Selasa, 03 April 2012

Kebijakan Fiskal Khalifah Abu Bakar


Oleh : Abdullah
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat Islam, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq melakukan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktikkan Rasulullah SAW. Beliu sangat memperhatikan keakuratan penghitungan zakat sehingga tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan penghitungannya. Dalam hal ini Abu Bakar pernah berkata kepada Anas, “Jika seseorang mempunyai kewajiban untuk membayar zakat berupa seekor unta betina berumur satu tahun tetapi dia tidak mempunyainya lalu menawarkan seekor unta betina berumur dua tahun, maka hal yang demikian dapat diterima dan petugas zakat akan mengembalikan kepada orang tersebut sebanyak 20 dirham atau dua ekor domba sebagai kelebihan dari pembayar zakatnya.”  Dlam kesempatan lain,  Abu Bakar pernah berkata kepada Anas, “Kekayaan orang yang berbeda tidak dapat digabung atau kekayaan yang telah digabung tidak dapat dipisah (karena dikhawatirkan akan terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran zakat).”[1]  Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan kepada umat muslimin hingga tidak ada yang tersisa.
Seperti halnya Rasulullah SAW, Abu Bakar juga melakukan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan, sebagian diberikan kepa da kaum muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan negara. Di samping itu, beliau mengambil alih tanah-tanah dari orang murtad untuk kemudian dimanfaatkan demi kepentingan umat islam secara keseluruhan.[2]
Dalam mendistribusiakan harta Baitul Mal tersebut,  Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan, yakni memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah SAW. Abu Bakar tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu masuk islam dengan sahabat yang  kemudian masuk  islam, antara hamba sahaya dan orang yang merdeka, dan antara laki-laki dan perempuan. Menurutnya dalam hal keutamaan beriman, Allah SWT yang akan menilainya.[3]
Dengan demikian, selama masa pemerintaha Abu Bakar Ash-Shiddiq, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada kaum muslimin. Bahkan ketika beliau wafat hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum Muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil pendapatan negara. Hal tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregat demand dan aggregat supply  yang pada akhirnya menaikkan total pendapatan nasional, disamping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.[4]


[1] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2008), hlm. 56.

[2] Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam (Yokyakarta : PT Dhana Bakti Wakaf, 1995) Jilid 2, hlm. 320.
[3] Ibid., Jilid 1, hlm 163.
[4] Adiwarman Azwar Karim, Op. Cit., hlm. 57-58

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...