3)metode intuitif ('irfan) yang  masing-masing bersumber pada indra akal dan hati. Setiap cabang ilmu yang dihasilkan oleh epistemologi tidak akan pernah mencapai status ilmiah yang pas kecuali   status ontologis obyeknya jelas dan dapat diakui.  Berdasarkan uraian di atas jelas klasisfikasi ilmu yang ada di Barat akan selalu didasarkan pada satu hal yaitu empiris-observatif ditambah dengan bidang ilmu matematika, tapi secara tegas menolak bidang metafisika yang obyek-obyeknya  sering dipandang tidak riil dan ilusif. Sedangkan dalam Islam yang mengakui adanya status ontologis yang tidak terbatas pada fisik-empiris melainkan juga yang nonempiris atau metafisis, dalam teori pengetahuan Islam ilmu dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu: ilmu-ilmu metafisika, ilmu-ilmu matematika, dan ilmu-ilmu  alam atau fisik. Selain beberapa hal yang telah dijelaskan diatas tentang sumber pengetahuan dalam epistemologi Islam, pengalaman mistik, penalaran rasional dan filsafat kenabian dalam teori pengetahuan Islam juga termasuk sumber pengetahuan. Bukan bermaksud membenci atau anti sains Barat, begitulah pembelaan yang diungkapkan Mulyadhi dalam kajian buku pengantar epistemologi ini, dan baginya tidak lain hanya mencoba bersikap kritis dan apresiatifnya terhadap sains Barat. Dengan jalan membandingkannya dengan epistemologi lain yang dalam hal ini adalah  epistemologi Islam yang diharapkan mampu melahirkan teori pengetahuan yang lebih baik atau sering kita harapkan yaitu munculnya epistemologi alternatif. Buku  pengantar yang ditulis atas hasil perkuliahan penulis bersama para mahasiswanya  di Pasca Sarjana IAIN SU-KA ini paling tidak menjadi terobosan awal dalam kajian epistemologi (teori pengetahuan) yang di negeri ini masih sangat minim dan belum mapan. Dimana dengan mengkaji teori pengetahuan secara kritis dan komprehensif serta komparatif nantinya diharapkan mampu melahirkan teori pengetahuan alternatif yang lebih baik.     
Jalaluddin meringkas metode yang digunakan oleh Islam dalam epistemologinya, diantaranya adalah :
1. Burhani ( logika )
2. Tajribi ( eksperimen)
3. Irfani ( intuisi )   
Bayani, Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang didasarkan atas   otoritas teks   (nash),   secara   langsung   atau   tidak   langsung
Burhani Berbeda   dengan  bayani  dan  irfani  yang   masih   berkaitan dengan teks suci, burhani sama sekali tidak mendasarkan diri pada teks. Burhani menyandarkan diri pada kekuatan rasio, akal, yang dilakukan lewat dalil-dalil logika.
Irfani Pengetahuan irfan tidak didasarkan atas teks seperti bayani, tetapi   pada   kasyf,   tersingkapnya   rahasia-rahasia   realitas oleh Tuhan.
Ciri khas filsafat Islam :
  1. Memiliki kesatuan kebenaran Al-Quran dan ajaran Islam yang tak terbantah.
  2. Filsafat Islam meurpakan kelanjutan dari filsafat Yunani.
  3. Filsafat Islam bertujuan mencapai kebijaksanaan atau al-hikmah yaitu pengetahuan yang dimahkotai oleh metafisika atau Ilahiyyat. Hikmah adalah pengetahuan tunggal yang merupakan mahkota bagi segala ilmu.
  4. Kebijaksanaan yang dimaksud adalah kualitas keagamaan yang mengandung unsur-unsur yang diambil dari Al-Qur'an.
  5. Filsafat Islam menunjukan kecintaannya terhadap pengetahuan dan dasar-dasaar psikologi maupun ontologi.
Filsafat mengajukan pertanyaan-pertanyaan sedangkan agama menjawab persoalan-persoalan itu. (Juhaya S. Praja, 2002 : 46)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...